Cerita Fathin

1.1K 53 3
                                    

Flashback 15 bulan yang lalu..

FATHIN POV

Muhammad Ishamuddin Fajriul Kayyis, begitu nama yang terpampang dalam biodata taaruf itu. Aku hanya mengenalnya sekilas, saat acara Musywil FSLDK DI Yogyakarta tiga tahun yang lalu. Dia sebagai ketua panitia, sedangkan aku hanya sebagai anggota sie danus. Setelah itu, aku tak pernah kembali berkomunikasi. Mengetahuinya saja sangat terbatas. Yang ku tau setelah lulus S1 Ilmu Hadits UIN Sunan Kalijaga, ia melanjutkan studi S2nya di Al Azhar, Kairo. Aku bahkan juga tidak mengetahui kapan ia menyelesaikan S2nya, tiba-tiba saja mas Raihan (kakak pertamaku) membawa CV Taaruf ini ke rumah.

Kaget? Tentunya. Jujur saja saat itu aku tengah mengagumi seseorang. Kakak kelas saat SMA yang kembali dipertemukan dalam event alumni Rohis. Namun mungkin Allah memberikan petunjuk kepada diri ini tentang siapa yang namanya telah tertulis di Lauhul Mahfuz. Memang berat, mendapat tawaran taaruf dari orang yang hampir bisa dibilang asing. Berbicara dengannya saja hanya sekali dua kali dalam forum rapat. Namun inilah guna taaruf, yakni untuk saling mengenal.

Tawaran itu aku biarkan cukup lama. Bagiku, pemikiran yang matang harus melandasi keputusan yang kelak aku buat. Apalagi, aku belum sepenuh hati mau menerima tawaran ini. Jujur sajaaku masih mengharapkan Farhan, kakak kelasku waktu SMA yang boleh dibilang memang tipe lelaki idaman. Bagaimana tidak, ia merupakan juara OSN Fisika tingkat Nasional. Bukan hanya itu, ia merupakan ketua Rohis disaat aku baru masuk SMA. Sholeh, pintar, bertanggung jawab, dan tampan tentunya membuat banyak wanita menaruh kagum padanya, termasuk aku. Apalagi ditambah kini setelah beberapa tahun tidak berjumpa, aku mengetahui fakta baru bahwa ia kini bersekolah di Jerman dengan biaya yang kesemuanya ditanggung beasiswa. Selain itu ia juga menjadi ketua forum perkumpulan mahasiswa muslim yang bersekolah di Jerman.

Kan ku jaga hati ini, dari segala dosa. Hingga sampai saat nanti, ada ikatan suci...

Tiba-tiba saja, handphone di tasku berbunyi. Segera aku sadar dari lamunanku ini. Aku melihat layar handphone, disitu terpampang nama mbak Fauzia, murabbiyah sekaligus kakak iparku.

"Assalamu'alaikum dek," ucap suara dari seberang.

"Wa'alaikumussalam mbak. Ada apa, tumben sampai telfon," jawabku.

"Daritadi kamu di whatsapp gak dibales, yaudah mbak telfon deh," katanya.

"Hehe, maaf mbak, tadi baru banyak kerjaan," aku sedikit berbohong. Sebab aku tak mau mbak Zia (-begitu panggilan akrabnya) mengetahui bahwa aku sedang melamun di masjid kampus.

"Owalah, yaudah gini dek, ada yang mau mbak omongin. Kalau kerjaan kamu udah selesai, langsung ke rumah ya," katanya lembut.

"Oke mbak, In Syaa Allah. Ini juga udah hampir selesai kok,"

"Yaudah dek, hati-hati ya. Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumussalam," ucapku.

Lalu terdengar suara telepon ditutup. Aku berpikir sejenak, ada apa gerangan mbak Zia menyuruhku segera pulang? Tidak seperti biasanya, batinku. Tak lama kemudian aku segera menuju ke parkiran motor dan bergerak menuju ke rumah mbak Zia dan mas Raihan.

Tak butuh waktu lama untuk menuju rumah sepasang suami istri yang belum lama menikah ini, hanya membutuhkan waktu 15 menit dari kampusku di UMY. Sesampainya disana, aku segera mengetuk pintu dan mengucap salam,

"Assalamu'alaikum," ucapku.

"Waalaikumussalam, eh kamu dek. Yuk masuk yuk," sambut mbak Zia.

"Ada apa mbak manggil aku kesini?" tanyaku.

"Jadi gini dek, udah sekitar sebulan yang lalu mas Raihan ngasih CV taaruf itu ke kamu. Tapi sayangnya, sampai sekarang kamu belum memberikan jawaban," katanya.

"Tapi mbak, aku masih belum yakin," jawabku jujur.

Mbak Zia tersenyum sembari mengusap jilbabku dan berkata,

"Dek, justru taaruf itu mampu mengenalkan kamu dengan calonmu serta membuatmu yakin akan keputusan yang kelak kamu buat. Lagipula, taaruf juga tidak harus berlanjut sampai tahap selanjutnya. Jika kamu nggak sreg, proses ini bisa kamu sudahi,"

"Tapi aku juga belum siap mbak," ucapku masih berusaha mengelak.

"Bagaimana kamu mau siap kalau kamunya saja belum mempersiapkan diri?" kata mbak Zia lembut.

Aku tak bisa berkutik. Perkataan mbak Zia memang benar. Bagaimana bisa aku tak menjawab tawaran keseriusan dari seorang lelaki sholeh hampir sebulan lamanya? Juga bagaimana bisa aku masih saja mengharapkan seseorang yang tak jelas kemana hatinya mengarah? Yang lebih mengherankan, bagaimana bisa seorang lelaki bernama Isham masih bertahan menunggu jawaban yang hampir sebulan terus ku gantung ini?

"Fathin?" suara lembut mbak Zia membuyarkan lamunanku.

"Kamu ada masalah?" tanyanya.

"Eh..em.. enggak kok mbak," aku berusaha menutupi kegundahan hatiku ini.

"Jangan bohong Fat. Kalau kamu mau cerita, mbak dengan senang hati mendengarkannya. Atau kalau kamu butuh solusi dari masalahmu, mbak akan bantu cari jalan keluar," kata mbak Zia.

"Mbak, em.. Fathin mau cerita sesuatu," ucapku akhirnya. Aku berpikir tidaklah mungkin untuk terus terusan seperti ini. Aku butuh solusi yang tepat, dan ku pikir mbak Zia bisa memberikannya.

"Cerita aja Fathin sayang," ucapnya lembut.

"Mbak, jika boleh jujur, Fathin sebenarnya belum yakin dengan taaruf itu karena ada sosok lelaki lain yang aku kagumi," aku memulai ceritaku. Mbak Zia pun menyimaknya dengan saksama.

"Dia, dia kakak kelas SMA ku mbak. Mantan ketua Rohis dua angkatan di atasku. Namanya mas Farhan. Dia sholeh, cerdas dan bertanggung jawab. Belum lama ini aku bertemu dengannya di event alumni, dan ternyata sekarang dia kuliah full beasiswa di Jerman dan menjadi ketua ikatan mahasiswa muslim Indonesia di sana,"

"Bentar, bentar. Jerman?" tanya mbak Zia.

"Iya mbak,"

"Siapa namanya Fat?" tanyanya lagi

"Namanya Farhan mbak. Muhammad Farhan Awaluddin," jawabku.

"Kok rasa rasanya mbak..." belum sampai mbak Zia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba notifikasi Whatsapp miliku berbunyi, disusul tak lama kemudian milik mbak Zia.

"Astaghfirullahal'adziim" ucapku setelah membaca pesan di Whatsapp milikku.

"Kenapa Fat?" tanya mbak Zia.

"Mbak..." aku tak bisa menahan air mata. Bagaimana tidak, ternyata notifikasi tersebut berasal dari mas Farhan. Bukan pesan biasa, namun merupakan....

~•~

Assalamu'alaikum guys!

Ciah cerita ini kembali berlanjut. Maaf yang nunggu lama, hehe... Maklum selain ide yang susah buat muncul juga akhir-akhir ini baru disibukkan dengan berbagai ujian-ujian untuk masuk kampus. Alhamdulillah, sekarang sudah diterima di salah satu Universitas Islam Negeri di daerah author jalur SBMPTN. Tentunya tak lepas dari peran teman-teman yang terus menyemangati author dalam berbagai hal, hehe..

Doain yaa, semoga kuliah author kelak lancar, dan ide-ide dari author bisa gampang muncul jadi lebih sering upload deh!

Oiya, boleh lho yang mau follow instagram author @devandatasyan bwehehe..

Jazakumullah semuaaa..

Diffanisa! Where stories live. Discover now