part 2

8.4K 273 5
                                    


    Tokk...tokk...tokk, ketukan pintu terdengar jelas dalam ruangan bernuansa biru muda, gadis cantik berkulit putih itu melirik sekilas kearah pintu,

"Siapa?" serunya dari tempat ia duduk, matanya masih memeriksa dokumen - dokumen dihadapannya sesekali tangannya bergerak menandatangani atau memberi tanda pada perjanjian yang dianggapnya ganjil,

"Mang Ujang non, nganter makan siang" suara dari arah pintu terdengar jelas,

"Masuk mang," izin Ema pada supirnya itu, Ema memandangi supirnya itu. Untuk menjadi seorang supir, mang Ujang memang terlalu tampan. Dari tatapan mata dan gerak geriknya mang Ujang tampak teduh dan begitu berwibawa, kulitnya cukup bersih dengan suara tegas dan lembut. Untuk wajahnya, Ema tidak terlalu yakin. Mang Ujang selalu menghindar dan bekerja menggunakan masker, ia beralasan bahwa wajahnya rusak karena kecelakaan yang menimpanya beberapa tahun silam.

"Non.." panggil mang Ujang lagi seraya menepuk pundak nonanya itu,

"Eh iya mang, kita makan bareng mang. Mamang pasti juga belum makan kan?" ajak Ema seraya berpindah ke kursi panjang di sisi kanan ruangan.

Keduanya berjalan beriringan, Ujang tampak membukakan makanan yang ia beli di rumah makan terdekat. Paha ayam Krispy dan satu porsi ayam bakar terpampang jelas meningkatkan selera, tanpa pikir panjang Ema memiringkan bagian mang Ujang dan membagi nasi yang penuh itu menjadi dua.

" Enggak usah non," tolak pria itu pelan,

"Loh, ayo makan mang. Mana bisa saya makan sendiri,"ucap Ema sedikit memaksa,

"Nanti, tolong belikan satu lagi untuk bi Ijah dirumah ya mang." Lanjut Ema sebelum memasukan satu suapan penuh kedalam mulutnya,

"Ya non,tapi saya makan dirumah saja non," jawab Ujang,

"Yasudah, tidurlah mang jika kamu letih. Aku akan menghabiskan makananku sebelum jam istirahat berakhir," ucap Ema seraya melirik sopirnya,

"Boleh non?" tanyanya seraya membaringkan tubuhnya di salah satu kursi panjang diruangan itu, Ujang tampak melirik nonanya itu. Ia memang majikan yang terlalu baik, sungguh beruntung dirinya bisa makan bersama dengan nonanya itu. Menatap senyumnya setiap saat,

Ema mengangguk mantap mengizinkan sopirnya itu istirahat diruangannya,

Tokk...tokk..tokk..

Suara ketukan pintu mengagetkan keduanya, keduanya tampak menoleh kearah  pintu, Ema segera membereskan sisa - sisa makanannya.

"Masuk," ucapnya seraya melirik mang Ujang seolah berkata 'lanjutkan saja tidurnya' mang Ujang mengangguk pelan,

Seorang gadis cantik dengan rok diatas lutut masuk kedalam ruangan, bajunya ketat memperlihatkan lekuk tubuhnya,

"Ada masalah diproyek kita Bu," ucapnya seraya berjalan ke meja Ema,

"Duduklah Sa, jelaskan padaku," Ema memerintah,

Sasa melirik kearah mang Ujang, seolah berkata 'masih ada dia Bu,' Ema tersenyum, "Katakan saja Sa, tidak apa dia supirku," Sasa tampak kaget mendengar ucapan nonanya. Pria itu supirnya? Kenapa terlihat familiar seperti..?

"Ada apa sa? Apa kau menyukai sopirku?" goda Ema pada sekertarisnya itu,

"Ehh, mana mungkin Bu," ucap gadis itu seraya berbalik.

"Eh anu Bu, kami menemukan ada kecurangan dari perusahan xxx bu," ucap Sasa serius.

"Kecurangan seperti apa sa? Tidak mungkin mas Rehan kecolongan begini," ucap Ema seolah membantah ucapan sekertarisnya itu,

"Kami menemukan kejanggalan Bu, habisnya bahan untuk membangun mall tidak sesuai dengan laporan yang diberikan. Ada sejumlah uang yang hilang dari perhitungan padahal jika diperhitungkan dengan seksama untuk konsumsi sudah diambilkan dari dana yang lain," jelas Sasa panjang lebar, otaknya terus berfikir siapa dalang dibalik semua ini,

"Bagaimana dengan pembangunannya Sa?" tanya Ema khawatir,berkurangnya dana tentu akan membuat pengurangan bahan baku yang membuat pondasi yang kurang atau bahkan tidak kokoh sama sekali,

" Pembangunan masih berlangsung,"

Ema memotong ucapan sekertarisnya cepat,"perlambat pembangunannya, tolong panggilkan pemborongnya kemari aku akan menyeledikinya," ucap Ema yakin, mendengar keputusan bosnya, Sasa segera meninggalkan ruangan itu.

***

  Disisi lain, Rehan cukup kebingungan dengan laporan yang diajukan sekertaris istrinya itu. Pasalnya yang menjadi rekan bisnisnya adalah perusahaan sahabatnya. Tidak mungkin sahabatnya melakukan hal demikian, ia harus memeriksanya.

"Non, saya mau membeli makan untuk mbok Ijah" pamit Ujang kepada Ema,

"Ya mang, hati - hati" ucap Ema tanpa memalingkan wajahnya,

****

Diperjalanan Rehan terhenti disebuah lahan, dihadapannya berdiri sebuah bangunan yang belum selesai dibangun. Belum 30% berdiri tandanya pemborong menyesuaikan bahan dengan uang yang masuk kepada mereka,

"Pak Rehan datang?" Seru seseorang yang menjadi mandor disana,

"Bisa saya berbincang - bincang sebentar pak?" tanya Rehan sopan, sang mandor tampak sedikit memincingkan mata menatap baju yang dikenakan bosnya tapi tampaknya ia tak bisa menanyakan perihal itu lebih lanjut,

"Pak tolong ambil nasi kotak didalam, yang plastik biru jangan diambil," lanjutnya saat melihat para tukang makan dengan lauk seadanya,

"Terima kasih pak," seru salah satu tukang itu seraya membawa dua kantong plastik putih besar berisi nasi kotak dan es campur. Rehan tersenyum melihat tukang - tukang itu terlihat menikmati yang ia bawa, tak lupa ia mengajak sang mandor menjauh dari yang lain,

"Siapa yang selama ini mengirimkan uang kepadamu Rul," tanya Rehan pada sahabatnya itu, ya mandor yang ia percaya memang sahabat terdekatnya semasa sekolah dulu.

"Ada apa Han? Apa kamu tak mempercayai aku. Aku menggunakan bahan yang kalian kirimkan dengan perhitungan yang sesuai hanya saja ini semua membuat kelambatan pembangunan, kalian mengirimkan terlalu sedikit bahan,"

"Apa maksud Rul, aku mengira ada orang yang sengaja mengambil keuntungan dari proyek ini. Kau tau juga Ahmad rekan kerjaku tak mungkin melakukan itu begitu juga denganmu jadi aku berusaha turun kesini untuk mencari tahu dari mu langsung," ucap Rehan menjelaskan,

Kring..kring..

Handphone Rehan berbunyi, nama Ema tertulis di layar ponselnya,

"Tunggu sebentar Rul, aku ada urusan,"

Arul melihat sahabatnya, ia yakin Rehan tengah menjawab telepon dari istrinya. Arul tak habis pikir dengan pria itu, bagaimana bisa ia terus bersembunyi dari gadis itu. Jelas - jelas Rehan sudah sah menjadi suaminya meski semua orang pun tau saat ijab qobul berlangsung Ema tetap enggan menemui laki - laki itu. Ema tak datang diantara mereka, meski begitu Ema tetaplah sah menjadi istri Rehan, sah secara agama dan negara sebab ayah Ema lah yang menikahkan mereka.

Rehan tampak kembali dengan tergesa-gesa, esok aku akan datang lagi . "Aku harus menjemput Ema sekarang, dan membawanya kemari untuk mengunjungi proyek," seraya kembali menjauh dari Arul,

Bersambung...

Supirku SuamikuWhere stories live. Discover now