I am the Moon

7.1K 626 43
                                    

Just like moons, and like suns
With the certainty of tides
Just like hopes springing high
Still I'll rise

- Maya Angelou

🌙

"Wah, tidak kusangka readers kita melonjak tajam minggu ini!" Sang ketua redaksi, Kim Jongdae bertepuk tangan, diikuti riuh yang lainnya.

"Terimakasih kepada Full Moon yang telah bekerja keras memutar otak untuk menjadikan hal ini menjadi spektakuler." Lanjutnya.

Sontak, sebagian karyawan di sekitar menjabat tanganku dan menyentaknya kuat, seolah mengatakan 'kau sudah kuberi selamat, jangan lupa belikan aku kopi atau milkshake enak setelah ini'. Senyumku terkembang secara terpaksa, mengingat betapa malunya aku saat ini.

Seketika aku menyesal mengapa menawarkan diri kepada Tuan Kim saat tim redaksi kalang kabut untuk menaikkan rating pembaca bulan lalu.

Pribadinya memang hangat. Tetapi sayang, ia terlalu murah pujian. Dan aku sedikit tidak nyaman dengan hal itu. Dibalik sikapnya yang mudah memuji, ia juga keras dalam memilih mana yang pantas untuk diterbitkan atau tidak. Tidak peduli kita sudah mati-matian memeras otak untuk satu rubrik tulisan, jika itu tidak layak, Tuan Kim tidak segan mengcancelnya dengan sangat tegas.

"Tidak ada acara untuk sore ini, Moon?" Tanya wakil redaksi, Tuan Byun dengan senyuman khasnya-- mengejek.

"Tidak." Jawabku singkat sembari membalas senyuman karyawan yang buru-buru kembali ke bilik kerjanya setelah pengumuman besar dari Tuan Kim.

"Susahnya menjadi bujang kesepian. Aku sangsi, darimana kau mendapat ide brilian untuk tulisanmu jika tidak memiliki kekasih?" Ia membuntutiku sambil mengulum lolipop-- yang bisa kutebak rasa kopi dari aromanya-- dan menanyakan rentetan pertanyaan menyebalkan. Terimakasih kepada Tuhan yang menciptakanku kelebihan cuek, sehingga lidah tajam seperti Tuan Byun tidak begitu mempan menyerang telingaku.

"Selamat, Moon. Aku bangga padamu!" Kang Seulgi, editor cantik kebanggaan redaksi mengembangkan senyum manisnya sambil menepuk pundak kiriku. Mau tidak mau aku membalas senyumnya yang lebih menawan daripada puff pastry yang merekah saat dioven.

TAK!

Tuan Byun menjitak kepalaku dengan bulpen yang sebelumnya bertengger di saku jasnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku." Ujarnya dengan kerutan lucu di sekitar hidungnya.

Sembari menata map dan mengelus kepalaku yang terkena jitakan, Tuan Byun memelototiku.

"Aku tidak perlu kekasih untuk menciptakan karya, Tuan Byun yang terhormat. Dan kumohon tinggalkan bilik mungil ini agar aku bisa menghasilkan lebih banyak karya cemerlang tanpa gangguan sedikitpun, meski itu dari mulut pedasmu."

Rahang pria mungil itu terbuka, memperlihatkan permen lolipop yang sudah tinggal seperempat dari ukuran asalnya.

Bukannya tersinggung dengan ucapanku, cengiran lebar malah tercipta dari pria yang menjabat sebagai wakil redaksi itu.

"Heol, Moon Taeil baru saja berbicara panjang lebar!" Tuan Byun menghambur memelukku erat.

"Bagus, Moon. Aku ingin mendengarmu bicara lebih banyak lagi. Dan juga--"

Kalimatnya menggantung.

"Jangan lupa mencari kekasih demi ide yang lebih cemerlang." Ia mengedipkan sebelah matanya genit, lalu mengganggu karyawan di bilik meja lain.

Aku heran, mengapa pria seperti Tuan Byun ini diciptakan. Pekerjaannya hanya berkata pedas dan menggoda karyawan. Tetapi sungguh, hasil kerjanya juga bagus. Tidak heran jika ia ditunjuk sebagai wakil oleh Tuan Kim.

Eclipse - Taeil x Doyoung Story ✔Where stories live. Discover now