Hidup 7

218 43 14
                                    

Setelah kejadian tak terduga Lucas di kamar Xiao Jun, Lucas langsung menarik Jungwoo untuk kembali teleportasi mengikuti keinginan Lucas. Lucas dan Jungwoo duduk canggung di atap sebuah hotel yang memiliki hiasan imitasi perkemahan. Sebenarnya hanya Jungwoo sendiri yang merasa canggung. Dia malu karena menangis dan perkataan Lucas juga sikap Lucas padanya.

"Aku mendengar tempat ini dari salah satu pengunjung apple pub." Lucas memecah keheningan canggung di antara mereka.

Jungwoo mengangguk dan bergumam menanggapi Lucas.

"Kau suka?" Tanya Lucas menoleh ke sebelah kirinya.

"Hah? Oh, ya!" Gugup Jungwoo karena Lucas melihatnya.

Lucas mendesah lelah. "Kenapa gugup seperti itu?"

"Si-siapa yang gugup? Ha ha." Jungwoo menengadah tinggi mencoba mengalihkan pandangannya dari Lucas. Jika dia manusia, saat ini dia akan menyisip minumannya guna menghindari pandangan Lucas dan menutupi kecanggungannya.

"Jangan mengalihkan pandanganmu." Serang Lucas tetap sasaran.

"Siapa yang-! Bintangnya indah ya!" Jawab Jungwoo masih bertahan dengan posisinya. Jungwoo ingin kabur! Aneh sekali ketika tiba-tiba merasa canggung di dekat Lucas. Mereka tidak seharusnya canggung seperti ini!

"Aku tidak akan mengalihkan pandanganku darimu." Kata Lucas lebih seperti berjanji pada dirinya sendiri.

Jungwoo gusar. Dia tidak tahu harus menanggapi Lucas bagaimana. Akhirnya Jungwoo memilih diam memandang taburan bintang di atas mereka.

"Kau... berjanji tidak akan pernah meninggalkanku sendiri?" Tanya Jungwoo akhirnya.

"Aku berjanji." Jawab Lucas cepat.

Senyum tipis mengembang di bibir Jungwoo. Ada rasa senang yang menyelinap masuk. Jungwoo tidak mengerti bagaimana rasa senang itu muncul, yang pasti dia berpikir untuk menikmatinya.

Tanpa permisi Jungwoo meletakkan kepalanya di bahu Lucas.

"Maafkan aku. Sepertinya aku yang membuat suasana menjadi canggung. Aku tidak seharusnya seperti ini. Kau temanku satu-satunya di dunia ini. Aku senang kau bersama denganku sejak kita mati."

Lucas merasa lega karena Jungwoo kembali bersikap biasa. Dan... "ya. Teman akan selalu bersama." Gumamnya menarik pinggang Jungwoo dengan tangan kirinya mendekat ke dalam pelukan.

"Lalu, ke mana tujuan kita selanjutnya?" Tanya Jungwoo dengan nada antusias.

"Hmm..." Lucas berpikir sejenak. Dia tidak memiliki rencana sama sekali.

"Mencari tempat tinggal?" Usul Jungwoo sambil menatap Lucas menanti tanggapannya.

Lucas membalas tatapan Jungwoo. "Tempat tinggal? Apakah itu perlu? Kita bukan manusia. Apa gunanya tempat tinggal?"

"Maksudku untuk malam ini."

"Kita bahkan tidak butuh tidur, Jungwoo."

"Kita butuh tempat untuk menetap, Lucas. Setidaknya itu yang aku pikirkan."

"Apa? Kau ingin menjadi hantu rumahan? Bagaimana dengan perjalanan kita ke ujung dunia?"

Jungwoo mendengus mendengar istilah baru dari Lucas. Dia tidak lupa dengan perjalanan mereka ke ujung dunia. "Kau ingin terus gentayangan?"

"Bukankah itu lebih seperti hantu?"

Jungwoo mengangguk setuju. "Tapi..."

Lucas melepas pinggang Jungwoo. Kedua pipi Jungwoo ditangkupnya. "Baiklah. Tidak ada salahnya memiliki sebuah tempat khusus. Itu bagus. Saat lelah menjelajah dunia kita bisa kembali dan istirahat. Saat memiliki masalah dengan hantu lain kita bisa kabur bersembunyi di sana."

Jungwoo tersenyum lebar mendengar jawaban positif Lucas.

"Baiklaaaah. Tapi malam ini mari melihat bintang bersama." Akhir Jungwoo sambil tersenyum manis di dalam tangkupan Lucas.

Lucas mencubit kedua pipi Jungwoo. Imut sekali. "Kita bisa melakukannya kapan saja kau mau." Kemudian Lucas rebah ke belakang dan melipat kedua tangannya untuk dijadikan sebagai bantalan.

Jungwoo melirik Lucas yang terlentang di belakangnya. "Boleh aku tidur di lenganmu?"

Mulut Lucas terbuka hendak mengucapkan jawabannya. Tapi sebuah suara telah lebih dulu menginterupsi mereka.

"Wah. Pemain lama."

Dia hantu.

.
.
.

"Bagaimana dengan hukuman Haechan?" Dia menatap sosok tinggi yang berdiri di seberang mejanya.

"Itu benar-benar berubah seperti hukuman bagi Haechan." Desahnya.

"Bukankah itu bagus?"

Johnny mendesah lelah. "Sudah lebih dari tiga hari dia tidak keluar dari kamarnya, Jaehyun."

"Itu artinya dia tidak melaksanakan tugasnya sebagai asisten Mark dengan benar." Kata Jaehyun ingin berdiri dari duduknya. Dia mungkin akan menyeret Haechan keluar agar mengerjakan hukumannya dengan benar.

"Bagaimana mungkin!" Jawab Johnny dengan suara membentak. Ketika sadar ada keterkejutan di wajah Jaehyun, Johnny langsung menyesal.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud." Johnny melonggarkan dasinya. "Bisa kita pindah ke sofa?"

Jaehyun mengangguk lalu memimpin Johnny menuju sofa di ruangan berbeda.

Saat tiba di ruang tujuan mereka, Johnny langsung duduk di sebuah sofa sedangkan Jaehyun menyibukkan diri dengan menuangkan teh yang baru saja diantar oleh dua maidnya.

Jaehyun melirik Johnny seraya meletakkan cangkir cantik berisi teh di hadapan Johnny. Kue kering juga ikut diletakkan di meja. Kemudian Jaehyun duduk sembari menyesap tehnya.

Pandangan Johnny yang duduk di sebelah Jaehyun masih tidak menentu. Tidak ada tanda-tanda dia akan meminum teh yang mengepulkan uap samar.

Jaehyun meletakkan cangkirnya tanpa suara. "Johnny." Ucap Jaehyun lembut. Telapak tangannya di atas paha Johnny. "Separah itu?"

Johnny menatap Jaehyun yang menunjukkan wajah khawatirnya lalu mengangguk mengiyakan. "Haechan itu memiliki pribadi yang baik, periang dan sebenarnya sedikit pemalu, walaupun dia selalu terlihat bercanda dan kekanakan. Mark juga baik dan sebenarnya dia polos. Yang ada di pikirannya hanya kerja dan dia selalu fokus pada pekerjaannya melebihi kita semua. Menurutku selama ini mereka saling melengkapi."

Jaehyun mengangguk mendengar penerangan Johnny.

"Aku tidak tahu pastinya. Tapi selama Haechan tidak keluar dari kamarnya, Mark juga menunjukkan ekspresi dingin dan kebanyakan pekerjaannya diselesaikan para asisten." Johnny menggeser duduknya lalu meraih teh dan menyisipnya sejenak sebelum kembali diletakkan ke atas meja.

"Jadi apa menurutmu mereka bertengkar hebat?"

"Tentu saja. Sikap Mark langsung berubah sejak kasus Haechan mengacaukan hidup manusia, tapi dia tetap menerima keputusanmu. Nah sekarang, dia bahkan tidak memandangku walaupun aku berkoar-koar mengingatkan keputusanmu di depannya."

"Aku akan menemuinya." Kata Jaehyun beranjak dari sofa.

"Jae." Tahan Johnny menarik pergelangan tangan Jaehyun. "Panggil mereka berdua ke ruanganmu. Lihat dan kau akan tahu apa yang harus kau lakukan."

Jaehyun menatap Johnny ragu. "Kau pikir seperti itu?"

Johnny mengangguk menyakinkan Jaehyun.

.
.
.

Bersambung dulu.

Pendek? Iya. Mood kacau. Kampret sih smartfren. Masa di dalem rumah jaringan hilang udah semingguan. Dbd lama2 keluar malem2 buat nyari/submit tugas.

Pencet bintang dan komen.
I'm luwuco successor, cya~

MATIWhere stories live. Discover now