11. Apa-apaan nih

239 56 14
                                    

"Iya Han, libur dia ... putrinya sakit di Solo."

"Beres, nanti aku bilangin dia deh, Sar."

"Aku tunggu ya, Han. Kalo belom sarapan bilang aja suruh sarapan di sini."

"Dia gak biasa sarapan, Sar. Eh, dia turun ... aku matiin dulu."

Tutt.

Lagi-lagi hari Senin, padahal baru saja Chalista mengikuti Ujian Tengah Semester di hari Senin sebelumnya. Ah, rasanya hari Minggu kemarin tak terasa sama sekali.

Gadis berseragam, lengkap dengan tas punggung dan juga sepatu hitamnya itu melangkah pelan, menuju pos satpam.

Niatnya ia akan bertanya kepada Pak Satpam, apakah hari ini Pak Firman datang atau absen. Tapi, tungkainya terhenti saat netranya menangkap keberadaan orang yang tak asing di depan pagar.

Punggung lebar, dengan kemeja putih yang sengaja di balut jaket kulit berwarna hitam di pagi hari, membuat Chalista terdiam sejenak untuk berpikir.

Dengan langkah pelan ia terus menggerutu, "Siapa sih?"

Jika dilihat dari postur tubuhnya, memang tak asing. Apa lagi ditambah dengan ...

Gue tau nih ...

***

"Nak, ngantor agak siangan ya?" Hani bertanya.

Saat ini mereka akan sarapan. Burhan yang melahap nasi goreng mengangkat kepalanya karena ingin tahu pembicaraan apa yang akan menjadi topik utama istrinya kali ini.

"Iya, Ma. Kenapa?"

"Itu ... anaknya Tante Sari gak ada yang nganterin, sopirnya libur."

"Oh, abis ini aku ke sana."

Hani tersenyum penuh kemenangan. Putranya ini benar-benar punya pemikiran yang dewasa, bahkan tanpa mengutarakan niatnya pun Nathan tahu apa yang dimaksud sang ibunda.

Putra Hani tak sarapan? Tentu saja jawabannya tidak. Hani mendidik putra semata wayangnya agar selalu sarapan. Jadi jangan percaya ucapan Hani di telepon barusan.

***

“Ngapain?”

Mendengar suara lembut menyapa pendengarannya Nathan berbalik. “Jemput.”

Gadis yang selalu bangga dengan hasil cepolan di kepala, memutar bola matanya malas. “Jemput siapa?”

“Kamu.”

“Gue? Nebeng lo gitu?” Eh. Chalista jadi salah tingkah sendiri lantaran melupakan bahwa selisih usia mereka cukup jauh. Tak sopan bukan jika berbicara menggunakan bahasa gaul dengan orang yang lebih tua dari kita.

Kali ini pagi tampak cerah, bahkan matahari sudah berdiri dengan gagahnya, menyorot dua insan yang tanpa mereka sadari saling menukar pandang.

Tanpa bersuara, Nathan mengangguk mengiyakan. Chalista menyengir tak jelas, berusaha menolak secara halus. "Hehe ... punten, kayaknya gausah sok baik deh kamu, aku bisa berangkat sendiri."

HEART HARBOURWhere stories live. Discover now