2

22.5K 2.1K 63
                                    

Versi cetak dan ebook sudah tersedia. Versi cetak bisa dipesan di shopee official grassmedia. Ebook bisa diakses di gramedia digital dan google play store.

###

Hari pertama tahun ajaran baru tidaklah begitu mengerikan. Begitu mendapatkan jadwal mengajarnya, Aluna segera meraih bukunya dan memasuki kelas yang ia ajar.

Perkenalan dengan siswa-siswi yang baru naik kelas pasti akan ia lakukan. Selain untuk lebih mengenal anak didiknya, Aluna berharap jika mereka akan nyaman berada di suasana kelas yang baru. Dua kali empat puluh menit, Aluna berada di dalam kelas.

Begitu bel berbunyi ia pun kembali ke ruang guru karena jam berikutnya ia tak mempunyai jadwal mengajar. Atau dengan kata lain Aluna akan bisa duduk-duduk cantik sambil menikmati dinginnya udara dari pendingin ruangan yang terpasang tepat di belakang meja Aluna. Benar-benar surga dunia, apalagi jika ada rekan kerjanya yang tiba-tiba membawa kudapan lezat. Fiuh... Sepertinya Aluna semakin enggan meninggalkan meja kerjanya untuk kembali memasuki kelas di jam berikutnya.

"Bu Luna, ibu dipanggil Pak Sasongko di ruangannya." Salah seorang staff tata usaha mengagetkan Aluna. Buyar sudah acara duduk-duduk cantik di kursi kerjanya.

"Ada apa ya, Pak? Kok saya tiba-tiba dipanggil?" tanya Aluna penasaran. Pria di depannya hanya menggeleng menandakan ia juga tak tahu alasan kenapa Aluna di panggil orang nomer satu di sekolah itu.

"Makanya, Bu, langsung aja menghadap. Takut penting."

"Oke. Terima kasih ya, Pak. Saya akan kesana sekarang." Pria itupun kembali mengangguk kemudian berlalu dari hadapan Aluna.

Aluna pun bangkit dari kursi kerjanya. Kemudian berjalan menuju pojok ruangan. Di sana ada sebuah kaca besar seukuran badan. Ia biasa mengecek penampilannya.

Setelah memastikan penampilannya sempurna, Aluna segera bergegas ke ruang kepala sekolah.

Sasongko Notonegoro, adalah pria nomer satu di sekolah tempat Aluna mengajar. Pria berusia kisaran lima puluhan itu sudah menjabat sebagai kepala sekolah selama hampir tiga tahun ini. Pria yang terkenal akan kedisiplinan juga kerja kerasnya itu begitu disegani oleh anak buahnya.

Perlahan Aluna mengetuk pintu besar ruang kepala sekolah. Begitu mendapat sahutan, ia pun meraih gagang pintu dan mendorongnya pelan.

"Permisi, Pak. Bapak memanggil saya?" Pria bertubuh tinggi besar itu mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas yang ditekurinya.

"Oh, Bu Luna. Silakan masuk, Bu. Silahkan duduk." Pria itu menyilakan Aluna duduk di kursi di depan meja kerjanya.

"Ada apa ya, Pak? Kok Bapak memanggil saya?" Aluna tanpa basa-basi menanyakan alasan ia dipanggil ke ruangan ini. Ia benar-benar penasaran.

"Oh, begini ya, Bu. Sebenarnya jika saya menyampaikan hal ini sekarang sepertinya sudah terlambat, tapi tidak masalah, yang penting hal terbaiklah yang kita dapat."

Aluna mengerutkan keningnya. Ia menangkap sesuatu yang ganjil di sini, tapi ia juga tak tahu apa.

"Maksudnya bagaimana ya, Pak?" Aluna memperjelas pertanyaannya.

"Begini, Bu. Setelah mengamati kinerja Bu Luna selama semester genap tahun ajaran yang lalu, ada hal yang harus kita ubah saat ini." Aluna menganggukkan kepala.

"Ini mengenai kinerja Bu Luna."

"Kinerja saya?"

"Iya, Bu." Pak Sasongko menghela napasnya berat. "Menilik hasil dari Penilaian Kinerja Guru, kinerja Bu Luna semester lalu menurun. Banyak data yang menyebutkan hal itu. Mulai dari absensi, juga kesiapan dan kecakapan di kelas."

Aluna memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan hatinya. Ini akan menjadi hari yang berat baginya.

"Mengenai absensi, saya tidak pernah terlambat, Pak. Bapak bisa mengeceknya pada print out mesin absensi kita. Kemudian mengenai kecakapan saya di kelas, saya masih belum paham. Saya mengajar sudah sesuai dengar rencana pembelajaran dan silabus yang ada. Bahkan saya juga sudah mengembangkan materi-materi tersebut. Untuk lebih jelasnya mungkin bapak bisa melakukan supervisi di tiap kelas yang saya ajar seperti tahun-tahun sebelumnya. Saya siap." Aluna berkata tegas. Tidak akan ia biarkan penilaian kualitas dirinya diragukan.

Kualitas diri diragukan pasti berdampak pada pengurangan jam. Jika pengurangan jam terjadi maka otomatis gaji bulanan akan berkurang. Owwhh... No! Saat ini saja demi bisa facial tiap bulan dia harus mengurangi jatah nongki di kafe kesayangan. Duh, bahaya.

"Memang tidak terlambat saat memasuki sekolah. Tapi bagaimana dengan masuk kelas? Bu Luna bahkan rata-rata terlambat sekitar lima hingga sepuluh menit saat memasuki kelas."

Waduh! Si bapak kok jadi sekejam pasukan kerajaan api.

"Tentu saja saya terlambat, Pak. Kelas yang saya datangi kan jauh dari ruang guru, kemudian saya mengajarnya juga dua tingkat. Gedung masing-masing tingkat kan berjauhan. Siswa kelas tujuh di gedung depan, sedangkan kelas delapan di belakang. Bapak kalau tidak percaya silahkan cek saja memakai stopwatch, berapa jarak tempuh antara gedung kelas tujuh dengan kelas delapan."

Pak Sasongko tampak lelah dengan ke keras kepalaan Aluna.

"Seharusnya Bu Luna bisa mengantisipasinya. Oke jika memang pergantian jam dari satu gedung ke gedung lainnya memang tidak masalah tapi yang sering terjadi, saat bel pergantian jam, Bu Luna masih duduk-duduk di ruang guru. Bahkan masih menikmati camilan atau pun bersenda gurau. Itu yang jadi masalah."

Seketika Aluna mencebik. Memang benar apa yang disampaikan Pak Sasongko barusan. Terkadang ia memang lalai.

"Mulai besok saya akan melakukan supervisi khusus untuk Bu Luna selama satu bulan. Untuk saat ini terpaksa jam mengajar ibu dikurangi satu kelas atau enam jam pelajaran. Jika hasil dari supervisi nanti kurang memuaskan, terpaksa mulai bulan depan, Bu Luna mendapatkan pengurangan dua kelas atau dengan kata lain dua belas jam pelajaran. Perbaiki kinerja bu Luna, tunjukkan jika anda memang kompeten. Dan satu lagi, jangan sampai terlambat masuk kelas sedetikpun."

Ya ampyunn... Benar-benar kejam nih bapak. Jika sampai jam mengajarnya lenyap hingga dua belas jam berarti lenyap dong jatah minum si cantik, skuter matik kesayangannya. Apa lagi harga premium makin hari terus meroket.

"Bagaimana Bu Luna? Anda siap?" Tegas pak Sasongko.

"SIAP PAK!" Jawab Aluna mantap meskipun hatinya sangsi dengan apa yang mulutnya keluarkan.

###
Tes ombak dulu, adakah yang suka atau tidak. Kalau responnya kurang akan dikaji ulang 😅😅😅.

SIAP, PAK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang