12. Sepiring bersama

16.7K 1.3K 34
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Jika kau ingin pergi, aku akan berdiri di sampingmu untuk menemani.
Ardan
- - -

🕊 Rumah bertingkat dua yang bergaya minimalis itu sudah terlihat sepi. Semua keluarga telah mengisi kamarnya masing-masing dan beristirahat melepas kepenatannya di hari ini.

Lampu-lampu kamar yang tadinya menyala kini sudah di matikan. Menandakan seseorang yang berada di dalamnya telah terlelap dalam mimpinya. Kecuali, Khaila.

Matanya terus terjaga menatap setiap inci langit-langit kamarnya, sesekali mata berpindah melirik jam yang berada di dinding depannya.

Benda berbentuk bundar dengan angka yang mengitar itu telah menunjukkan pukul dua dini. Namun nyatanya mata Khaila masih masih terjaga, sangat sulit di meramkan.

Hati kecilnya masih mengharapkan kedatangan Ardan, meskipun lelaki itu sudah menyuruhnya untuk tidak menunggunya.

Khaila semakin gelisah, ia takut Allah marah padanya karena telah mempermainkan pernikahan. Ia lantas mengambil jilbabnya dan berjalan membuka pintu kamarnya.

Suasana malam ini sudah begitu sunyi. Di tambah lagi, hampir semua sudut rumah lampunya mati. Membuat Khaila kesulitan berjalan untuk bisa sampai di depan pintu kamar Ardan.

Setelah berjalan beberapa langkah dari kamarnya, Khaila sampai di depan pintu kamar Ardan yang tertutup gelap. Tangannya yang gemetar perlahan mengetuk pintu kamarnya. Ia ingin membicarakan suatu hal yang menyangkut sandiwara yang mereka lakukan.

Ia tak mau terus-menerus membohongi keluarga mereka dengan berpura-pura saling menerima. Khaila ingin mengakhiri pernikahan ini dan benar-benar pergi.

"Aa..assalamualaikum." sambil mengetuk pintu.

"Aa..ardan.."

Khaila hanya mendengar suara dentingan jam.

Berulang kali ia mengetuk pintunya pelan.

"A..ar.." suara lembut Khaila akhirnya membuahkan hasil juga.

Pintu kamar Ardan seketika terbuka lebar.

Khaila tidak dapat melihat jelas wajah seseorang di hadapannya. Namun tiba-tiba tangannya tertarik ke dalam dan ia terkunci di sana.

Seketika suana di luar semakin sepi, karena tak ada ketukan pintu lagi. Sang pemilik tangan kini sudah berada di dalam, dan hanya mereka yang tahu apa yang terjadi di sana.

°°°

"Khaila, Ardan. Sarapan dulu nak." seru bunda dari bawah yang membuatku tergesa-gesa turun menemuinya.

"Maaf ya bun, aku kesiangan." ucapku pada bunda, sesampainya di bawah.

Seseorang terdengar berdehem pelan. "Maklum pengantin baru." celetuk om Reza.

Semalam, aku memang pergi ke kamar Ardan. Niat ku untuk bicara sementara ini akan aku tunda. Sebab keadaannya semalam tidak memungkinkan. Tubuhnya terlihat menggigil, namun panas ketika aku pegang.

Menurutku ia deman, sampai akhirnya aku menemaninya semalaman.

"Ardan mana Khai?" tanya bunda.

"Semalam Ardan demam bun. Sarapannya aku bawa ke atas ya."

Terlatih ✓Where stories live. Discover now