32. Pintu Surgamu Bukan Beban

540 83 2
                                    

Serial BEST FRIENDS – 32. Pintu Surgamu Bukan Beban

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2019, 22 Maret

-::-

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan."

[ QS. Al Isra' (17) : 24 ]

-::-

Nora melambaikan tangannya begitu melihat Erika di depan sana. Kami berdua bergegas menghampiri Erika yang menunggu. Ini adalah hari Ahad jam sembilan pagi, dan kami berdua berada di satu rumah sakit dalam rangka menjenguk ayah dari Erika yang sedang dirawat sejak dua hari yang lalu.

"Assalamu'alaykum," sapaan Nora terdengar dan dibalas oleh Erika dengan sekenanya.

Aku maklum, karena wajahnya, Erika terlihat letih sekali. Mungkin tugas jaga malam yang baru saja dilaluinya membuatnya kurang tidur.

"Terima kasih kalian sudah mau datang," kata Erika seraya mengembuskan napas pelan.

"Jangan begitu, kami kan temanmu," sahut Nora.

Erika memang teman kami. Dia berada di kelas yang sama denganku dan Nora. Tapi usia kami berbeda. Dia berusia tiga puluh tahun meski sekelas dengan kami. Erika sudah menikah ketika dia berusia dua puluh tiga tahun. Sekarang sudah punya dua anak. Yang paling besar berusia empat tahun, dan yang paling kecil berusia setahun.

"Ini," kataku, "kami membawa sedikit untukmu menjaga beliau."

Aku menyodorkan kantung plastik berisi makanan dan minuman yang sengaja kami beli untuk Erika atau siapa pun yang menjaga ayahnya. Sebab ayahnya dikabarkan tidak sadarkan diri sejak masuk ke ruang ICU ini.

Sepengetahuanku, ayahnya menderita penyakit diabetes dengan angka gula darah yang tinggi. Nyaris tujuh ratus. Beliau pingsan dua hari yang lalu setelah mengonsumsi banyak sekali nasi, lantas dilarikan ke rumah sakit ini.

Kasihan sekali Erika, dia anak tunggal dan bukan berasal dari keluarga yang kaya. Ayahnya tinggal bersama keluarga kecilnya sebab sang ibu sudah lebih dulu tiada sekitar lima tahun yang lalu.

"Terima kasih," kata Erika, "Sebenarnya tidak perlu repot-repot. Kalian datang saja, aku sudah senang."

"Tidak apa-apa," kata Nora. "Selagi ada rezeki."

"Iya, semangat ya, Erika!" tambahku.

"Oh iya, bagaimana keadaan ayahmu?" tanya Nora kemudian. "Ada kabar baik?"

"Dia sudah sadar, dan marah-marah padaku," kata Erika dengan raut sendu. Matanya terlihat nanar ketika melirik Nora. "Aku capek."

Nora mengelus pundaknya. Membiarkan Erika menangis di dekatnya.

"Sabar. Ini jalan untuk menggugurkan dosa beliau, dan meningkatkan amal ibadahmu."

Penjelasan Nora membuatku tertegun. Selalu takjub mendengar kalimatnya yang tenang dan menenangkan.

"Aku capek, Nora," keluh Erika, "aku berusaha merawatnya tapi dia hanya membalasku dengan kata-kata yang buruk. Dia menyebutku sebagai anak yang tidak pandai berterima kasih. Aku capek!"

"Tenanglah, Allah tidak tidur," ucap Nora.

"Iya, tapi tetanggaku juga mulutnya tidak tidur," keluh Erika lebih lanjut. "Mereka membicarakanku sebagai anak yang kurang ajar kepada ayahku. Hanya karena aku menasihati ayahku agar tidak makan nasi secara berlebih dan menyarankannya untuk jalan-jalan, bergerak agar kadar gula darahnya menurun. Aku bukan anak kurang ajar. Aku merawat ayahku sebisa yang aku mampu. Aku bukan anak kurang ajar!"

[✓] Best FriendsWhere stories live. Discover now