2: EMMA

20.5K 893 12
                                    

"Kan gue tadi ga berangkat din!" Pernyataan Sintia di balik telepon, mengejutkan Nadine.

Gadis tersebut memijat keningnya. Ia menatap kosong ke arah jendela luar kamar. Hanya gelap malam dan beberapa lampu yang ada di seberang sana.

Kejadian tadi sungguh membuat dirinya enggan kemanapun sendirian. Sebenarnya Nadine tengah dirumah sendirian, bersama Bi Suti pembantu setia rumahnya. Kakaknya, Renald sedang keluar dengan teman-temannya. Sedangkan kedua orang tuanya tengah pergi menghadiri suatu acara.

Kamarnya terletak di lantai dua. Di sini, Nadine hampir tak pernah menemukan hal-hal aneh yang tak masuk akal. Ia termasuk gadis yang berfikir secara realistis, berbanding terbalik dengan Arjun pacarnya.

"Halo? Din?" Suara Sintia membuyarkan lamunannya.

"Eh iya? Ha lo Sin." Sontak gadis tersebut menjawabnya walau sedikit gugup.

"Mungkin lo tadi halu."

"Ga mungkin lah sin.." Nadine menghela nafas panjang, lalu duduk di atas kasur. "Itu beneran nyata, elo tiba-tiba berubah jad-"

"Kok lo sekarang gini?" Belum selesai berbicara, Sintia langsung menepisnya. "Lo semenjak pacaran sama Arjun gini deh. Suka halu."

"Sin!" Bentak Nadine.

"Iya helaw sedang berbicara dengan princess." Perempuan di ujung telepon berkata manja, membuat Nadine memutar bola matanya.

"Dulu gue emang beneran ga percaya ama gituan, tapi gue tadi beneran liat gitu lo!" Gadis tersebut berusaha menjelaskan dan meyakinkan Sintia yang sangat berpikiran realistis.

Suara helaan nafas Sintia terdengar jelas di telepon. Nadine bisa membayangkan jika wanita tersebut sedang menyandarkan tubuhnya sambil memijat keningnya.

"Oke deh oke, gue hargain."

"Bukan soal menghargai atau enggak, tapi lo liat sendiri aja deh!" Bentak Nadine lalu berdiri dari posisi duduknya. "Yaudah bye!"

Sedetik kemudian, sambungan telepon telah terputus. Memang sulit menjelaskan semua ini dengan orang yang tak percaya dengan hal-hal semacam itu.

Malam ini, Nadine memakai celana pendek putih di atas lutut dan kaus polos berwarna merah muda. Ia melangkah keluar kamar untuk menjumpai Bi Suti, dan makan malam bersama. Siapa tahu bi Suti mengetahui hal-hal semacam itu.

Langkahnya menuruni tangga yang terbuat dari kayu, terdengar jelas. Bi Suti yang sedang menyiapkan makanan, mendongak ke arah tangga dan menatap seorang gadis yang terlihat terburu-buru untuk turun.

Gadis tersebut menduduki salah satu kursi di meja makan yang panjang tersebut. Ada empat kursi yang memang cocok untuk catur warga seperti keluarga Nadine, namun kali ini ia duduk sendirian.

"Non mau makan apa?" Tanya wanita tua tersebut tanpa melihat majikannya dan masih sibuk dengan masakan yang ia buat.

"Tiba-tiba ga nafsu makan deh Bi." Gadis tersebut menyangga dagu sambil menatap wanita yang tengah sibuk tersebut. "Eh Bi!"

"Eh copot copot!" Bi Suti memegang dadanya sambil menatap Nadine yang terkekeh. "Mbok jangan ngagetin gitu to non. Kan saya lagi masak buat makan malem!"

"Iya bi maaf." Nadine terkekeh lagi. "Bi aku tadi ngalamin hal aneh."

"Hal aneh apa to non?" Bau sedap dari panci penggorengan didepan Bi Suti tercium nikmat, setelah wanita tersebut memasukan sesuatu kedalamnya.

Baru saja Nadine akan memulai bercerita, ayah dan ibunya tiba-tiba datang. Terdengar dari suara pintu utama yang terbuka dan ucapan salam dari suara kedua orang tuanya.

Nadine ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang