2. BEFORE 106

32 0 0
                                    

Hari-hari berjalan begitu cepat diisi oleh banyaknya tugas besar yang menumpuk. Satu per satu kuselesaikan tugas itu hingga berakhirlah semester kelima ini dengan khidmat dan sesuai dengan rencana.

Tanda-tanda keberadaan lelaki itu belum terlihat lagi. Teman-teman sepermainanku juga tidak membahas tentang sesuatu yang mengarah padanya. Dia masih menjadi teka-teki. Perempuan sepertiku hanya bisa menunggu takdir, akankah aku dapat mengenalnya sebelum lulus kuliah nanti? Entahlah.

Aku bisa seharian memikirkan lelaki itu. Terlebih mengingat-ingat lagi suaranya. Suara yang beresonansi dengan baik di telingaku. Suata yang dapat membuatku menengok kearahnya karena penasaran. Energi yang kuhabiskan untuknya sangatlah besar hingga terkadang aku menjadi lelah meski hanya mengingatnya. Tetapi aku suka menghabiskan waktu libur semester ini dengan mengingatnya.

***

Jadwal key-in untuk mendapatkan kursi di perkuliahan telah tiba. Key-in menjadi momok yang penting bagi mahasiswa di kampus kami. Key-in adalah tiket kesuksesan pertama. Bagi semua mahasiswa, Key-in adalah kunci.

Biasanya sebelum Key-in, jauh-jauh hari kami menyusun jadwal yang ingin kami ambil pada semester itu. Sebetulnya kami mempunyai buku panduan akademik, dimana disitu telah terjabar mata kuliah apa saja yang bisa kami ambil pada semester itu. Tetapi kami terkadang mengambil mata kuliah lebih banyak dari yang tertera di buku. Hal itu dikarenakan jatah Satuan Kredit Semester (SKS) kami yang masih berlebih, untuk mahasiswa tertentu.

Hari Key-in bagai medan pertempuran. Tentu masing-masing dari kami memiliki strategi atau cara-cara jitu untuk menghadapi pertempuran. Ada tipe mahasiswa yang khusus menyewa bilik di warung internet yang terkenal dengan koneksi cepat. Biasanya mahasiswa tipe ini, mereka sudah berada di warnet dua sampai tiga jam sebelum jadwal Key-in dimulai. Ada juga tipe mahasiswa yang khusus pergi ke perpustakaan atau tempat-tempat lainnya yang menyediakan layanan Wi-Fi gratis. Tentu ada juga yang sepertiku, hanya duduk manis di rumah atau di kos, mengandalkan Wi-Fi rumahan. Biasanya satu hingga dua jam sebelum Key-in, aku meminta seluruh orang rumah untuk tidak ikut mengakses Wi-Fi terlebih dahulu. Sebenarnya aku juga tidak tahu persis apa pengaruhnya, yang jelas aku ingin pertempuran ini berakhir sesuai rencana.

Masing-masing mahasiswa memiliki waktu sepuluh menit untuk tiap kali login ke akun kami. Maka trik kedua dariku adalah biasanya aku login tiga hingga lima menit lebih awal dari jadwal. Meski sudah login lebih awal, tetap saja susah untuk menjebol pintu. Satu pintu ditembus ribuan mahasiswa tentu membutuhkan skill ciamik.

Oh iya, biasanya aku membuat tidak hanya satu jadwal saja. Rencana studi itu bisa jadi dua hingga tiga. Hal ini berdasarkan pengalaman karena sering kali aku kehabisan kursi untuk rencana pertama.

Key-in untuk semester keenam ini berjalan dengan baik. Aku tidak dipusingkan untuk merombak jadwal awal yang telah kususun rapi. Hanya saja, banyak dari kawan-kawanku, mereka kehabisan kursi. Aku hanya bisa bersimpati kepada mereka. Sisanya, aku siap menjalani semester keenam ini dengan sebaik-baiknya.

***

Semester keenam ini aku mendapati sebuah kejutan kecil dari Tuhan. Aku dan lelaki dengan suara yang dapat beresonansi dengan baik di telingaku itu berada di satu kelas yang sama. Tidak hanya satu kelas, melainkan dua. Disitu aku mengetahui namanya. Namanya Mas. Professor mengabsen kamu satu per satu, ingin tahu wajah dibalik nama yang Ia sebutkan. Selain nama, Professor juga menyebutkan berapa IPK kami. Giliran IPK Mas dibacakan waktu itu, aku cukup kaget. Ternyata dia pintar juga. Aku menengok ke kelakang, menengok ke arahnya.

Di suatu waktu di kelas itu juga kami berkenalan. Kutanya dari mana asalnya, Ia menjawab, "Aku dari Mars. Mas from Mars.". Dari situ aku tahu dia bukan seperti laki-laki biasanya. Mungkin dia sedikit gila, atau mungkin kepalanya habis terhantam asteroid.

Sekilas Mas memang nampak biasa saja. Tidak rapi namun tidak juga berantakan. Diwajahnya tidak terlihat kalau dia orang sepintar itu, tetapi mungkin lain perkara saat berbicara dengannya. Mas terkenal dengan stigma negatif dari kawan-kawan lain. Aku tidak pernah memberikan pandangan negatif kepada orang lain kecuali mereka dengan sengaja mencitrakan dirinya negatif dihadapanku. Aku tidak pernah mengenal dan mengetahui Mas sebelumnya. Sampai hari ini, Mas yang kutahu sebatas dirinya pintar dan suaranya bagus.

***

Professor suka kelas dengan pendingin ruangan. Baginya, ruang kelas seperti ini mampu memberikan konsentrasi yang lebih baik. Tetapi nyatanya tidak juga. Banyak mahasiswa di kelas ini adalah perokok aktif, begitu juga Mas. Mahasiswa perokok ini sering izin keluar kelas untuk merokok. Masalah dingin ini tidak hanya menimpa para perokok, juga menimpa mahasiswa yang direpotkan oleh ketidaktahanan kami menahan kencing. Hal ini menimpaku juga. Biasanya aku kencing dua kali. Jika beruntung, aku tidak.

Mas punya kebiasaan aneh sekali. Di kelas dia suka memanggil aku terutama ketika aku ingin pergi keluar untuk kencing. Sambil memanggilku, dia tersenyum. Aku tidak bisa membalas apa-apa kecuali dengan senyum juga. Aku tidak tahu mengapa dia memanggil namaku, tetapi aku suka ketika Mas melakukannya.

Hika dilihat lagi, wajah Mas biasa saja. Tidak tampan, namun juga tidak buruk. Kadang Mas terlihat manis di beberapa kesempatan. Dalam hal berpakaian, Mas juga tergolong yang biasa saja. Pakaiannya hanya kemeja, celana jeans dan sneakers hitam. Tas yang dibawanya adalah tas noken khas Papua. Hanya saja, Mas kurus dan tidak terlalu tinggi dibandingkan mahasiswa laki-laki pada umumnya. Tingginya bahkan hampir sama denganku. Mungkin hanya berberda satu hingga dua sentimeter saja.

Mas suka duduk di barisan belakang sedangkan aku lebih suka di depan. Disuatu kesempatan, Professor membuka sesi diskusi terkait dengan jadwal kuliah pengganti hari libur esok lusa. Professor menginginkan pada hari libur itu, kelas tetap masuk seperti biasa supaya kami tidak perlu pusing-pusing untuk menjadwalkan kuliah pengganti. Terjadi pro dan kontra disitu. Mungking sebagian mahasiswa yang rumahnya tidak jauh dari Yogya seperti Klaten, Solo dan Magelang sudah punya jadwal untuk pulang. Sedangkan mahasiswa lain yang tidak punya jadwal meminta untuk tetap kuliah saja ketimbang harus membuat jadwal kuliah pengganti pada hari Sabtu. Diskusi berlangsuung cukup lama hingga Professor menanyakan kembali keputusan kami.

"Jadi bagaimana? Apakah kita esok lusa libur atau masuk saja?" tanya Professor.

Dari belakang terdengar teriakan yang kencang, "Libuuuuurrrrr....". Aku menengok ke belakang, arah sumber suara itu. Suara yang tidak asing bagiku. Ya, itu suara Mas. Mas yang duduk di barisan belakang.

Sambil mengangkat buku-buku, Professor menutup kelas dengan kesimpulan, "Baiklah, esok lusa kita libur saja.". Setelah itu kami berdoa dan pulang ke tempat kami masing-masing.

Mas From MarsWhere stories live. Discover now