STERIL (Bab 2): Finding Lover

19.9K 1.8K 282
                                    



Di Gedung Atlantis, yang menjadi pusat Rehabilitasi Zombie itu tampak riuh. Suara ganas mirip auman harimau terdengar di pintu masuk hingga aula. Tak ayal darah menetes dari mulut mantan manusia. Ya, apa namanya jika bukan itu? Jelaslah mereka dulunya manusia sama seperti kita, namun tidak sekarang. Mereka tak sama lagi. Mereka bukan manusia.

Para militer negara yang terbentuk dalam Pasukan Penyelamat STERIL tim per tim membawa hasil buruannya. Mereka mempertaruhkan nyawa dengan pergi melewati dinding pertahanan untuk mencari dan menangkap zombie yang masih bisa diselamatkan dengan taruhan nyawa. Betapa mulia dan beratnya tugas militer di Beltran Guido. Semoga Beltran Guido selalu diselimuti cahaya----Alunan doa agung untuk negaranya.

GROARH

"Tahan rantainya kuat-kuat!" Teriak salah seorang militer pada beberapa anak buahnya untuk mempertahankan buruannya.

Setelah efek obat bius memudar, makhluk yang selalu merasa lapar itu mengamuk, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Pasukan militer tadi menarik lilitan rantai lebih keras agar makhluk itu mau menuruti perintah. Hasilnya bukan hanya menurut, tetapi 'dia' juga berjalan semakin terseok dengan lutut hampir menyentuh lantai. Para cleaning service berpakaian putih pun segera membersihkan ceceran darah yang menetes dengan cairan antiseptik, antikuman, dan antibakteri nomor 1 yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan menggunakan tekhnologi mutakhir.

"Laporannya, Komandan Hideo?" Seorang pemuda berpakaian jas putih khas ilmuwan bertanya saat tim dari Divisi Utara datang dengan tiga zombie.

"Tiga buruan, Doktor Leonard. Lihat saja sendiri pemindaian data dari Dorry. Robot kamera itu sangat hebat. Semua data ada di sini, seperti biasa."

Hideo tersenyum lalu mencabut bandul berbentuk lempengan hitam transparan dari rantai kalungnya. Selagi dia menyerahkan data, dilihatnya Dorry terbang ke arah lain. Benda bulat itu menggerutu. Oh! Jangan lupakan dua garis mata dan tetesan air sebagai ekspresi wajahnya.

[Oh~Aku lelah. Aku ingin istirahat. Mungkin makan es krim lebih baik], keluhnya dengan suara khas anak laki-laki umur 10 tahun.

"Kapan dia akan sadar kalau dia adalah robot? Sampai konslet pun dia tidak bisa kelelahan apalagi makan es krim? Reaksi itu sangat manusiawi. Kurasa Dorry perlu diperbaiki." Hideo berbisik sambil terus menatap robot kamera itu menjauh.

Leonard melirik Hideo sesaat. Sahabatnya selalu sembarangan kalau berkomentar. Hasil karya para ilmuwan sangat bagus, baik mesin maupun memori bekerja sempurna. Mungkin Hideo saja yang berlebihan. Leonard mengembalikan bandul milik Hideo, setelah memindai data persentase aktifitas otak ke gawai berbentuk tablet miliknya.

"Nih, kau jangan asal bicara, Hideo. Robot tim-mu itu masih berfungsi dengan baik. Jelas saja reaksinya begitu karena dia diprogram sebagai anak laki-laki jenius."

"Ganti saja programnya yang lebih berguna."

Hideo mendesah lelah sambil berkacak pinggang. Karena robot kamera milik timnya masih anak-anak, telinganya selalu berisik mendengarkan Dorry bernyanyi selama di dalam mobil. Mereka 'kan sedang bertugas, bukan pergi untuk kontes menyanyi.

Ucapan Hideo ini mendapat reaksi lain dari Leonard. Pikiran mereka tak searah. Pemuda itu lantas menggeplak lengan berotot Hideo. Leonard berharap sahabatnya lebih bertoleransi pada robot kamera sekalipun.

"Dia robot canggih. Kau harusnya bersyukur ada Dorry di dalam tim-mu."

Hideo balas menggeplak lengan Leonard lebih keras. "Coba kau ada dalam posisiku dan mendengar nyanyiannya yang tidak jelas itu!"

"Kau kan Komandan. Masa kalah dengan anak umur 10 tahun? Kukira kau sudah kebal. Bagaimana kalau suatu hari nanti kau punya kekasih yang kekanakkan juga? Apa kau akan bilang kekasihmu aneh lalu membuangnya?"

STERIL: My Bottom Is A ZombieWhere stories live. Discover now