Part 20

11.5K 946 3
                                    

Arka lebih cepat sampai ke pintu dan mencabut kuncinya. Ia panik dan tidak menyangka Lana akan semarah itu. "Lan..maafin aku."

"Mana kuncinya?" Lana berteriak.

"Lan..." Arka menghampiri Lana.

"Jangan pegang-pegang gue. Mana kuncinya?" Amarah sudah menguasai Lana. Arka sudah menyakiti perasaannya dan menuduhnya yang tidak-tidak.

"Aku ga maksud bilang begitu." Arka berusaha menyentuh Lana.

Lana mendorong tubuh Arka dan beranjak masuk ke kamar mandi. Pintunya segera di kunci. Tubuhnya masih bersandar di pintu dan perlahan merosot ke lantai. Air matanya sudah jatuh dari tadi.

"Aku ga suka kamu masih seperti kasih harapan ke Erlangga Lan. Lelana, maafin aku...please." Arka mengetuk pintu kamar mandi. Tidak ada sahutan tapi Arka mendengar Lana yang masih menangis.

Sudah 15 menit Lana didalam. Tangisnya sudah berhenti, tapi ia masih enggan beranjak dari duduknya. Saat-saat seperti ini ia merasa kesepian. Kenapa Arka tidak mengerti apa yang dia rasa? Apa dia bersalah pada Erlangga? Lana tidak merasa memberikan harapan apapun kecuali ingin sekali membuat Arka cemburu. Karena Lana pun tidak tahu apa yang Arka rasa. Laki-laki itu tidak berkata apa-apa. Cemburu? Cinta? Jika ya, apa ia pantas untuk Arka? Dengan semua masa lalunya? Bagaimana jika Arka tahu tentang itu?

"Lana, buka pintunya please. Sudah kelamaan kamu di dalem, kedinginan nanti."

Lana berdiri lalu mencuci wajahnya di wastafel. Ia membuka pintu dan menemukan Arka berdiri dihadapannya.

"Mana kuncinya?" Suara Lana sudah datar seperti biasa. Arka tidak bergeming.

"Bisa ga lo stop jadi orang brengsek yang suka memaksakan kehendak?" Mata Lana menatap Arka. "Mana kuncinya?"

"Maafin aku Lan, aku ga bermaksud begitu." Arka tahu, jika ia membiarkan Lana pergi kemungkinan besar gadis itu menghilang lagi. Jadi kunci apartemen tidak ia berikan pada Lana.

"Oke. Ternyata lo lebih pilih jadi orang brengsek." Lana melepas outernya, meletakkan tasnya di sofa lalu pergi ke kamar Arka. Lelah karena menangis dan sadar benar bahwa Arka tidak akan melepaskannya, Lana merebahkan tubuhnya miring di pinggir tempat tidur menghadap jendela. Sudah ada suara Camila Cabello di headset yang sudah terpasang di telinganya.

Arka menghampiri Lana di tempat tidur. Lalu ia berjongkok menatap wajah Lana. Mata gadis itu masih basah tapi terpejam. Hidungnya merah karena menangis. Tangan Arka mengelus rambut Lana. "I'm sorry."

"Can you please at least just leave me alone now?" Suara Lana serak karena ia mulai menangis lagi.

Arka hanya bisa diam memperhatikan Lana, menyesal karena dengan bodohnya ia berkata sembarangan dan membuat gadis itu menangis. Sekarang, ia harus menerima sikap Lana yang dingin. Karena tidak tahu harus berbuat apa, Arka berbaring miring disebelah Lana yang membelakanginya. Ia menatap punggung Lana sambil tangannya menyentuh rambut Lana yang panjang perlahan. "Maafin aku Lan. Maafin aku..."

Lana tidak mendengar apa yang Arka ucapkan. Volume ipod nya sudah ia besarkan. Matanya yang basah menatap senja yang mulai turun dari jendela. Telinganya masih mendengarkan irama yang mendayu sampai akhirnya ia tertidur.

Loving you was young, and wild, and free
Loving you was cool, and hot, and sweet
Loving you was sunshine, safe and sound
A steady place to let down my defenses
But loving you had consequences

(Camila Cabello - Consequences)

***

Arka terbangun lebih dulu. Hari masih malam. Lana masih tidur dengan tenangnya. Perlahan Arka menyingkirkan ipod dan head set dari tangan Lana lalu menyelimuti tubuh Lana. Wajah Lana yang tertidur mengingatkan ia saat Lana sakit dulu, saat ia pertama mencium Lana di keningnya. Arka sudah jatuh cinta pada gadis itu sejak itu. Gadis yang dibawa ayah kerumah untuk menjadi adiknya. Arka tidak pernah menganggap Lana sebagai adik. Dulu karena ia membenci Lana, sekarang karena ia mencintainya.

The Stepsister [Completed]Where stories live. Discover now