Bab 18 - SOS

8.9K 787 97
                                    

Bab 18

SOS

Jemari Angga mengetuk lengan sofa ruang tamu, sementara tatapannya terarah ke langit-langit. Angga menggeleng ketika kata-kata Ara siang tadi kembali terngiang di telinganya. Jadi, selama ini ... Ara tersiksa karena Angga. Lalu, apa yang harus Angga lakukan? Ara juga tak memberinya jawaban ketika Angga bertanya tadi.

Lalu, Angga harus bagaimana?

Angga menggeram kesal seraya menjambak rambutnya frustrasi.

"Kenapa lagi?" Pertanyaan Dimas itu membuat Angga mendongak. "Kamu masih belum baikan sama Ara?"

"Dia nangis lagi. Gara-gara aku," aku Angga.

Dimas menghela napas berat dan duduk di sofa seberang Angga.

"Kamu ternyata hobi bikin cewek yang kamu suka nangis, ya?"

Angga mendesis kesal. "Emangnya aku sengaja bikin dia nangis? Aku juga nggak tahu apa-apa. Baru tadi aku tahu kalau dia ... terbebani sama pekerjaannya. Karena aku." Angga tersenyum getir. "Seandainya dia ngomong sejak awal ..."

"Mana mungkin dia ngomong. Kamu juga bilang, dia butuh pekerjaannya. Dia butuh uangnya. Jadi, nggak mungkin dia akan ninggalin kamu. Itu yang selalu kamu bilang, dengan sombongnya," tandas Dimas.

Mendengar itu, Angga benar-benar merasa seperti orang brengsek. "Jadi ... aku benar-benar udah manfaatin itu ke Ara." Angga mengernyit ketika sengatan sakit itu menusuk dadanya.

"Trus, apa rencanamu sekarang? Kayaknya buat Ara, ada di sampingmu juga berat sekarang. Kamu ... mau ngelepas dia?" tanya Dimas.

Angga mengerang pelan ketika dadanya kembali tertusuk sakit. "Kak Dimas jangan ngomong sembarangan, deh!"

Dimas tersenyum geli. "Kenapa kamu nggak minta tolong Anna sama Dera aja?"

"Minta tolong gimana? Kalau mereka tahu aku sama Ara cuma pura-pura, bisa mati aku di tangan mereka, Kak," kesal Angga.

"Kalau gitu, buat pura-pura itu jadi beneran," ucap Dimas. "Kirim Anna sama Dera buat bikin calon istrimu balik ke kamu. Gitu, kan, ceritamu yang mereka tahu?"

Angga mengerjap. "Kalau itu Anna sama Dera ..."

"Siapa pun pasti akan nyerah. Begitu pun sama calon istrimu." Dimas tersenyum.

Angga seketika mendapat harapan baru. Ia segera meraih ponselnya yang tergeletak di meja dan menghubungi adik bungsunya. Begitu Dera mengangkatnya, Angga langsung berbicara,

"Kakak butuh bantuanmu. Kamu pengen Kakak nikah, kan? Jadi, tolong bawa calon istri Kakak balik ke Kakak. Gimanapun caranya."

***

Ara pikir, jika ia tidak melihat Angga, ia akan baik-baik saja. Namun, sepanjang minggu itu, mendapati Angga yang terus menghindarinya justru terasa ... menyakitkan. Ara menyerah. Ia sudah tak tahu lagi ke mana perasaannya ini akan membawanya.

Tidak. Begini lebih baik. Mungkin, seiring waktu, perasaannya akan membaik juga. Saat ini, Ara hanya bisa berpegang pada itu.

"Tante." Panggilan Niel menarik Ara dari pikirannya.

"Ya?" Ara menoleh ke arah Niel yang ada di ruang tamu.

"Tante udah selesai sarapan?" tanya keponakannya.

Ara menunduk menatap roti di piringnya yang belum ia makan sama sekali, tapi Ara menjawab, "Udah. Kenapa?"

Niel mengedik ke arah pintu. "Ada tamu."

Fated to Meet You (End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora