Chapter 6

1K 131 25
                                    

06:30 a.m.

"SEMUANYA! BERHATI-HATILAH!" Teriak salah satu pejuang Hamas sebut saja Syarief, dia berlari dari rumah ke rumah untuk memberi peringatan agar penduduk berlindung ke tempat yang lebih aman. "KELUAR SEMUANYA KELUAR!" Teriaknya.

Ayse, Luke, beserta Ibu dan Ayah serempak berdiri dari duduknya dan berniat untuk ikut keluar. Namun Ayse menggeleng, dia tidak ingin pergi meninggalkan rumahnya begitupun Ibu dan Ayah meski Luke beberapa kali memaksa agar ikut pergi, namun mereka tetap menolak.

"Hei, kenapa kalian tidak keluar?" Tanya seorang pemuda yang berdiri di ambang pintu, nafasnya sedikit terengah-engah-kendati habis berlari.

"Kami di sini saja," Ibu angkat bicara. Dia berjalan menuju si pemuda tersebut. "memangnya ada apa?"

"Shit, kalian cari mati?! Jangan-jangan kalian tidak tahu siapa yang datang? Zionis!" Ucap si pemuda itu setengah berteriak. "Baiklah kalau begitu kalian hati-hati." Kemudian dia berlari lagi menerobos orang-orang yang berlari lalu lalang, sepertinya tidak ada yang menyadari bahwa langit subuh mulai mendung pertanda akan turun hujan, namun mereka semua mengacuhkannya karena terlalu panik akan keadaaan.

Ayse menghela nafas panjang, dia bingung kapan kericuhan ini akan berakhir? Apakah masih lama ataukah akan berlanjut beberapa detik lagi? Padahal baru sejenak dia merasakan bom itu enyah, nyatanya suara peluru kembali terdengar.

"Duar!"

Luke mendesis hebat, "Hey! Kenapa kalian tidak ingin pergi juga, sih?"

"Sudahlah dek, Luke. Sebentar saja ini mah, paling juga bakal selesai." Ujar Ibu santai-kelewat santai. Ayse terkekeh kecil, dalam hati sebenarnya dia sedikit panik atau lebih panik, pasalnya dari tadi perasaan takut menjalari dirinya. Entah apakah hanya dia yang merasakan, ataukah Luke juga merasakan hal yang sama.

"Yasudah Ibu masuk ke dapur dulu ya," Kemudian Ibu pergi menuju dapur.

Ayah yang tadinya duduk di ruang tamu, berdiri membuat Ayse dengan sigap membuka mulutnya untuk berbicara. "Mau kemana, Yah?" Tanyanya.

"Mau menyusul Ibumu,"

Ayse manggut-manggut mengerti. "Baiklah."

Setelah sang Ayah pergi, lagi dan lagi Luke kembali mengeluh pada Ayse. Jika saja Luke tidak, mengingat kebaikan keluarga Ayse padanya, mungkin saat ini ia sudah pergi melarikan diri entah kemana. Tapi, pada dasarnya dia memang tidak ingin pergi jika Ayse tidak ikut bersamanya. Kendati-ini yang dinamakan perasaan yang susah ditebak.

"Huh, ayolah, ayolah, sekarang kita pergi." Rengek Luke, matanya menyiratkan harapan besar yang nyaris pupus tatkala Ayse mendesah panjang.

"Tidak, Luke. Berapa kali aku harus bilang padamu, hm?"

"Kumohon.."

"Tidak."

"Baiklah, terserah."

Luke mendesah panjang. Dalam hati dia hanya bisa berkata Ampuni dosa-dosaku, Tuhan. "Oh pikirlah, orang macam apa yang membiarkan dirinya memilih terancam oleh bom?" Tanyanya pada diri sendiri, mendengar pernyataan tersebut, Ayse menautkan kedua alis heran.

"Allah tidak tidur, kok, Luke."

"Oh, err-menyebalkan."

[•]

Harry tersenyum licik setelah mendengar penuturan rencana Logan, awalnya ia bersikeras untuk tidak mengikuti rencana tersebut, tetapi setelah Liam sedikit mengatur rencana Logan tersebut, alhasil Harry mau-meski sedikit kesal. Jelas saja, mereka sebelumnya tidak pernah melakukan hal konyol macam tersebut.

PalestineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang