🐥 L I M A 🐥

192K 21.8K 1.8K
                                    

Typo dan ngawur adalah jalan ninjaku. Mohon kritik dan saran :)

***

Kinzy terbangun dari tidurnya. Wanita itu langsung mengarahkan pendangannya pada jam dinding.

02.34

Masih ada waktu dua jam lagi untuk melanjutkan tidurnya. 

Kinzy yang semula tidur menghadap Arthur, membalikkan tubuhnya membelakangi Arthur. Tak berapa lama tubuh itu menghadap langit-langit kamar, lalu kembali menghadap Arthur. 

Kinzy duduk di atas ranjang lalu menghela napasnya. Ia tidak bisa tidur. Dengan pelan, Kinzy bergerak menuruni ranjang agar tidak membangunkan Arthur yang tampaknya masih tertidur pulas.

Ibu dari tiga orang anak itu mendekati baby box untuk memastikan si bungsu masih tertidur dengan nyaman. Setelahnya Kinzy berjalan ke arah pintu kamar si Kembar yang terubung dengan kamar mereka. Kinzy juga melakukan hal yang sama pada si Kembar. 

Anggota keluarga lain masih terlelap dengan pulas. Kinzy memutuskan untuk menonton saja sambil menunggu pagi.  Kinzy keluar dari kamar si Kembar lalu berjalan menuju dapur terlebih dahulu untuk mengambil cemilan yang akan menemaninya. 

Ketika sedang menuangkan susu ke dalam gelas, Kinzy terkejut ketika merasakan sesuatu yang hangan menempel di punggungnya lalu sepasang tangan yang memeluknya.

"Aku juga gak bisa tidur, huaaah..." Pria pemilik suara itu menumpukan dagunya pada bahu Kinzy.

Kinzy terkekeh mendengar suara berat itu lalu menolehkan kepalanya kearah belakang. Ia dapat melihat Arthur yang sedang terpejam. "Katanya gak bisa tidur."

"Aku gak tidur." Jawab Arthur masih dengan suara parau khas orang baru bangun tidur.

Kinzy tidak akan membalas ucapan suaminya itu, karena nanti bisa jadi perdebatan bodoh yang tak ada ujungnya. Kinzy berjalan menuju meja pantry untuk mengambil toples yang berisi kerupuk dan kue kering. Tentunya masih dengan pelukan lelaki yang matanya sedang terpejam.

"Thur, kamu kalau mau tidur ke kamar aja!" Ucap Kinzy ketika mereka sedang berjalan menuju ruang keluarga.

"Eunggh, udah dibilang aku gak bisa tidur." Arthur menggerakkan kepalanya untuk mencari posisi yng lebih nyaman pada cekukan leher istrinya. "Kamu pake narkoba, ya?"

PLAK!

Kinzy memukul lengan Arthur yang memeluk dirinya. "Sembarangan!"

"Habis sampe terbang gini nyium aroma kamu." Arthur tersenyum disela-sela ucapannya. "Zy, masih napak gak?"

"Hah, maksudnya?"

"Kali aja kamu terbang karena aku ngiranya kamu pake narkoba." Arthur terkekeh dengan mata yang masih terpejam.

"Besok anterin aku nyari gedung kosong, ya!"

"Mau ngapain?" Kali ini Arthur menegakkan kepalanya.

"Mau buka les ngegombal!"

***

"Pa! Papa!" Arthur dapat mendengar suara Ayana yang sedang memanggilnya bersamaan dengan suara tangisan yang ia dengar sayup-sayup.

Arthur membuka matanya dengan pelan. Ia menundukkan kepalanya dan menemukan Kinzy sedang tidur sambil memeluknya.

"Papa!" Ayana keluar dari kamar orang tuanya sambil mengucek mata. Lalu gadis kecil itu menunjuk ke dalam kamar yang mengisyaratkan bahwa Ansell menangis.

Arthur mengangguk lalu balas memberikan isyarat agar Ayana menunggu sebentar. Arthur segera melepaskan pelukan Kinzy dengan pelan dan perlahan turun dari sofa. Sebelum memulai langkahnya menuju Ansell, Arthur lebih dulu mengusap kepala Ayana lalu mengecup dahi gadis kecil itu.

Sembari menguap dan menggaruk ketiaknya, Arthur berjalan menuju kamarnya dengan Ayana yang ikut berjalan sambil menggenggam erat celana piyama ayahnya.

"Kak, celana Papa jangan ditarik dong." Ucap Arthur pelan sambil menarik celananya ke atas.

"Aya takut kesasakh."

Arthur menghentikan jalannya sejenak lalu melihat wajah putri sulungnya yang juga menatapnya dengan wajah tanpa dosa.

"Nak, kamu udah tinggal disini lima tahun lebih loh." Ingin Arthur mengucapkan kalimat itu, tapi yang keluar hanya helaan napas. Rasanya Arthur terlalu malas untuk memahami jalan pikiran anak kecil yang masih berusia lima tahun lebih. Biarlah mereka melakukan apa yang mereka sukai.

Setelah memasuki kamar, Arthur dapat melihat Ansell yang sedang menangis sambil telungkup lalu kedua tangannya memegang sela-sela baby box.

Arthur menguap lebar terlebih dahulu sebelum mengangkat Ansell dari baby box. "Cup cup cup, Papa disini." Arthur mengecup dahi Ansell sambil mengusap-usap punggung bayi kecil itu. Setelahnya Arthur mengintip popok yang sedang dipakai Ansell sejak malam. Pantas saja bayi kecil itu masih mernangis, ternyata popok yang ia pakai sudah penuh. 

"Pa," Ayana lagi-lagi menarik celana piyama Arthur.

"Apa, Kak?" Arthur masih mencoba untuk menahan emosinya ketika celananya masih ditarik dan tentu saja Arthur kembali menarik celananya ke atas.

"Mau eek." 

Arthur menganggukkan kepalanya dan berjalan lebih dulu ke arah kamar si Kembar.

Arthur membuka pintu kamar mandi yang ada di kamar si Kembar. "Buka dulu celananya." Ayana hanya menurut mengikuti instruksi dari sang ayah.

Baru saja Ayana mendaratkan bokongnya pada closet, "Papa mau kemana? Temenin..."

"Papa ganti popok El dulu, Papa liatin kok. Ini pintunya gak Papa tutup." Ayana menganggukkan kepalanya, tetapi matanya masih tak lepas dengan tubuh Arthur yang berjalan menjauhi kamar mandi.

"Nah, enak 'kan? Udah gak sesak 'kan?" Arthur tersenyum sambil menggelitiki perut Ansell. Setelah membersihkan daerah bawah Ansell, Arthur kembali memasangkan celana Ansell tanpa popoknya.

"PAPA, UDAH SIAP!" 

"Iya, Papa datang!" Arthur lebih dulu memindahkan Ansell dari ranjang ke atas permadani yang masih ada di dalam kamarnya, lalu kembali ke kamar mandi untuk menyelasikan urusan pribadi Ayana yang tentu saja menjadi urusannya juga.

"Pa, beliin ikan mas dong."

"Hah, 'kan Mama baru masak ikan mas dua hari yang lalu. Kakak masih pingin, ya?"

Ayana menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Terus kok minta dibeliin?"

"Mau dipelihakha."

"NO!" Ucap Arthur cepat.

"Kucing gak boleh, masa ikan juga gak boleh? Papa alekhgi ikan juga, ya?"

"Nggak,"

"Hakhga ikannya kemahalan, ya, Pa? Kalo gitu ikan pekhak aja deh."

"NO!"

"Ikan pekhunggu?"

"Sekalian aja ikan piagam, Nak." 

"Pagam apa, Pa?"

"Pi-a-gam! Nanti kalau Aya dapat juara di sekolah Aya bakalan dapat yang namanya piagam." Ayana hanya dapat mengangguk-anggukkan kepalanya walaupun tak terlalu paham dengan ucapan Arthur.

***

Thanks for reading! 

Salam,

Kecoamerahmuda.

Jajar Genjang [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora