Canvas, tercoret kasar.

216 31 11
                                    

"DUILAH INI APAAN LAGI YATUHAAAANNN"

Remaja berusia 19 tahun, berteriak cukup keras di flatnya, ketika melihat pesan singkat di SNS miliknya.

Kalau mau kepo sedikit, pesan tersebut dari sebuah kontak dengan nama Lee Taeyong, dan berisi tentang biaya perkuliahan untuk semester depan.

padahal remaja ini baru saja pulang dari kampung halamannya, di negeri China sana minggu lalu. lagipula, masih sebulan lagi sebelum semester batu dimulai.

ngomong ngomong, namanya Winwin, Lengkapnya Dong Sicheng. nama Winwin dari mana? ya itu hanya dia dan kedua orangtuanya yang tahu. Ia kuliah di Korea selatan, tepatnya di jurusan seni rupa dan mengambil fokus seni lukis.

harapannya sih ingin menjadi kurator seni lukis ternama.

ya hanya harapan, meski realita berkata lain.

setelah dijalani, ia ingin membantu baba saja di ladang pertanian milik keluarganya yang luasnya tidak terhitung, which means dia termasuk konglomerat di kampung halamannya. Hanya saja, keluarganya sudah mengajarkan berhemat sejak dini agar dapat merasakan perjuangan mendapatkan uang.

dan disinilah masalahnya.

Winwin baru dikirimi uang untuk perkuliahan begitu ia sampai hari rabu lalu. dan langsung dibelikan pakaian, sepatu dan bahkan persediaan mie instan untuk kelangsungan hidupnya sebulan kedepan.

dengan sigap, ia mencari dan membuka buku tabungannya yang baru hari kemarin ia gunakan untuk membeli beberapa brush dan sketchbook baru.


"yah, saldonya kurang banyak nih." gumamnya, sedikit berfikir dan kemudian menelpon temannya yang mengirim rincian biaya tersebut, Taeyong.


"Yo annyeonghase- duh duh minhyung hati hati nanti jatuh!" sapa seseorang di seberang sana, Taeyong. Winwin menggigit bibirnya, memikirkan pertanyaan yang pas.

"Taeyongi~ sibuk?"

"Menurut lo? sibuk lah!"

"Hehe." ia tertawa basi. "Yong, boleh pinjem duit ga buat bayar kuliah? gue kelepasan he--"

"Winwin sayang," terdengar suara Taeyong menghela nafas berat. "sebenernya gue mau aja bantu. tapi ya lu tau sendiri kalo bisnis orang tua gue lagi anjlok dan bahkan sekarang gue lagi kerja sambilan di penitipan anak deket kampus." suara Taeyong berhenti, terdengar beberapa anak kecil mengoceh ingin di buatkan susu. "ya emg ga seberapa sih, seenggaknya gue bisa --"

"Wait, sejak kapan lo deket sama anak anak?" Winwin malah bertanya hal lain, mengernyitkan hidungnya bingung. Karena seingatnya, sahabatnya itu kurang akrab sama anak - anak.

"ya ini pun kepaksa." helaan nafas lelah terdengar. "intinya, ini semua salah lo, suruh siapa hedon."

"ya maap. tapi gimana ya label diskon membutakanku." Jawab Winwin sekenanya, Taeyong mencibir dari seberang. "Atau gue jual lagi aja baju baju yang gue beli kemaren ya? luma--"

"Win. lo kan holkay nih di kampung lo, napa ga minta lagi aja sama ortu lo sih." sanggah Taeyong, tapi menutup kembali mulutnya. "gue lupa mereka nerapin prinsip hemat pangkal kaya. Yaudah gue tutup dulu ya, coba tanya aja Jaehyun, barangkali dia bisa lo pinjemin. Bye sayangku!"

"T-Tapi!!!!" Tuuuuut tuuuut tuuuuut

"si bangsat make ditutup segala sih, kek bukan temen gue aja." gerutu Winwin, yang langsung menelpon teman keduanya yang kuliah di fakultas kedokteran gigi, Jung Jaehyun.

"Iya, win?"

"Jaehyuniiiiii~" winwin merajuk seperti pada kekasihnya. padahal ia pria. kok merajuk pada pria juga.

"Waeyo?"

"boleh pinjem uang? tabunganku kurang buat bayar kuliah dan orang tua aku baru kirim uang bulan depan."

"lah... kamu kan tau win kalo saya udah nginvestasiin uang saya untuk bangun klinik sendiri." Jawab teman sepergaulannya itu, terdengar suatu suara riuh dan background musik di belakangnya.

"Jaehyuni lagi dimana?" Tanya Winwin, penasaran.

"haha, kebiasaan kamu, nih. kalo ga dapet yang kamu ingin pasti ngalihin pembicaraan."  terdengar tawa yang cukup renyah di seberang sana. "saya lagi ada di Seoul Fashion Week." Lanjut Jaehyun, membuat Winwin yang sedang mencari barangkali ada lampu ajaib di kamarnya berbinar takjub.

"WOAH? JINJJAYO?" Tanyanya, setengah berteriak dan membuat pria di seberang telepon sana kembali tertawa renyah dan menggumamkan 'ne~'

"Terus aku dapet uang darimana dong?" tanya Winwin, pada dirinya sendiri sebenarnya. hanya saja pemuda di seberang telepon mendengarnya.

"hmmm.. bagaimana kalau pekerjaan sambilan? galeri seni ayahku akan mengadakan pameran sabtu ini dan akan berlangsung selama seminggu, dan Winwin bisa menjadi penjaga lukisan, barangkali ada yang hendak membeli." Jaehyun memberi solusi, tapi membuat Winwin bingung.

Bapaknya Jaehyun punya galeri seni? lah lah lah--

"Gimana, mau gak win?"  Tanya Jaehyun menyadarkan pemikiran Winwin. "sebenarnya ini pameran milik ayah dan teman temannya, tapi kalo Winwin mau, saya akan mendaftarkan winwin sebagai kru dari tim ayah."

Winwin berfikir sejenak.

"Oke aku ambil tawarannya!" Jawab Winwin semangat. Jaehyun tertawa lagi .

"nah gitu dong semangat." jawabnya. "By The way, Gaji nya sehari hanya 800.000 KRW. tidak apa apa? kupikir itu terlalu kecil untuk--"

"KAMU BERCANDA? SEHARI 800.000? seminggu aja udah ngelunasin biaya sesemester dan masih ada sisanya!!" Otak matematika Winwin langsung bekerja mendengar kata - kata tersebut. 800.000 dikali 7 hari penuh menjadi 5.600.000, dan biaya perkuliahan hanya 4.000.000 per semester, tabungannya ada 2.000.000 dan dia bisa hidup mewah dengan uang bulanan dari orangtuanya.


cih, dasar anak picik.


"Baiklah kalau begitu, Winwin. berpakaian rapi lah pada hari sabtu pagi, nanti akan saya jemput. semangat!" Jawab Jaehyun, memberikan sedikit semangatnya pada Winwin.

"YEP! kuhubungi lagi nanti ya Jaehyun, kau temanku yang terbaik!" Winwin menjawab dengan penuh semangat. "Taeyongi bukan teman terbaikku, huft." lanjutnya.

"Hahaha. Winwin tahu? Taeyong juga mendaftar untuk pekerjaan ini. oke nanti saya hubungi lagi, ya. dah!" Jaehyun menutup teleponnya, membuat Winwin menatap ponselnya dengki.

"Dih, anak itu. dasar picik!"

padahal sendirinya lebih picik, dasar.

Gula.Where stories live. Discover now