Janji

18.6K 735 40
                                    

Sedikit gontai akibat lelah, aku melangkah ke gerbang sekolah. Meraih ponsel pintar dari dalam tas dan memesan ojek on-line, tapi tiba-tiba seseorang merebut benda itu.

"Udah saya batalkan, Bu!" serunya dengan ekspresi datar.

Seketika tatapan tajamku mengarah padanya. Dengan kesal aku berkata, "Kenapa kamu batalkan? Saya mau pulang."

"Biar saya yang anterin Ibu pulang." Matanya mengisyaratkan agar aku melihat motor besar yang kini ada di dekat kami. Itu milik Rayendra.

Wah, benar-benar nih anak. Nggak ngerti orang capek apa, ya, malah dikerjain gini aku.

"Jangan bercanda, Rayyy. Saya lelah ngajar seharian."

"Saya juga lelah nungguin Ibu."

Hah, sejak kapan dia nungguin aku?

"Yuk, pulang, Bu! Lagian, HP ibu masih di saya. Gimana cara pesan ojek coba?" tanyanya sambil tersenyum puas. Tangan itu bergerak pelan, memutar-mutar benda pipihku.

Bimbang! Kalau nggak nerima ajakannya, terus aku pulang naik apa? Kan HP masih dia pegang. Yasudahlah, biarkan saja jadi gosip seharian besok di sekolah.

"Yaudah, saya mau."

"Nah, gitu dong. Ibu jadi makin cantik!"

Gini nih, salah satu kebiasaan murid-murid di sini. Ngegombalin gurunya.

Aku hanya bisa menggeleng sambil mengikutinya mendekati motor. Sejenak terdiam, lalu berpikir gimana caranya naik. Ini motor tinggi banget, sedangkan aku pakai rok. Duh!

"Ibu injak aja itu pijakan kaki, terus pegang bahu saya biar bisa duduk," ucap Rayendra sambil menatapku dari motornya.

"Yakin? Nanti saya jatuh, gimana?"

Ragu aku mengikuti sarannya. Secara badan dia kurus, kalau tak kuat menahan motor gedenya ditambah tubuhku, gimana? Argh!

"Tenang, Bu. Biarpun saya kurus, gendong Ibu juga masih sanggup." Tiada lelah anak ini menggombal. "Ikutin aja saran saya, Bu," lanjutnya lagi diriingi bibir manis yang tersenyum.

Pelan aku memijakkan kaki di tempat yang dia suruh. Lalu, berhasil berdiri karena megang bahu Rayendra dan segera duduk. Huft! Aku bernapas lega karena tak jatuh saat mencoba duduk di motor ini.

"Udah, Bu? Pegangan, ntar jatuh!" Setelah berucap dia langsung melajukan kendaraannya pelan.

"Dih, ogah saya pegangan sama kamu!"

"Yakin? Oke, kalau Ibu tetap nggak mau."

"Yakin!"

Gengsi dong, ya. Masa guru sudah boncengan sama murid, terus pegangan juga. Ya Tuhan. Ini pasti bakal jadi berita heboh besok, karena tadi keadaan depan sekolah masih rame. Anty, mau saja kamu dikerjain bocah!

Sengaja meletakkan tas di tengah-tengah jok. Memberi jarak agar tak bersentuhan dengan laki-laki itu.

Mataku terpejam demi merasakan embusan angin sore yang menenangkan. Rasanya damai ketika sinar jingga menyentuh wajah, sampai ....

"Rayendra! Kamu jangan ngebut-ngebut! Nanti saya jatuh!"

Gila ini anak. Sudah bosan hidup atau apa? Bawa motor sesukanya, seakan lupa kalau dia lagi bawa satu nyawa cantik.

"Ibu makanya pegangan di pinggang saya, atau bahu boleh deh," jawabnya sedikit berteriak. Angin semakin terasa saat dia ngebut dan itu membuat suara Rayendra sedikit tertelan.

"Saya nggak mau! Kamu pelanin aja bawa motornya!"

"Saya juga nggak mau pelan, Bu. Maunya ngebut! Ibu pegangan deh biar nggak jatuh!"

Dikejar Berondong[Sudah Terbit ]Where stories live. Discover now