Delapan

373 40 1
                                    

Benda pertama yang kucari begitu bangun hari ini adalah remote AC. Suhu 18 derajat yang dipasang semalam malah membuat kamar nyaris beku pada pagi hari. Terlanjur bangun, akhirnya ku pilih turun dari kasur untuk merapikan buku yang akan dibawa ke sekolah. Malam tadi, asal tahu saja, aku jatuh tertidur sesaat setelah menuliskan kalimat "Aku mencintaimu, Ares- 968".

Seharusnya Ares kembali sekolah besok, jika memang hanya absen selama tiga hari saja. Atau paling lambat Senin, seperti yang dia katakan. Namun aku ingin bertemu dengannya hari ini juga. Bagaimana caranya? Sementara Ares berada di mana saja aku tak tahu sama sekali.

Soal peneror itu, aku masih penasaran ingin menemui Nyx. Mendesak nya agar kemudian dia berkata "Ya, gue emang peneror itu". Sementara kubawa handphone untuk merekam dan dilaporkan pada guru BK. Persetan anggapan bahwa aku adalah murid pengadu. Tugas konseling juga itu, kan? Bukan hanya melakukan tindakan pada seorang indisipliner, tetapi menerima sebuah pemgaduan.

Hanya perlu 30 menit bagiku untuk bersiap-siap. Mengapa harus lama? Lagipula aku hanya mandi tanpa keramas, memakai seragam, menguncir rambut, dan sedikit bedakan. Setelah itu keluar kamar, sarapan. Namun mama tak ada di dapur. Yang ada hanyalah sticky notes di atas kotak nasi. Begini kira-kira isinya :

Selamat pagi, sayang!
Mama ada tugas dadakan keluar kota tapi malam ini langsung pulang. Jangan lupa sarapan dan makan ya:)

I love you.


Dan ini bukan kali pertama mama meninggalkan sticky notes di atas meja makan. Sepeninggal papa, mama menjelma menjadi wanita karir sungguhan-- jarang ada di rumah, sibuk dengan laptop, meeting dadakan. Tapi setidaknya mama tetap menjadi ibu yang baik dengan menyiapkan sarapan favoritku ini-- roti selai kacang serta susu kotak rasa coklat.

Alih- alih memakannya, aku lebih memilih memasukkannya ke dalam tas untuk dimakan di sekolah. Berhubung tak ada mama yang bisa mengantar, hari ini aku akan mengendarai motor saja. Dan kebetulan motor matik itu terparkir cantik di sebelah mobil mama. Kutebak Om Herman memang mengantar nya ke bandara tadi malam.

Baru akan membuka pintu garasi, handphone ku berdering tanda telepon masuk-- dari nomor tak dikenal. Seperti sebelum-sebelumnya, aku langsung me-reject, hingga kemudian si penelpon mengirim pesan.

"Save nomor gue, Nad. Ini Pandu."

Aku mengerjap-ngerjap.

"Udah berangkat?"

"Belum."

"Gue jemput ok?"

"Gak usah, gue bawa motor."

"Ok, see you."

Sehabis membaca pesan terakhir, aku menyimpan nomornya. Hebat! Dia cowok ketiga yang ada di kontak handphone ku setelah Aldo (sekarang sudah ku blokir) dan Ares. Jujur saja, ini juga pertama kalinya aku bisa berteman dengan pacar Fei.

Lima menit berikutnya aku sudah menyusuri jalan raya dengan sepeda motor yang jarang dipakai ini. Sengaja kuambil ruas kiri agar dapat berkendara dengan tenang karena entah kenapa sedetik yang lalu timbul sebuah rasa cemas. Mungkin karena tiba-tiba ada yang hampir menyenggol motorku namun bisa kuhindari.

Tinggal satu perempatan lagi. Mendadak aku berdoa agar hari ini berjalan baik.

Sayangnya tidak. Kecemasanku terjawab sesaat setelah aku melewati lampu merah. Sebuah sepeda motor yang sama menabrak dari samping. Aku merasakan sensasi melayang lantas membentur sesuatu yang amat keras. Beberapa saat sebelum semua gelap, aku menyadari tengah tergeletak di atas trotoar.

Halaman Terakhir [Telah Terbit]Where stories live. Discover now