PROLOG

569 45 10
                                    

SAINT VERAN, May 2th 1855

Mereka membawa obor-obor itu masuk ke dalam salah satu ruangan terbesar di kastil. Mereka berbaris melingkar mengelilingi sesuatu di tengah ruangan itu, sambil masing-masing membawa obor di tangan mereka.

Sebuah peti. Peti mati berwarna putih porselen yang indah. Seperti dibuat khusus dari batu pualam terbaik di dunia. Peti itu terletak di tengah ruangan dan dikelilingi oleh lilin-lilin putih kecil dengan api yang berkobar malu-malu.

Salah satu dari mereka, mungkin pemimpinnya, membuka tutup peti perlahan. Wajah tampan bak Adonis itu menatap dalam-dalam sesuatu yang terbaring disana. Sorot matanya memancarkan kesedihan, tapi bibirnya ia paksa untuk tersenyum.

Disana, di dalam peti itu terbaring seorang dewi. Tidak, mungkin ia lebih indah dari seorang dewi. Surai emasnya disisir rapi, cantik sekali. Di kanan kiri tubuhnya juga diberi bunga-bunga indah, menjadikan siapapun yang melihatnya berfikir bahwa ia belum mati.

Tidak ada kulit pucat disana. Bahkan bibirnya tetap merah dan lembab seperti kuncup mawar yang baru dipetik. Kelopak mata dengan bulu mata yang panjang itu tertutup seperti sedang melindungi sesuatu yang indah di dalamnya.

"Hai, cintaku", ucap Adonis itu lirih sambil menyentuh pipi kekasihnya pelan.

"Kau cantik sekali malam ini. Ingin berdansa?"

Tentu saja tidak ada jawaban. Wajah kekasih Adonis itu tampak damai seperti sedang tertidur pulas. Ingatan masa lalu muncul dalam pikiran sang Adonis, saat ia pertama kali berdansa dengan kekasihnya di ruangan itu juga.

Adonis itu memaksakan diri untuk tersenyum, tapi tidak lama ekspresinya berubah menyedihkan. Air muka yang tak terbaca, tapi siapapun yang melihatnya pasti mengerti bahwa ada duka di dalam sana.

Setengah tubuhnya dicondongkan hanya agar dapat memeluk tubuh kekasihnya yang terbaring kaku di dalam peti. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh dari gadis yang dicintai untuk terakhir kalinya.

"Kau bahkan sangat harum", Adonis itu berkata lagi sambil membelai helai-helai rambut kekasihnya.

Ia merasakan air mata dari pelupuknya jatuh dan mengenai pipi sang gadis. Adonis itu mengusap bekas air mata di pipi kekasihnya perlahan.

"Sudah waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal, Tuan", salah satu dari pembawa obor itu berkata sambil menyentuh bahu tuannya pelan.

"Tidak ada selamat tinggal. Kekasihku tidak meninggalkanku", ucap Adonis itu, tersenyum.

"Selamat tidur dan bermimpi indah, my beautiful Aphrodite", setelah berkata seperti itu dan menatapnya dalam-dalam, sang Adonis mencium bibir sang dewi.

Dengan begitu, ia menutup peti mati itu lagi, perlahan. Ia membalikkan badan keluar ruangan dan segera diikuti oleh para pembawa obor. Hingga pembawa obor terakhir akan keluar, pembawa obor terakhir itu berbalik dan membungkuk ke arah peti mati itu sebelum menutup pintu ruangan.

"Au revoir, Mademoiselle"

•••••

Hi!! It's me again.

I would be pleased to get criticism and advice from you guys. Thanks!

Xoxo

CAITRIONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang