10. Pertemuan Kembali

3.7K 554 70
                                    

"Allah, menutupi kesalahan yang ada
Mengganti duka dengan suka
Mengganti kerasnya hati dengan kemuliaan 
Mengganti keburukkan dengan kebaikan
Lalu, mau sampai kapan mengeluh kau lakukan?"

🌈🌈🌈

Magrib Mengaji, seperti menjadi salah satu rutinitas wajib bagi kami penghuni rumah pelangi. Biasanya kami akan mengaji di dalam rumah, mungkin karena kehadiran Sena di sini, aku berinisiatif membuat suasana baru mengaji menjadi di teras rumah yang lumayan besar.

Duduk beralas tikar, anak-anak kini membuka al-Qur'annya masing-masing, membaca surah Yasin bersama. Abi memilih tidak ikut menimbrung, beliau sudah kembali ke kamar karena lelah sehabis bekerja tapi tetap mengaji di kamarnya sembari menunggu waktu isya, kedua kakak kembarku duduk di paling depan memimpin pengajian, namun saat aku mencari keberadaan Sena, dia duduk di barisan belakang. 

Aku menautkan alis melihat Sena yang tidak membaca Al-Qur'annya, dia hanya menatap dalam genggaman, seolah meneliti ayat-ayat di sana. Bahkan sesekali melirik anak rumah pelangi yang sudah lancar membaca dengan mengikutinya perlahan.

Aku tidak mengerti, apakah Sena tidak bisa membacanya? atau bagaimana?

Tidak ingin mengetahui lebih jauh, tatapanku sudah kembali melanjutkan membaca al-Qur'an.

Kami selesai mengaji saat waktu adzan Isya tiba, lalu dilanjut sholat berjamaah Isya dengan Abi.

***

"

Sen...," aku memanggil Sena saat kami duduk di teras rumah, dia hendak pulang dan sedang menalikan sepatu.

"Ya?" matanya membagi ke arahku dan tali sepatu.

"Kamu bisa baca Al-qur'an?" cicitku, sebenarnya ini privasi yang cukup dalam, aku tidak enak ingin menanyai, namun rasa penasaran terus datang.

Kulihat Sena selesai menalikan sepatu, dia menatap lurus tanpa peduli aku di sampingnya.

"Gu-gue sebenernya," dia menatap ke arahku, aku menunggu dengan menaikkan sebelah alis, "apa?"

Dia malah menghembuskan napas pelan, "gue engga bisa, Al." Matanya menunjukkan raut sedih.

Aku membelalak kaget mendengar ucapan Sena, anak berumur 16 tahun tapi tidak bisa membaca al-Qur'an? aku menjadi penasaran dengan pekerjaan orang tua Sena.

Tapi,  urung kulakukan pembatahan, tetap diam memaklumi, apalagi mendengar ucapan Sena tadi yang engan untuk dikasihani.

"Lo malu, ya, punya temen kaya gue?" Dia memandangku dengan tersenyum miris.

Aku menggeleng pelan, tetap menampilkan senyum baik tanpa memandang rendah Sena.
"Kenapa harus malu?"

"Ya, karena gue engga bisa ngaji."

"Belum bisa, bukan engga bisa. Lagian, kamu bisa belajar."

Aku tahu belajar di waktu besar ibarat menulis di atas air, sedangkan belajar di waktu kecil bagai menulis di atas batu. Namun, bukankah Allah bersama orang yang berusaha menuju kebaikkan?

Sena tersenyum tipis, seperti hatinya sudah membaik mendengar ucapanku barusan. "Thanks motivasinya, gue akan coba belajar," ujar Sena dengan berdiri, dia hendak pamit.

"Yap, sama-sama," jawabku senyum. Lantas Aku memanggil kak Fajar dan kak Fajri, mereka mengucapkan hati-hati setelah Sena berpamitan. 

Aku bisa membayangkan hidup Sena yang berputar pada ketidakharmonisan, setelah tahu Papa dan Bundanya yang ingin pisah, sekarang ditambah bahwa Sena tidak bisa mengaji, membuat aku tahu mengapa Sena menjadi pribadi yang demikian.

Rumah Pelangi [SELESAI]Where stories live. Discover now