Pentas Seni

2.1K 160 8
                                    

Pukul 7 pagi, semua panitia sudah harus berkumpul di sekolah. Ruang rapat dipenuhi orang-orang yang mengenakan kaos panitia berwarna putih. Aku mengikat rambutku dan membiarkan beberapa helai anak rambut terurai membingkai wajahku. Aku mengalungkan papan nama panitia di leherku. Dengan persiapan panitia yang sudah matang, aku yakin acara ini akan berjalan lancar.

Kudengar Chen akan tampil nanti. Dia menjadi vokalis di band-nya. Aku nggak terlalu kenal dengan band Chen. Aku cuma kenal dengan drummer-nya, Kak Chanyeol. Siapa yang nggak kenal dengan si jangkung idola semua wanita itu? Mereka pasti bakal keren di atas panggung.

Sejak kemarin, aku nyuekin Sehun. Yah, pasti dia gak sadar kalau aku cuekin. Pokoknya, aku nggak sibuk nanyain kabar dia sejak aku lihat dia pelukan sama Daniva kemarin. Sebenernya aku pengen ngelabrak Daniva, tapi Rania melarangku. Aku juga pengen ngeluarin semua kemarahanku ke Sehun, tapi Rania juga melarangku. Alasannya supaya aku fokus ke pensi dulu. Ada benarnya, sih, makanya kuturuti.

Lagian dengan diemin Sehun kayak gini, aku nggak rugi-rugi amat. Dari awal pacaran, perhatianku sepenuhnya tertuju ke Sehun. Tapi apa yang aku dapat? Balasannya mungkin nggak lebih dari 5%. Mungkin ini saatnya aku mengalihkan perhatianku ke arah yang lebih penting.

Toh, aku selalu mengobrol dengan Chen melalui LINE jadi aku nggak kesepian.

Ternyata Chen lebih ramah dari kelihatannya. Dia perhatian dan lucu, pintar mencari topik, membuat lawan bicaranya tidak bosan berbicara dengannya. Berbanding terbalik dengan Sehun.

Ketua panitia menginstruksikan seluruh anggota untuk mulai berjaga di tempatnya masing-masing. Karena tugas bagian dekorasi sudah selesai, maka anggotanya dibagi ke setiap seksi yang butuh pertolongan. Aku dimasukkan ke seksi keamanan. Ketua seksi keamanan langsung menyuruhku untuk berjaga di belakang panggung saja karena aku perempuan. Baguslah, aku nggak perlu capek-capek memantau keadaan luar, cuma belakang panggung tempat para penampil menunggu giliran.

Matahari mulai naik saat jam 9. Cuaca sangat bersahabat karena tidak terlalu panas dan tidak hujan juga. Penonton pun mulai ramai berdatangan. Kebanyakan meramaikan bazaar makanan. Aku juga tadi sempat ke bazaar dan membeli takoyaki. Pentas seni ini menjadi semacam festival sekolah karena semua peserta bazaar adalah siswa sekolah kami.

"Woy!" Seseorang menepuk pundakku. Tak perlu aku berbalik badan, orang itu sudah muncul di hadapanku. Ia menyeringai.

"Kenapa, Baek?" tanyaku.

"Duileh. Serius amat, Mbak," godanya.

Aku memutar bola mataku. "Ada apa, sih?"

"Ya, gak ada apa-apa, sih. Cuma mau nanya aja."

"Yaudah, to the point aja kenapa, sih?"

Kening Baekhyun berkerut. "Elo marah sama gue?"

"Kenapa juga gue marah sama elo?"

"Kok lo jutek gini?" tanyanya dengan wajah sedih.

Aku tersentak. Iya juga, ya? Kenapa aku jutek sama si cabe satu ini? Dia, kan, gak ada salah.

"Lo badmood? Pms? Uang bulanan belum cair? Video bokep lo kesebar?"

Aku menoyor kepala Baekhyun. "Otak lu, ye. Kalo cuma itu yang lo tanyain mending lo keluar sekarang karena backstage ini cuma buat kru sama orang-orang yang mau nampil. Apa elo mau nampil juga? Mau jadi sigale-gale?"

"Sigale-gale apaan?"

"Auk. Udah, deh, enyahlah engkau dari hadapanku, wahai Byun Baekhyun!" seruku sambil mendorong lengannya.

"Gue bukan mau nanya itu, tau. Nggak usah ge-er, ngapa. Gue mau nanya," Baekhyun mendekatkan tubuhnya padaku lalu berbisik, "Chanyeol kapan nampil?"

The Closer I Get To YouWhere stories live. Discover now