Preface - Masa Lalu

18 0 0
                                    

Pada zaman dahulu kala, hidup para dewa-dewi Yunani kuno.

Para gadis itu mengikuti Persephone, menyusuri ladang bunga yang menjadi tempat favorit sang Dewi muda.

Mereka adalah gadis-gadis kecil keturunan pengembara dan penyair,
Wujud mereka tak jauh dari sosok anak kecil polos dan ceria,
tertawa kecil setiap melihat Persephone melakukan sesuatu.

Mereka gemar menghibur sang Dewi,
terkadang menjelajahi padang rumput,
ladang bunga dan sungai bersama, atau memberikan pertunjukkan musik mereka pada Persephone, berbagai hal yang Persephone sukai.

Lalu satu saat hari itu pun tiba, dimana mereka mulai beranjak remaja dan para gadis sudah mulai dewasa, yang sudah beralih menjadi pelayan setia Persephone.

Kala itu, tak ada badai tak ada hujan, Persephone menghilang tanpa jejak.

Demeter, sosok dewi sekaligus ibu Persephone merasa terpuruk atas kehilangan putrinya, membuat para gadis pelayan setia Persephone suka rela membantunya melakukan pencarian Persephone.

Hal itu sedikit membangkitkan harapan Demeter, ia pun dengan kekuatannya memberikan mereka sepasang sayap untuk lebih memudahkan mereka mendapatkan kembali Persephone.

Setelah sembilan hari pencarian tanpa hasil, ia berkomunikasi dengan dewa Matahari-Helios yang seharusnya melihat kejadian hari itu, akhirnya terkuak bahwa Hades yang merupakan dewa dunia bawah menculik gadis kesayangan mereka, dan ia menjelaskan kepada Demeter bahwa hubungan Persephone dengan Hades akan menjadi sesuatu yang sakral.

Akan tetapi, sebagai ibu dari anak tunggalnya, hal itu membuatnya jauh lebih murka, Persephone yang semakin lama tinggal di dunia bawah akan semakin sulit dikembalikan ke permukaan bumi olehnya secara paksa karena perbedaan dimensi Hades bersama para roh.

Waktu terus berjalan, tiba masanya Demeter mengalami depresi berat, kehilangan Persephone membuatnya patah hati, akibat hal yang ia rasakan membuatnya ingin memberi sesuatu yang setimpal pada dunia, ditaburnya penyakit pada tanah bumi sehingga pangan menjadi sulit diperoleh, melampiaskan perasaannya pada manusia, dan tanpa sadar berujung mengutuk seluruh pelayan setia Persephone atas kegagalan mereka mengembalikan Persephone ke pelukannya, lantas Demeter mengubah sayap mereka menjadi ekor ikan, bulu putih dengan sisik hijau condong gelap, cahaya dengan kemurungan, rasa kehangatan dengan sunyinya lautan dan batuan karang, hanya disisakan suara dan fisik yang indah tetapi bersifat memanipulasi, mengaburkan sisi kemanusiaan mereka sehingga mereka menjadi makhluk yang terkutuk dengan sebutan Siren, sebagai pembalasan dendam atas Zeus yang turut andil secara tidak adil, Sang Ayah Persephone yang menutupi kelakuan Hades.

《《《《《《《《《《《《《《《《《《

Gadis cilik berusia 8 tahun itu terpukau membaca sebuah buku yang mengisahkan asal-muasal Siren, lengkap dengan gambar-gambar menarik, tetapi isinya cukup mengerikan jika mengingat usianya.

"Kakek, buku ini luar biasa, aku belum selesai membacanya, boleh kupinjam nanti buat dibaca lagi?"

Sosok yang dipanggil kakek tersebut menoleh, kemudian menghampiri gadis mungil itu, mengusap pucuk rambutnya yang cokelat—dengan ujung bergelombang—dengan penuh kasih sayang.

"Kamu bebas membaca apapun yang ada di perpustakaan kakek ini, hanya saja buku itu sebenarnya belum cocok untuk usiamu, kamu boleh kembali meminjamnya kalau sudah besar ya, Serra." Sang Kakek tersenyum tipis melihat cucunya bersemangat dalam membaca, tetapi ia juga perlu memberikan batasan agar gadis yang dipanggil Serra itu tidak terpengaruhi hal negatif dari buku yang dibacanya. Serra menatapnya sedikit kecewa, tapi beberapa detik kemudian ekspresinya berubah.

"Eung, baik kakek, janji ya kalau bukunya bisa kubaca saat aku sudah besar?"

Sang Kakek pun menjawab dengan senyuman.

-

Beberapa bulan setelahnya, Serra dan keluarganya berlibur ke Villa pribadi mereka yang lokasinya berdekatan dengan pesisir pantai—bagian pantai yang jarang sekali dikunjungi orang.

Serra dengan beach sun hat-nya berlarian di halaman, kemudian suara lainnya menahan langkah kecil Serra.

"Mau berjalan kemana Serra?" tanya ibunya lembut, Serra menoleh.

"Aku mau pergi ke sana, melihat-lihat," jawab Serra sambil menunjuk ke depan badannya tertuju.

"Kalau sudah selesai, nanti bergabung ke ruang tamu, ya! Anakku Sayang."

"Baik, Bu!" sahut Serra, kemudian dirinya berlarian kecil dengan ekspresi riang ke arah yang ditujunya.

Serra berjalan mengelilingi Villa, lepas dari jangkauan orang tuanya, tak lama setelah menemukan pintu belakang, ia masuk ke dalam, kebetulan tak dikunci.

Setelah menutup pintunya, Serra menempelkan punggung dan kedua tangannya di sana, matanya menelisik setiap benda yang berada di ruangan itu.

Di tengah ruangan, terdapat kolam yang bergemerlapan memantulkan cahaya dan air mancur yang tidak capek-capeknya mengucur, atapnya dihiasi genteng kaca yang membundar, cahaya terpantul dengan baik sehingga ruangan yang bernuansa putih itu tampak hidup.

Serra kecil kemudian menyadari sesuatu, "kolam itu ... bukannya—"

Mystery of SirensDonde viven las historias. Descúbrelo ahora