[Short Series] BAB 10 | END

5.2K 381 8
                                    

□■□■□■□■□

Tiga bulan setelah diketahui Hinata tengah hamil, kabar menggembirakan yang didapatkan oleh mereka berdua—tepat setelah pesta pernikahan mereka berlangsung dengan meriah. Keduanya bakal langsung dikaruniai anak kembar.

Kebahagiaan itu membuat mereka saling menebak-nebak apakah semuanya anak laki-laki. Apakah semuanya anak perempuan.

Namun pasangan suami istri tersebut mengingat apa yang dokter katakan selesai memberikan kabar jika akan ada dua anak yang lahir: bisa jadi satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Betapa hebatnya itu, sekadar memikirkannya saja membuat mereka sangat senang dan tidak sabar untuk menanti kelahiran bayi-bayi itu.

Bulan-bulan telah dilewati oleh Hinata dengan suasana hati yang tidak menentu, walau diingatnya betul dia tak harus begitu.

Ada saatnya dia amat merasa terpuruk, sangat sedih, ingin makan sesuatu sangat banyak dengan suasana hati begitu gembira—jujur saja berat badannya makin bertambah bahkan dokter mulai memperingatkan. Marah-marah diakibatkan hal kecil pun tak dapat dielakkan. Tidak sedikit tercatat pertengkaran mereka, yang membuat Naruto bahkan berada di titik frustrasi amat hebat.

Sampai akhirnya bulan di mana kedua bayi itu lahir telah tiba, dengan mendapati bahwa kondisi sang ibu memburuk. Persalinan yang sebelumnya mungkin bisa dilakukan secara normal, ternyata tidak tercapai oleh mereka. Mengingat Hinata tiba-tiba tidak sadarkan diri di tengah wanita itu merasakan rasa sakit yang luar biasa bertubi-tubi menyerang punggungnya.

Pukul dua belas malam, melalui operasi yang memakan waktu lumayan lama, kedua bayi itu akhirnya lahir. Laki-laki sebagai anak pertama, dan disusul anak perempuan sebagai anak kedua mereka. Keduanya tampak manis, dengan pipi agak gemuk seperti ibunya.

"Bangunlah, mereka sudah lahir." Naruto berbisik, begitu sampai di samping istrinya yang sudah dipindahkan ke dalam suite yang sudah mereka pesan jauh-jauh hari. Istrinya tampak lemah. Kadang-kadang membuatnya menangis. Bagaimana kalau sampai istrinya tidak bangun dan hanya dia yang berada di sisi si kembar.

Namun bulu mata Hinata bergerak konstan setelah Naruto berjam-jam menangis pilu di samping istrinya, menampilkan pandangannya yang tampak sayu kemudian. Air mata Naruto mengalir menuruni pipi. "Aku di sini, di sampingmu." Naruto mengusap kepala Hinata yang bergerak sambil menautkan tangan mereka sangat erat.

Seberkas cahaya menembus pandangannya dan tampak silau. Hinata bergumam, sangat pelan sembari mengernyitkan wajah. "Apa yang ingin kaukatakan." Dan segera mungkin mendekatkan pendengarannya tepat di bibir Hinata. Begitu tahu apa yang istrinya ingin bicarakan. Naruto tersenyum, lalu menjawab. "Si kembar berada di ruang bayi. Mereka akan ke sini kalau kau mencarinya."

"Benarkah?" tanya Hinata penuh minat.

"Iya." Naruto menjawab dengan buru-buru menekan bel. "Mereka akan ke sini."

Tidak sampai dua menit, seorang perawat masuk ke dalam unit kamar Hinata, bersama dua boks bayi dan seorang dokter yang tampak ramah menyapa Hinata setelah sampai di ujung ranjangnya. "Anak laki-lakimu tampan. Anak perempuanmu juga cantik. Paket lengkap seperti ayah dan ibu mereka."

"Oh ya Tuhan," Hinata menjerit, dia tidak bisa menutupi rasa takjubnya akan dua bayi yang terlelap itu. Kegembiraan dan juga suasana haru, membuatnya kembali sehat, dan pandangannya tidak lagi berkunang-kunang. "Lihat pipi mereka. Keduanya terlihat sehat dan gemuk." Hinata tersedu-sedu saat bayinya menggeliat tepat berada di dalam gendongan dan pelukannya. Bayi perempuan yang cantik. Pipinya merah dan gembil. "Demi Tuhan, dia yang ada di perutku," sementara Naruto memeluk bayi laki-lakinya. "Mereka anak-anak yang lucu." Lanjutnya terisak.

Their Story ✔Where stories live. Discover now