8. Christmas

2.7K 248 13
                                    

We meet everytime and we face each other
——————————————————

"Bagaimana dengan ini?" Sehun berhenti memilih pernak pernik natal saat Jiyeon memanggilnya dan menunjukkan dua gantungan malaikat bersayap, gadis itu tampak senang dan antusias saat menatap Sehun, meminta persetujuan membuat pria nya lantas menunjukkan segaris kurva di sertai anggukan. Ini luar biasa, pemandangan yang Sehun lihat sulit ia gambarkan dengan kata-kata dan ini sangat nyata.

Ada seorang gadis cantik disampingnya dengan senyum indah serta penampilan wanita berkelas, dan Sehun bangga mengatakan bahwa gadis itu adalah miliknya. Ini pertama kalinya Sehun berbelanja pernak pernik natal bersama orang yang ia sayang. Dulu sekali, Sehun pernah merencanakan banyak hal untuk merayakan natal bersama mantannya, tapi wanita itu sudah pergi menghianatinya sebelum impian itu terwujud dan kini impian itu benar-benar terwujud bersama gadis lain, gadis yang lebih baik dan terhormat, gadis yang sudah mencuri separuh dunianya.

Dia adalah Park Jiyeon, gadisnya yang kini sedang memasukkan banyak barang keperluan natal serta hadiah-hadiah yang akan gadis itu berikan pada anak-anak di sebuah panti anak. Bahkan, gadis itu memiliki hati seorang malaikat, dan jelas Sehun menyadari tatapan para pria yang memandang gadisnya dengan pandangan seperti dirinya. Sehun benci saat ada pria lain yang memperhatikan gadisnya, pria itu langsung memeluk pinggang Jiyeon posesif sambil menatap tajam pada pria-pria yang memilikinya seolah berkata 'jangan tatap gadisku dengan mata kotormu' sementara Jiyeon tampak tidak perduli dan terus memilih banyak barang tanpa berniat melepaskan tangan Sehun di pinggangnya.

"Aku mulai berpikir, apa pohon natal kita tidak terlalu besar? Maksudku, pohon itu akan terbuang sia-sia setelah natal berakhir, jadi kenapa kita tidak beli yang lebih kecil saja?” Tanya Jiyeon sambil terus memasukkan barang-barang yang ia suka kedalam keranjang.

Sehun mendengus diatas kepalanya. "ini natal paling indah, sayang. Tidak ada salahnya merayakan dengan meriah. Lagipula, apartemen kita cukup besar untuk menampung pohon natal itu," kata Sehun enteng.

Jiyeon memutar matanya sebal. "Sangat besar, apartemen mu sangat besar. Aku bahkan lebih setuju jika apartemen itu di sebut seperti rumah pribadi," sahut Jiyeon.

Sehun berhenti di depan tempat kotak musik membuat Jiyeon menatapnya sambil bertanya, pria itu hanya tersenyum sekilas lalu mengambil sebuah kotak musik besar berbentuk piano. "Mau ini?” Tanyanya kemudian.

Jiyeon menggeleng kaku. "Aku lebih suka mendengar kau bermain piano untukku daripada mendengar alat musik ini."

"Hn, aku sudah menemukan hadiah natal untuk mu."

"Dasar, Tuan Tidak Mau Rugi," canda Jiyeon sambil kembali melangkahkan kakinya di iringi tawa Sehun.

Tahun pertama.

Tahun pertama mereka merayakan natal dengan penuh suka cita, terhitung sudah sepuluh bulan mereka bersama walau banyak konflik yang terus menjadi kerikil di dalam hubungan mereka, dan malam ini, mereka berdua duduk berbagi selimut sambil memandangi pohon natal yang berkerlap-kerlip indah juga hujan salju yang menghiasi kota Seoul melalui jendela kaca. Jiyeon menggeliatkan tubuhnya saat Sehun menekan tombol pada sofa dan mengubahnya menjadi sofa tidur yang nyaman. Jiyeon menempelkan kepalanya di dada Sehun saat pria itu merapatkan tubuh mereka.

"Ini natal pertama kita," kata Jiyeon di sela-sela tidur mereka. “Aku sangat bahagia, biasanya aku merayakan natal sendirian, terkadang teman-teman ku akan datang ke apartemen dan kami nonton sepanjang hari."

"Orang tua mu?" Tanya Sehun pelan.

"Mereka hanya menelpon dan mengucapkan: selamat natal, sweetheart. Oh sial, mereka bahkan tidak pantas di sebut orang tua. Ada banyak orang tua di luar sana yang sangat menginginkan seorang anak, orang tua ku justru menyia-nyiakan anak mereka. Kau tahu, seperti orang kaya yang menyia-nyiakan makanan sementara banyak orang miskin kelaparan. Aku bahkan tidak pernah melihat wajah orang tua ku lagi semenjak mereka bercerai, aku yakin mereka juga tidak berniat melihat ku. Maksudku, siapa aku bagi mereka? Aku tidak penting, aku sampah bagi mereka."

OBSESSION✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora