t w o

301 39 8
                                    

"Karena.. Membuatmu khawatir?" ucapnya memastikan kembali apa yang ia jawab.

"Ya, kamu seharusnya meminta maaf untuk itu. Bukan karena keterlambatanmu, Bodoh!" ucapku masih kesal. Kesal terhadapnya yang mau saja memenuhi permintaanku dan kesal kepada diriku sendiri yang mau saja merepotkan orang sebaik dirinya.

"Minumlah. Namun, jika kamu sudah mengantuk, tidurlah kembali," ucapnya menyodorkan kembali minuman hangat berwarna hijau army terang yang sempat aku letakan di atas nakas. Lagi-lagi hal seperti ini yang membuatku bingung, mengapa aku berhak mendapatkan perhatian sebesar ini darinya? Tentu saja aku akan meminum green tea ini. Bukan hanya karena aku menginginkannya, namun mengingat kembali perjuangan yang harus Aries lakukan hanya untuk mendapatkan green tea sialan ini membuatku tak tega untuk tidak meminumnya hanya karena kekesalanku.

"Tidak, tidak. Aku sudah tidak mengantuk. Lihat ini, bwleee!" Sekali lagi, ia menghempaskanku kembali setelah mengingat kejadian tadi malam dengan muka yang luar biasa menggelikan untuk membuatku berhenti mengkhawatirkannya yang terlihat sangat siap untuk tidur jika diberikan tempat tidur yang lebih layak daripada kursi itu. Aku tertawa melihatnya terus mengganti ekspresi demi ekspresi yang semuanya terlihat tidak masuk akal dengan paras tampan bak Dewa Yunani yang ia miliki. Jika kalian memintaku menjelaskan wajahnya, aku bahkan bingung harus mulai dari mana. Ia terlalu tampan!

"Sya, jika aku mengajakmu untuk pergi dan menetap di apartemenku, apa kau mau?" Pertanyaan itu tiba-tiba ia keluarkan begitu saja saat tawaku mereda. Saat menelaah kembali kalimat itu, tubuhku mendadak tersentak. Walau hanya dia yang kumiliki saat ini, aku tidak tahu jelas asal usulnya. Bukannya aku tidak menghargai sikapnya yang baik untuk menawarkan tempat tinggal, karena aku tak mungkin tinggal disini selamanya, namun aku sedikit ragu. Oh iya, dia mengatakan padaku bila namaku adalah Felysia Gitabella dan panggilannya untukku adalah Sya.

"Ayo dong, kamu mau tinggal disini? Di tempat bau obat-obatan seperti ini?" bujuknya sekali lagi dengan raut wajah gemasnya saat itu, entahlah mungkin hanya aku yang merasa kalau itu 'gemas' karena ia jelas-jelas hanya tersenyum tipis.

"Apa tidak merepotkan?" tanyaku memastikan, sekaligus membuatnya menghilangkan pikiran bahwa aku ragu tinggal di apartemennya karena dia orang asing bagiku. Aku tidak ingin dia memupus harapannya untuk membuatku mengingat kembali kenangan kami, yang sepertinya sangat manis.

"Tentu saja tidak!" ucapnya dengan pendirian kuat untuk mengusir keras segala keraguanku. Melihatnya yang sangat berharap membuatku tak enak hati untuk menolak, tangannya yang diam-diam kulihat juga menyatu seperti berdoa agar keinginannya terkabul membuatku lebih yakin lagi dengan pilihan yang kubuat.

"Baik, aku akan ikut." Tanpa ragu lagi kuucapkan kalimat itu, membuatnya berdiri sambil berteriak senang karena mendengar jawabanku, yang sepertinya sangat diinginkan.

-----

"Sya, ayo kita pergi ke suatu tempat!" ajakku padanya sesampainya di apartemenku setelah kita membersihkan barang-barang beserta badan kami. Membuatnya terlihat lebih menawan dan cerah kembali tanpa selang infus yang ditancapkan ke dalam salah satu buku tangannya, dan tentunya membuat jantungku bereaksi seperti dulu. Selalu seperti ini, berdetak tidak beraturan saat melihatnya. 

"Kemana?" tanyanya padaku sambil mendongakkan kepalanya. Terlihat agak kesusahan namun sangat menggemaskan di mataku, mungkin dia baru sadar dengan perbedaan jauh tinggi kita yang mencapai 20 cm. 

"Lihat saja nanti, kau akan tahu." jawabku membuatnya mencebikkan bibir karena kesal mendengar jawabannya yang tidak sesuai ekspektasinya, namun aku bisa melihat kebahagiaan dalam gerak geriknya karena itulah yang dia suka, kejutan.

EudaimoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang