Arrivals Ali

226 33 2
                                    

💞
💞
💞
Langkah seorang pria dilorong sel penjara terdengar. Ditangannya terdapat sebuah ransel yang ia taruh dipundaknya.
Diluar kantor tersebut. Pria tampan dengan stelan kemeja kotak - kotak, berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku.

" Akhirnya kau bisa keluar juga Li.. " Ucapnya menepuk pundak sang sahabat sambil tersenyum senang.
Ia meneliti penampilan Ali dari atas sampah bawah sambil menggeleng dan berdecak " Sepertinya sebelum pulang. Kau harus mengubah penampilanmu Ali.. "

" Penampilanmu sekarang sangat mengenaskan.. " Lanjutnya. Memang benar. Karena kini Ali hanya memakai baju kaos dan celana kusam. Dan ia juga berkumis. Ini bukanlah tampilan Ali yang ia kenal dulu.
Ali yang dulu selalu berpenampilan rapi dan sangat menjaga kebersihan. Ia tidak akan membiarkan kumisnya sampai tumbuh.

Tapi siapa yang bisa berpakaian rapi didalam penjara?. Apakah polisi membolehkannya memakai kemeja?. Lalu bagaimana caranya ia mencukur kumisnya?. Apakah ia harus meminta polisi memanggil tukang cukur?, ckck.

" Ya sepertinya harus " Ucap Ali yang memang juga sudah tidak betah menikmati penampilan itu lebih lama lagi " Tapi jangan beritahukan Prilly tentang kepulanganku " Peringatnya.

Bara memutar bola matanya. Harus berapa kali sahabatnya itu mengingatkannya. Ini sudah yang kesekian kalinya " Ya, ya, ya, aku sudah tau kalau kau ingin memberikan superais pada istrimu.. "

**
Buk.
Buk.
Bola terus dipantul - pantulkan oleh Daffa dan saat mendekati ring, ia akan melompat untuk memasukkan bola. Begitu seterusnya.
Keringat membanjiri tubuh pria itu, membuatnya semakin gagah dengan otot yang nampak terlihat karena hanya memakai singlet.

Silia menghampiri ketika ia hendak beristirahat sejenak disebuah kursi yang ada dibawah pohon.
" Ini " Silia memberikannya sebotol air mineral. Daffa menatap botol itu tanpa minat " Aku juga mempunyainya.. " Balasnya dingin. Lalu mengeluarkan sebotol minuman dari dalam tas.

Silia tersenyum getir lalu kembali menyimpan minuman tersebut. Daffa terlihat cuek dan kembali meneguk air mineral itu sampai setengah botol.
" Kak Daffa!! " Teriakan seorang gadis yang sedikit berlari menghampirinya, mengalihkan perhatian keduanya.

" Nana!. Kok ada disini? " Daffa menatapnya bingung. Gadis manis itu hanya tersenyum sambil menggaruk tekuknya.
Syalana Chika, Daffa sering memanggilnya dengan sebutan Nana. Dia anak kesayangan Bara dan Safira. Tepatnya anak satu - satunya yang begitu dimanja.

" Pasti ada maunya nih kalo nyari kakak " Tebak Daffa menatapnya curiga. Syalana hanya cengengesan.
" Kak, temenin Nana beli novel yah.., pliss... " Pintanya dengan wajah memelas.

Daffa menghela " Baiklah. Tapi dengan syarat tidak akan lama! " Ucapnya dengan tatapan mengintimidasi.
" Siap bos!! " Seru Nana memperagakan tanda hormat lalu tertawa kecil.

Daffa berjalan merangkul Nana tanpa menganggap ada Silia disana " Kak Silia pulang saja duluan.. " Suruh Nana meliriknya.
Silia hanya mengangguk dan menatap kepergiaan Daffa dan Nana dengan perasaan aneh. Entah kenapa dadanya seketika sesak melihat kedekatan itu.

**
Sebuah mobil berwarna hitam pekat terpakir indah dihalaman depan rumah bercat putih gading.
Tak lama kemudian, dua pria yang masih terlihat tampan diusianya yang sudah tak terbilang muda lagi, keluar dari mobil tersebut.

Salah satu dari pria itu memegang sebuah koper. Keduanya berdiri menatap rumah besar itu dengan tatapan berbeda.
Ali menatap rumah itu dengan tatapan rindu. Rumah yang sudah belasan tahun ia tinggalkan. Semuanya masih terlihat sama. Namun halamannya sedikit berbeda karena ada taman bunga dihalaman depan.

Tap tap tap
Keduanya melangkah bersamaan menuju pintu utama yang masih tertutup rapat.
Dari dalam rumah, tepatnya lantai atas di salah satu kamar. Prilly seakan merasakan kehadiran seseorang.

I'm Not a MaidWhere stories live. Discover now