2

21 0 0
                                    

Ra, dari tadi kamu liatin apa si disana?” Tanya Ale dengan wajah keponya.

Ara sudah siap membuka mulut mencoba untuk menjawab pertanyaan Ale, tapi…

“Paling dia abis liatin Kares, eh ngeres, eh siapa ya? Tahu ah siapa namanya aku lupa, gak penting juga,” sela Revan yang membuat kepala Ara semakin berasap.

“Kamu tu kalo gak tahu jangan nyelak Van!” Kesal Ara dengan mata melotot. “Namanya tu Ares. Aresa Gustian,” lanjut Ara dengan wajah yang mulai melunak.

“Ya, ya, Ares, Kares, atau siapa lah what ever, gak ngefek buat hidupku,” sahut Revan.

“Revan!!!!” Ara mulai murka.

“Hahahaha, mampus kamu Van, lagian main-main si sama pangerannya Ara,” ujar Ale sambil memegang perutnya menertawakan Revan.

“Alah, pangeran apaan si begitu,” sahut Revan lagi.

“Revan, kamu ngomong sekali lagi, aku gunting mulutmu,” tegas Ara memandang tajam Revan.

‘Gleg’ Revan menelan salivanya payah, Ara terlalu menyeramkan saat sedang seperti ini.

“Hahahaha, jadian aja lah kalian, supaya drama tontonan ku gak cepet habis,” celetuk Ale yang membuat kedua sahabatnya langsung menatapnya.

“Wah, ngeledek dia Van, enaknya kita apain ya?” Ara meminta pendapat pada Revan. Revan mengetukkan tangannya ke dagu seolah sedang berpikir.

'Oo, salah ngomong ni kayanya’ batin Ale.

“Yang, kamu aku cariin dari tadi gak ada dimana-mana tahunya disini, katanya mau nemenin aku ke perpus,” ucap Alan pacar Ale yang baru saja menemukan keberadaan Ale.

“Yeay, dewa penyelamatku datang,” ujar Ale kegirangan. Alan hanya menatapnya bingung tak mengerti apa yang terjadi.

“Yuk kita ke perpus yang,” ajak Ale membawa Alan yang masih bingung untuk menjauh dari sahabatnya.

“Ale, jangan kabur kamu!!” Teriak Ara dan Revan bersamaan.

“Hahaha, bye,” jawab Ale yang mulai menjauh sambil melambaikan tangan dengan wajah meledeknya.

-------------

“Ra, ada ngeres tuh disana,” tunjuk Revan melalui ekor matanya.

“Ares Van, bukan ngeres,” ketus Ara dengan penuh penekanan.

“Iya pokoknya itu, gitu aja marah si Ra,” sahut Revan yang dibalas Ara dengan memutar bola mata malas.

Mata Ara langsung berubah berbinar kala melihat orang yang ia kagumi.

Ares sedang duduk di taman fakultas dengan beberapa buku dan laptop yang ada di depannya. Matanya terfokus pada laptop dan beberapa kali membalik lembar demi lembar buku itu seperti seseorang yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya.

Sesekali angin bertiup menerbangkan rambut Ares membuat kadar ketampanannya semakin meningkat. Ara yang melihat dari kejauhan pun semakin terpana dengan keindahan ciptaan Tuhan yang ia kagumi secara diam-diam.

“Ngedip Ra, ngedip,” tegur Revan yang tak dihiraukan Ara. Ia sama sekali tak bergeming, tetap setia menatap Ares dengan senyum yang terlukis di wajahnya.

“Udah deh, kalo udah liat si ngeres pasti jadi apatis sama yg lain ni anak,” gerutu Revan yang merasa diabaikan.

“Ares bukan ngeres,” ucap Ara tanpa memalingkan wajahnya, ia tetap setia  menatap sang pujaan darisini.

“Pulang yuk Ra, lama-lama disini kamu jadi gila nanti,” ajak Revan mencoba menyadarkan sahabatnya.

Ara tetap diam, hanya gerakan tangannya yang menjadi jawaban untuk Revan. Revan hanya bisa menghela nafas membiarkan sahabatnya menggila karena mengagumi seseorang.

Secret AdmirerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora