CATATAN | PRELUDE

5.2K 388 2
                                    

□■□■□■□■□

Halo, saya mau membawakan cerita yang mungkin agak nyerempet "A Fallen Odd DESTINY" dikarenakan ide ini muncul pas bikin AFOD, tapi masalahnya karena tidak mau dis dan itu komis dari seseorang, saya berusaha mempertahankan untuk menyelesaikan, walau pada akhirnya nanti, saya akan remake cerita itu mungkin jauh lebih panjang babnya dan lebih detail dalam pokok permasalahannya. Saya tidak akan menariknya dalam waktu dekat, tapi saya juga tidak akan remake dalam waktu dekat. Tunggu sampai ada tambahan sentuhan/bahan agar menyempurnakan karya itu dan membuka work baru untuk AFOD.

"Their Story" dibuat dalam bentuk 'Short Series' di mana kata per bab mungkin sangat sedikit, disebabkan oleh jumlah kata hanya mencapai 1000, atau paling panjang dalam satu bab hanya 1500 kata. Kalau kalian merasa per bab kependekan, saya sudah pasang WARNING! sekarang, agar kalian menahan ketidakpuasan atas karya yang sangat pendek ini (PWP: Plot What Plot, FF yang tidak memiliki plot yang jelas dan biasanya sangat pendek). Jumlah bab kemungkinan sekitar 10 atau 15. 

Cerita ini saya persembahkan untuk iibanezz yang ada di suatu tempat di sana dengan anggur merah dan duduk di kursi malas sambil menaikturunkan layar ponselnya. Hello Beb, sorry I too much makes you disappointed in the story that I had made for you. I want you this time to enjoy it. There is no murder but I made a psychopath for you.

□■□■□■□■□

Ketika baru sampai di Jepang dan menyadari bahwa badai benar-benar sangat mengerikan, Naruto buru-buru masuk ke dalam lobi rumahnya sambil merasakan badannya begitu sangat kedinginan sementara ibunya dengan gaun tidur tipis menuruni tangga tergesa-gesa, wajahnya tampak begitu khawatir melihat kondisi putranya kuyup, wajahnya pucat dengan bibir memutih.

"Oh, aku seharusnya memperkirakan cuaca."

"Kita tidak bisa menebak kehendak Tuhan, Bu!"

"Bukan begitu, Anakku." Ibunya menggosok rambutnya yang setengah basah secara perlahan dengan handuk. Pandangannya lemah dan itu jelas terlihat. "Seseorang sedang menyiapkan teh untukmu. Apakah kau ingin makan malam juga?"

"Aku sudah makan malam selama penerbangan, bagaimana mereka bisa menyiapkan ramen di sana, dan itu sangat enak." Ibunya semringah kemudian, rasanya memang cara ini yang paling ampuh—sebelumnya dia membeli resep rahasia milik Ichiraku Ramen langganan mendiang suaminya, ramen itu adalah ramen favorit keluarga mereka, dan satu-satunya panganan kaki lima yang mereka sukai sampai sekarang. "Kalau boleh, aku mau ramen yang tadi, itu benar-benar dibutuhkan untuk kondisi dingin seperti ini."

"Tukang masak kita akan membuat ramen itu untukmu tidak sampai 60 menit."

Naruto bergegas masuk ke dalam ruang makan super besar di rumah yang tak lagi dia tinggali selama sepuluh tahunan sejak dia memutuskan untuk pindah ke London setelah SMA.

Begitu berhasil duduk di kursinya, sudah dihidangkan teh dengan campuran madu yang mungkin bisa menghangatkan tubuhnya untuk sementara waktu sementara ibunya duduk di sampingnya dengan terus mengusap tangannya yang dingin dengan handuk kering.

"Senang kau kembali ke sini, aku benar-benar berhasil membujukmu untuk pergi dari London." Naruto mendengkus, ibunya pasti akan mengatakan hal-hal sedih setelah ini. "Kau hanya membutuhkan suasana baru. Kau benar-benar tidak cocok berteman dengan pemuda-pemuda berandal itu." Nada ibunya makin meninggi, seiring wanita itu mengingat kondisi sebelum ini, sebuah skandal besar-besaran sampai menghiasi surat kabar berhari-hari.

"Yang ibu sebut berandal... dia masih satu generasi dengan para Earl di Inggris."

"Baiklah, mereka mungkin memang bangsawan, tapi mereka tidak berpendidikan. Mereka hanya cecunguk yang mewarisi properti moyang mereka tanpa berusaha untuk kembali membesarkan nama keluarga. Jelas para berengsek itu tidak bisa disamakan dengan kau ataupun keluarga kita."

"Ibu, berhenti untuk mengejek mereka. Ini hanya salah paham."

"Salah paham? Kau dituduh melecehkan seorang gadis, ibu percaya kalau kau tidak melakukannya, anak ibu tidak sehina itu." Naruto merengut, dia ingin menyangkal bahwa tuduhan itu mungkin saja memang benar—tapi bukan kasus yang baru saja menjeratnya. "Oh sayang, seandainya... seandainya kau bisa memilih teman."

"Aku sudah berusaha memilih teman, dan mereka adalah teman terbaikku."

"Tolong, itu menyakiti hatiku."

"Ibu, kita memiliki penilaian yang berbeda." Ibunya membuang napas, bingung untuk terus mendebat. "Aku baik-baik saja, kasus itu sudah selesai—" Naruto melihat sekeliling, dia tidak yakin harus mengatakannya di sini, sesuatu yang amat penting dan begitu privasi.

"Kalian boleh pergi, keluar dari sini, aku ingin berbincang-bincang dengan putraku." Ibunya memerintah pada para pelayan yang mengelilingi mereka sejak tadi, lalu kembali menghadap putranya, dan siap mendengar kelanjutannya. "Bagaimana?"

"Tidak ada spermaku di dalam kemaluan gadis itu, aku sungguh tidak ikut-ikutan."

Ibunya menarik napas, lalu mengangguk perlahan. "Syukur, kau hanya ikut minum-minum saja, 'kan?" Naruto mengiyakan. "Lain kali kau tidak perlu pergi minum-minum bergerombol, apalagi saat mereka membawa teman wanita."

"Aku tidak pernah tertarik untuk menggunakan wanita bersama, itu... sangat menjijikkan!" Kushina senang kalau putranya benar-benar menyadari. "Jadi, aku akan pulih begitu ada di sini. Ibu tidak perlu khawatir."

Naruto sangat mengkhawatirkan ibunya, bahkan ketika sebelum terbang ke Jepang dan memutuskan untuk menetap di sini, dia mendengar ibunya menangis terus setiap hari saat dia mencoba menghubungi wanita di sampingnya ini. Ada kalanya ibunya dikabarkan harus dilarikan ke rumah sakit karena kondisi stres berat. Sudah lama dia tidak menimbulkan masalah, tapi skandal tentang pelecehan atau semacamnya benar-benar membuat ibunya jauh menderita.

"Ibu, kenapa kau tidak ada di kamarmu?" seorang perempuan mungil tiba-tiba masuk dengan gaun tidur tipis berwarna putih, rambut panjangnya disanggul ke belakang secara acak-acakan, lehernya yang putih terlihat sangat menawan, untuk sesaat Naruto menelan ludahnya berat.

Pandangan mereka bertemu, terpaku pada setiap kenyataan bahwa mereka dipertemukan kembali. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Naruto bangkit dari duduknya. Dia merasakan perutnya terhantam—seseorang seakan tengah meninju keras—dadanya lumayan sakit karena sengatan terkejut yang tak pernah dibayangkannya.

"Oh sayang, akhir-akhir ini kondisi ibu kurang baik, ibu mempekerjakan seorang pendamping. Gadis ini namanya Hinata Hyuuga. Tunggu sebentar, dia sebenarnya seumuran denganmu," ibunya tergagap begitu mengetahui bahwa putranya agak terkejut nyatanya. "Dia teman berbicara, membaca, dan juga teman jalan-jalan."

Hinata membuang pandangannya, lalu menunduk sementara Naruto tetap melihat gadis mungil di depannya itu. "Mungkin kalian bisa berteman."

"Laki-laki dan perempuan tidak bisa berteman, Bu." Naruto memberitahu, dan pandangannya tidak bisa lepas dari gadis pendamping ibunya.

□■□■□■□■□

B E R S A M B U N G

3 Mei 2019

Their Story ✔Where stories live. Discover now