Chapter 6

158 60 52
                                    

Budayakan vote sebelum membaca yah😊

***

Jangan terlalu baik ke semua. Hati orang enggak ada yang tahu, nanti susah ngadepin orang lain yang ke bawa perasaan.

***

Pagi adalah waktu yang seharusnya membawa banyak kebahagiaan karena manusia baru saja bangun dari alam mimpi untuk mewujudkan banyak mimpi. Berbeda dengan Ana, gadis yang sudah memakai seragam lengkap ini tidak merasakan pagi yang membahagiakan karena saat kakinya menginjak lantai dasar dan akan menuju ruang makan untuk menyantap masakan mamahnya yang super lezat itu, telinganya mendengar bentakan-bentakan dengan nada tinggi yang Ana tahu pasti siapa pemilik suara tersebut

Hilang sudah nafsu makan yang barusan tumbuh, dia segera melangkahkan kaki meninggalkan rumahnya atau tepatnya meninggalkan segala perasaan marah dan sedihnya karena Amanda lagi-lagi diperlakukan tidak baik oleh suaminya, papah Ana.

Ana berjalan cepat untuk sampai di depan gang. Dia tidak mau matanya meneteskan bulir air yang seharusnya memang tidak jatuh di pagi hari ini.

“Ana benci papah.” Umpatnya dengan suara tertahan.

Gagal. Ana gagal mencegah matanya untuk tidak menangis. Di depan gang, tempat biasa Ana menunggu angkot untuk pergi ke sekolah Ana tidak bisa lagi menahannya. Ana menangis, kepalanya tertunduk.

“An”

Satu tepukan pelan di bahu Ana membuatnya terpaksa mengangkat kepala untuk mengetahui si pelaku.

Ana terkejut saat tahu orang yang baru saja menepuk bahunya dan sekarang sedang menatapnya tanpa berkedip.

Are You oke?

Pertanyaan Zaky membuat Ana sadar kemudian dengan cepat menghapus air mata yang hampir saja jatuh dan bercak air mata yang sudah terlanjur jatuh. Ana hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Lo mau berangkat sekolah?”

Lagi-lagi hanya anggukan kepala jawaban yang Ana berikan.

“Tunggu di sini” setelah mengatakan itu Zaky meninggalkan Ana pergi entah ke mana.

Satu minggu sudah Ana tidak bertemu pria beralis tebal itu, mengingat Zaky memang tidak masuk sekolah selama satu minggu yang lalu membuat Ana sedikit canggung untuk kembali bercakapan dengannya.

“An” satu panggilan lagi menyebut namanya membuat Ana segera menegakkan kepala.

“Ayo naik” Titah Zaky seraya tersenyum menampilkan lesung pipit di kedua pipinya.

“Kamu..”

“Tanyanya nanti aja, sekarang mending lo naik. Ayok.”

Dengan ragu Ana  berjalan menghampiri Zaky yang sudah duduk di atas sepeda yang Ana sendiri tidak tahu asalnya dari mana. Tidak ada tempat untuk penumpang di sepeda itu, membuat Ana hanya bisa berdiri bingung di samping Zaky.

Melihat Ana yang hanya diam Zaky mulai mengerti kebingungan Ana.

“Kaki lo naik di sini” sambil membuka jalu yang sedari tadi tertutup Zaky memerintahkan Ana agar segera naik.

Sei MeinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang