Pt.20

1.3K 115 0
                                    

Enjoy!! Happy Reading.. 💜
Tinggalkan jejak yaa~
...
..
.
..
...

Jimin's Side

Menghabiskan akhir pekan bersama temannya seharusnya menjadi hal yang Jimin lakukan sebagai seorang remaja, namun ia tidak melakukannya karena satu hal.

Ia harus menemui ayahnya yang sedang berada di rumah sakit. Sesuai dengan apa yg mereka sepakati, Jimin akan menemuinya hanya sebatas ingin tau penjelasan seperti apa yang nanti akan ayahnya ucapkan.

Jimin bersumpah dalam hati, jika ayahnya mengucapkan omong kosong, Jimin tak akan segan menghajar pria tua itu habis-habisan.

Cklek

Jimin memaksa kakinya untuk masuk ke ruang rawat ayahnya, ada perasaan tidak nyaman saat tungkainya sudah berada disamping brankar sang ayah.

"Eoh? Kau kemari Jimin-ah" Tuan Park menatap putra semata wayangnya itu dengan tatapan sendu, tidak menyangka Jimin akan datang.

"Diam dan bicaralah seperlunya, aku tidak suka basa-basi"

Tuan Park menghela nafas pelan, dari sekian banyak kepribadian yang dirinya miliki, kenapa harus keras kepala yang ia turunkan pada Jimin?

"Jadi? Kau mau aku bercerita dari bagian mana?"

Jimin menghela nafasnya kasar, sebenarnya ia juga tidak tau harus memulainya dari mana, maka dari itu Jimin menjawab, "Dari awal sebelum kecelakaan itu terjadi"

"Baiklah. Aku tidak yakin kau akan suka ini..." Tuan Park melirik Jimin yg duduk santai di samping brankar, berusaha mencari guratan kecewa yang ada di dalam matanya, namun yg ia dapat hanyalah sebuah guratan dendam yang amat besar.

"Mulailah bercerita, keparat tua" tukas Jimin saat menyadari jika Ayahnya itu hanya terus diam memandangnya, memangnya dia apa? Sebuah patung langka yang di pajang di museum?

Tuan Park memantapkan hatinya lagi sebelum mulai bercerita.

[][][]

Dengan langkah gontai, Jimin berjalan keluar dari ruang rawat ayahnya yang terasa sesak.

Dia sudah mendengar semuanya dari Ayahnya.

Jimin mengusap wajahnya kasar, ia tidak bisa menahan perasaan yang setiap detiknya mulai menggerogot habis hatinya.

Marah, sedih, kecewa, semua itu Jimin rasakan hanya dalam satu tarikan nafas. Ingin rasanya Jimin mengakhiri hidupnya saat ini juga, karena ia merasa dirinya sudah terlalu bodoh sehingga sudah tidak lagi pantas untuk hidup.

Otaknya kini memutar ulang kata-kata yang tadi diucapkan oleh Ayahnya, seperti sebuah roll film. Hatinya semakin teriris setiap kali ia mengingat kalimat itu.

"Sebenarnya Ibumu bunuh diri itu karena dirimu, ia sangat merindukanmu sampai ia harus menelan pil penenang Jimin-ah. Ia tidak bisa berhenti memikirkanmu, ia cemas jika terjadi sesuatu pada dirimu, dan demi Tuhan aku baru melihatnya begitu depresi karenamu. Aku baru saja pulang dari kantor dan mendapati Ibumu sudah tergeletak tak sadarkan diri disamping ranjang. Sepertinya dia memang sengaja menambah dosis obat penenangnya, lihat betapa bodoh Ibumu itu..."

"... Dan aku menemukan sebuah amplop berisikan sebuah surat, ini untukmu."

Jimin merogoh sakunya, mengambil surat yang tadi diberi oleh Ayahnya. Jimin sudah membaca surat itu tadi, namun entah kenapa ia tergoda untuk terus-menerus membaca surat sialan itu.

Pissed Off » pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang