07

77 11 1
                                    

Sowon terdiam, dia sedang memikirkan jawaban.

"Waktu itu saya berangkat pagi lebih pagi karna tugas piket. Karna hari Sabtu dan Minggu libur, jadi saya pikir kelas akan lebih kotor dari biasanya, maka dari itu saya berangkat pukul 06.00. Selain itu, setelah piket saya juga berniat untuk ke perpustakaan mencari bahan tambahan untuk tugas presentasi di jam pertama."

"Jadi kamu tidak terbiasa berangkat sepagi itu?"

"Saya berangkat pagi untuk alasan tertentu." Kangjoon mengangguk paham.

"Bagaimana kronolgi kejadian anda bisa menemukan mayat korban?"

"Waktu itu saya sedang berjalan di koridor, ketika saya ingin menaiki tangga menuju kelas, tiba-tiba saya mendengar suara benda terjatuh. Akhirnya saya kembali dan melihat............... melihat mayat Sejeong di tengah lapangan basket." ucap Sowon dengan nada bergetar. Ya, mungkin kejadian itu masih cukup mengerikan baginya.

"Apa anda hanya melihat mayat korban?"

Sowon diam, ia menunduk. Dia bukan satu-satunya orang yang ada disana. Ia masih ingat bagaimana sosok hitam itu menatapnya dari lantai 2.

Sowon menggeleng lemah. "Ada orang lain."

Mata Kangjoon dan Seongwoo sedikit melebar mendengar jawaban Sowon. Jika memang ada orang lain disana, berarti kemungkinan dugaan mereka bahwa korban dibunuh bisa dibenarkan.

"Ada orang lain? Siapa?"

Lagi-lagi Sowon menggeleng lemah. "Dia pakai pakian serba hitam."

"Tolong jelaskan lebih detail."

"Dia pakai celana hitam, jaket hitam, masker hitam dan topi hitam. Dia laki-laki, tingginya sekitar 180 cm. Badanya tegap, mungkin umurnya sekitar pertengahan 20-an." jelas Sowon.

"Apa pelaku mengetahui keberadaan anda?"

Sowon mengangguk. "Saya masih ingat cara dia menatap saya dari lantai 2. Mungkin saya akan jadi korban selanjutnya." ucap Sowon sambil menunduk.

Kangjoon terdiam, ia mengerti kalau jiwa Sowon mungkin masih terguncang.

"Baik, mungkin......"

"Ada satu pertanyaan lagi!"

Ucapan Kangjoon yang ingin mengakhiri sesi introgasi terhenti ketika mendengar suara Seongwoo dari earphone. Kangjoon mengernyitkan keningnya.

"Tanya ke Sowon, apa dia pernah nerima surat teror atau semacamnya." perintah Seongwoo dari earphone. Kangjoon menghela nafas, sebenernya ia tidak tega membuat Sowon harus mengingat kejadian itu, tapi pertanyaan Seongwoo ini ada benarnya. Lagipula, ia percaya bahwa Seongwoo punya caranya sendiri untuk menyelsaikan kasus.

"Ehm.....satu pertanyaan lagi." Kangjoon mengambil nafas panjang. "Apa kamu pernah menerima surat teror atau semacamnya?"

Sowon tertegun, ya! Dia mendapatkan surat itu. Dan itu adalah alasan kenapa dia datang ke SMA Merah Putih dan masuk ke kelas MIPA 2.

Sowon mengangkat kepalanya. Menatap mata coklat Kangjoon, lalu menggeleng pelan. "Saya belum menerima surat teror apapun." jawab Sowon datar.

Bel masuk berbunyi.

"Ah sudah bel. Sebaiknya kamu masuk sekarang. Terimakasih atas informasi yang kamu berikan." ucap Kangjoon mengakhiri sesi introgasinya. Sowon mengangguk pelan, ia bangkit dari duduknya.

"Kalau begitu, saya permisi pak." Sowon membungkuk sekilas lalu pergi keluar perpustakaan. Kangjoon mengangguk membalas bungkukan Sowon, ia masih berdiri menatap punggung gadis jangkung itu hingga si empu hilang di balik pintu.

MIPA 2Where stories live. Discover now