Meludah ke langit

63 2 0
                                    

Cuaca begitu bagus ketika minggu siang, di sebuah perumahan cukup mewah terlihat ramai.

Di jalanan kompleks yang lapang, tampak anak-anak sedang bermain. Beberapa diantaranya terlihat orang dewasa yang sedang bercengkerama, sembari mata yang tetap awas menatap anak-anak.

Tak jauh dari sana, di salah satu rumah, tepatnya di sebuah ruang keluarga, terdengar rengekan dari seorang wanita.

"Makk, masaa enggak boleh, sih?" rengek wanita tersebut. Kelakuan yang sama sekali tak mencerminkan wanita matang di usia awal 30. Airen namanya, wanita lajang yang tak sadar umur tersebut  sedang bergulingan di atas karpet.

Minggu kali ini keluarganya berkumpul di rumah. Ada si abang dan keluarga kecilnya datang, untuk makan siang bersama. Rutinitas setiap dua kali seminggu setelah Naren--si abang--menikah. Dan Airen semenjak tiga hari yang lalu sedang berusaha membujuk orangtuanya, tepatnya si mamak.

Liburan yang sudah di depan mata terancam batal karena si mamak yang belum memberi ijin. Padahal sudah jauh-jauh hari Airen meminta ijin, dan kala itu mamak menyetujui. Entah kenapa mendadak si mamak tak memberi ijin.

Wanita yang berusia pertengahan 50 itu tetap fokus memandang televisi--pura-pura--menonton sinetron azab, mengabaikan rengekan anak gadisnya. Sedang Herlin--kakak iparnya--bermain gadget di sofa, sesekali melirik ke arahnya dengan bibir yang tersenyum menyebalkan. Sementara si Bapak, abang dan si kecil Momo, bermain di luar.

" .... "

"Aii sudah beli tiket, loh. Masa enggak boleh. Bapak saja bolehin," ujarnya lagi. Herlin menoleh prihatin meski wajahnya sama sekali tak menunjukkan rasa iba pada adik iparnya itu.

"Enak? Enak?" usil Herlin. Kelakuan 11 12, degilnya.

Entahlah, apa si mamak harus senang atau menangis ketika anak lelakinya malah terjebak dengan perempuan yang kelakuannya sama dengan Airen. Hanya saja Herlin masih di level menengah. Masih bisa diatur, kalau dinasehatin langsung nurut. Berbeda dengan anak gadisnya.

"Ish. Apa, sih, kak? Minta di cucuk, deh," balasnya.

"Leh ugak dicucuk, tapi pakai cucukan si abang, ya," balasnya nakal membuat Airen yang merungut mendadak tertawa. Vavi, kakak iparnya.

"Terosss. Teroskan omongan kalian. Untung Momo di luar sama Opung Doli dan si abang. Bisa rusak si kocik dengar omongan tak berbobot dari mamak dan bou nya," omel si Mamak.

"Dan sekali lagi mamak bilang, enggak ada kata pergi. Nak Annest pun, lucu mamak bilang. Baru kali ini pula mamak dengar perusahaan ngijinin cuti sebulan. Kecuali kalau melahirkan. Ini enggak, cuman buat holidey. Mamak telanjangi juga bosmu itu," cibir si mamak dengan muka sebel tapi ena juga. Asem.

"Itu kan, reward untuk Aii, mak. Gegayaan mamak, nih, kesel tapi muka senyam-senyum mesum," balas Airen.

Herlin tertawa keras sementara si mamak sudah berada di dunia lain. Entahlah, mungkin masih membayangkan bosnya bertelanjang dada. Dada? Hmm ... tentu saja hanya dada, karena cuman sebatas dada telanjang yang pernah mamak lihat. Di pantai dan sehari setelah pernikahan bos nya dua bulan yang lalu.

Pernikahan terunyu yang pernah Airen hadirin. Bukan, bukan berarti pernikahan yang pernah ia hadiri selama ini tidak manis. Hanya saja, ini terasa berbeda. Airen seolah ikut menyatu dalam khusyuknya pernikahan tersebut. Berbahagia atas menyatunya bosnya dan Saga. Terharu dengan seluruh keluarga besar bosnya yang menerima Saga dan Ibunya dengan tangan terbuka lebar.

Yah, keduanya adalah lelaki. Dua orang pria yang sudah menjadi bagian di dalam kehidupan Airen saat menapaki dunia pekerjaan. Nyaris 10 tahun menjadi sekretaris seorang bos yang tampan luar binasa, Annest dan memiliki Saga, partner kerjanya yang sempurna. 

Mengetahui bos dan partnernya memiliki hubungan spesial membuat Airen kaget. Hanya sebentar sebelum kemudian ikut berbahagia. Satu setengah tahun kemudian, keduanya akhirnya mengikat janji setia di Belanda. Dua bulan yang lalu tepatnya.

Perjalanan cinta yang cukup membuat Airen kagum dan terpesona. Keduanya bukannya tak mengalami kendala dalam hubungan mereka. Di negaranya, mencintai sesama masih hal yang tabu dan bahkan jika kau tak memiliki nilai tinggi di lingkungan sekitarmu, kau akan mati dengan perlahan. Itu lah mengapa hanya orang-orang terdekat yang mengetahui fakta tersebut.

"Pokoknya mamak enggak ijinin. Sebulanan di negara orang. Mau ngapain lama-lama di sana?" Tanya si Mamak dengan mata mendelik membuyarkan Airen dari lamunan tentang bosnya dan Saga.

"Aii mau jual jembut di Jepang. Ishhh kesalllll. Mamak, nih," raungnya. Matanya berkaca-kaca menatap si mamak yang dengan cueknya kembali fokus menonton televisi. Mengabaikan dirinya yang meraung nista di atas karpet. Sementara Herlin terkikik.

"Nangis ... kekanakan," ejek Herlin.

"Mamak, nih, jahat," raung Airen, sesunggukan. "Kan Aii tinggal di rumah Sora, Mak. Enggak macem-macem juga. Kami kan berangkat bersepuluh, Mak. Mamakkkkkkk ...."

Mamak menggeleng tak peduli,"Lebih jahat Aii sama mamak."

Airen menghentikan sesunggukannya dan menatap si mamak, "Kok, jadi Aii yang jahat?"

Herlin menggelengkan kepala, menatap payah Airen yang lupa akan sesuatu.

"Meludah ke langit. Lupa, ya? Siapa yang seminggu lalu batal nyusul mamak ke arisan?" Herlin mengingatkan dengan wajahnya yang luar biasa menyebalkan. Grrr ....

Airen terdiam dan menatap mamaknya.

"Jadi Mamak balas dendam ceritanya?"

Si mamak membalas dengan dagu terangkat tinggi.

"Padahal Mamak mau ngenalin seseorang, loh," tambah Herlin lagi.

"Eh?"

*****

Opung/Ompung Doli = Kakek

Namboru = Kakak atau adik ayah kita yang perempuan yang sudah Nikah/Belum.

PseuCom
nisaa_lu
Yes_yez



Trouble Wedding - AirenWhere stories live. Discover now