-02-

25 8 0
                                    

Aku tidak pernah berpikir untuk bertemu dengannya lagi, dengan gadis itu. Gadis Taehyung, yang bodohnya telah kulukai dengan kebohongan ini. Jung Jeha, gadis yang baik.

Dia tiba-tiba meminta untuk bertemu denganku, bersama kakaknya--Jung Jaehyun.

Jeha sangat cantik, dengan balutan dress biru muda selutut dan tas selempang berwarna safir senada. Rambutnya yang pendek sabahu, melambai-lambai terbawa angin. Tangannya melingkar sempurna pada lengan pria kokoh di sampingnya. Pria berjas abu-abu dengan rambut blonde cokelat, terlihat kontras dengan warna kulitnya yang putih.

Kupikir, akan menyenangkan memiliki seorang kakak seperti Jaehyun. Sangat bisa diandalkan.

Aku tersenyum sekilas, melihat wajah Jeha seperti melihat cermin. Entah karena apa, aku merasa wajah Jeha mirip sekali dengan wajahku. Hanya saja, rambutku sedikit ikal di bagian bawahnya.

"Selamat pagi, Jiya." sapa Jeha hangat, aku mengangguk sedikit canggung.

"Pagi, silahkan duduk!" balasku, menunjuk dua kursi dengan kedua tanganku.

"Ah iya, apa kalian ingin minum sesuatu? Hobi Oppa punya menu minuman baru loh." tawarku, Jaehyun tampak memutar bola matanya. Merapatkan bibirku, aku tahu Jaehyun tak menyukaiku.

"Tak perlu repot, aku tak akan lama. Aku hanya...memintamu untuk menjauhi Taehyung. Kau tahu 'kan, aku sangat mencintainya? Dan kau juga sudah memiliki Jimin. Kumohon, biarkan aku bersama Taehyung!" jelas Jeha, aku tak percaya.

Maksudku, Jeha yang terlihat sangat sempurna, memohon padaku hanya demi pria seperti Taehyung?

"Jung Jeha! Apa-apaan ini? Kau memohon padanya? Pada gadis sialan ini? Dia bahkan telah menyakitimu, dan kau masih bisa memohon di hadapannya? Harusnya kau maki dia, jangan biarkan dia bisa bernapas dengan tenang!" aku terperangah, menatap Jaehyun yang berapi-api. Dadanya naik turun tak beraturan, aku bisa mengerti amarahnya.

Aku memerhatikan sekitar, beruntung kedai tak terlalu ramai hari ini.

"Kau benar. Kakakmu benar, Jeha. Tak sepantasnya wanita sepertimu memohon pada wanita seperti aku. Dan aku, aku sama sekali tak pernah berniat untuk mengambil Taehyung darimu. Maafkan aku, Jeha." jujurku, Jaehyun tertawa hambar. Menertawakan ucapanku barusan.

"Maaf, katamu? Apa artinya sebuah kata maaf jika kau masih tak mengakui niat burukmu bersama Taehyung?" tegas Jaehyun, pahatan wajahnya terlihat sempurna ketika ia sedang serius seperti ini.

Aku menatapnya lama, tak mampu lagi untuk berkata-kata. Seperti ucapan Jaehyun telah mengunci mulutku rapat-rapat.

"Hentikan, Oppa! Jiya tak seperti yang kau pikirkan. Dia sebenarnya...dia hanya-" aku menengadah, menahan airmataku agar tak jatuh. Mendengar ucapan Jeha barusan membuatku sakit, menyesal, dan penasaran secara bersamaan.

Apa Jeha berusaha membelaku barusan?

"Aku akan melakukan apapun untukmu, Jeha. Kau jangan khawatir, Taehyung pasti kembali padamu." yakinku, terdengar seperti kalimat penenang.

"Dasar ular!" hina Jaehyun, aku kembali menengadahkan wajahku, tak ingin terlihat lemah di depan kakak beradik ini. Tadinya kupikir, Jaehyun pria dewasa dan sangat sempurna. Ternyata, dia pria yang tak bisa mengendalikan emosinya. Sama seperti ayah.

Dengan paksa Jaehyun menarik tangan Jeha untuk keluar dari kedai. Melihatnya seperti itu, Jaehyun mungkin sangat membenciku.

Karena aku menyakiti adiknya.

Aku menunduk, membiarkan airmata yang tadi kutahan meluncur dengan bebas. Aku tak bisa lagi menahannya, semua ini sangat berat untuk dijalani wanita sebatang kara sepertiku.

Aku sebenarnya rapuh, tapi keadaan memaksaku untuk terlihat kuat di depan semua orang. Aku tak kuat, menjalani hidup yang melelahkan seperti ini. Tapi lagi-lagi, aku harus bertahan untuk Jimin.

Ah, Jimin. Kulihat ia tak ada di kedai hari ini, sepertinya masih di rumah sakit. Aku harus menemuinya, mungkin dia membutuhkanku sekarang.

***

"Kau harus makan, kalau tidak, aku akan marah padamu!" aku menutup mulutku dengan telapak tangan, tak menyangka secepat itu Jimin menggantikan tempatku di hidupnya.

"Aku tak lapar, Minji-ku sayang." Jimin mengacak rambutnya, mengembangkan senyum manis yang selalu aku dapatkan sebelum kejadian itu merenggutnya.

Aku harap telingaku bermasalah, dan ucapan yang barusan kudengar adalah sebuah kesalahan. Min-Ji-ku? Apa yang baru saja kudengar?

"Eoh, noona?" aku terhenyak, sapaan seseorang baru saja menyadarkan lamunanku. Aku terdiam beberapa saat, sebelum kembali menatapnya.

Dia, Jungkook. Teman sekaligus adik kelasku dan Jimin ketika kami SMA. Jungkook anak yang sangat baik, dan penyayang binatang. Terkadang aku berpikir jika memiliki adik seperti Jungkook, pasti dia akan sangat menyayangiku.

"Kenapa tak masuk?" tanyanya yang membuatku terhenyak untuk kedua kali.

"Ah, aku tak ingin mengganggu mereka." jawabku lembut, sengaja membuat nada bicaraku terdengar biasa. Aku tak ingin Jungkook menyadari kecemburuanku.

"Apa maksudmu dengan mengganggu? Ayo, masuklah denganku!" Jungkook menarik tanganku tanpa persetujuan, membuatku menghempasnya dengan kasar.

"Kau saja yang masuk, aku masih memiliki urusan." ucapku, baru saja kakiku hendak melangkah, tapi lagi-lagi Jungkook berhasil mencekal pergelangan tanganku.

"Kau kesini untuk Jimin Hyung kan, noona? Jika hanya aku yang masuk, apa kau mau Jimin menjadi nyamuk nanti?" diluar dugaan, pertanyaan Jungkook mampu membuatku berpikir dua kali lebih lambat.

Jelas-jelas dia melihat bahwa Jimin sedang bersama dengan wanita barunya. Kenapa dia ingin aku masuk dan mengganggu kebersamaan mereka?

To Be Continued
Maaf slow update, aku nulis ini dengan penuh kehati-hatian.
Always Happy Reading.

PreciousWhere stories live. Discover now