. OO1 ' first love?

148 20 3
                                    

Gadis cantik bertubuh langsing itu mendesah berat. Merasa agak capek karena terlalu aktif di kegiatan ekskul sekolahnya. Posisi nya yang menjabat sebagai ketua ekskul karate membuat nya harus ikut serta juga dalam rapat OSIS. Itu sebab nya Roseanne Althea pulang telat seperti sekarang.

Gadis itu berjalan lemas mengeluari area sekolahan. Rosi menguap malas. Tapi gadis itu kemudian mendongak karena samar-samar merasakan ada setetes air yang jatuh di pucuk rambutnya.

Langit sudah sangat mendung dan gelap, pertanda sebentar lagi akan hujan besar. Kelopak mata Rosi jadi menyendu begitu saja. Langit mendung gini emang waktu yang paling pas buat galau kan?

Gadis itu merunduk melihat jam di layar handphone nya. Tersadar hari sudah sangat sore, Rosi jadi mempercepat langkahnya sambil terus menatap layar handphone. Dirinya asik mengetikkan balasan untuk pesan dari teman sekelasnya.

Line!

Lalisa : rosiana putra kumalasari, gua tau lo ketinggalan jaman, tapi gue terpaksa harus nanya ini ke elo

Lalisa : di sekolah kita tuh ada murid yang punya gangguan mental atau kekurangan gitu gak sih?

Rosi : elo

Lalisa : HE DURHAKA YA LO SAMA GUE

Lalisa : gue serius setan

Rosi : gausah serius serius, temenan aja dulu.

Lalisa : rosi.

Lalisa : stop.

Rosi : baby dont stop.

Lalisa : bodoamat gue ga peduli

Rosi : yakan kamu pedulinya sama aku doang yang

Lalisa : APAAN SIH MABOK LO KEBANYAKAN TEMENAN SAMA ORANG GILA YA

Rosi : IYA, ELO ORANG GILANYA

Rosi : ELO YG NGAJARIN GUA KEK GINI YA

Lalisa : tempat jual temen dimana sih....



Bruk!

"Eh."

Rosi jadi terperanjat. Tubuhnya bertubrukan pelan dengan seorang pemuda jangkung yang berseragam sama dengannya. Rosi pun mendongak dan reflek menarik diri.

Pemuda jangkung itu membalikkan tubuhnya. Garis wajahnya yang dingin membuat Rosi agak tertegun. Anehnya, pemuda ini memakai kacamata hitam di waktu yang seperti ini.

Ngapain banget coba?

"Maaf ya." Kata Rosi singkat lalu melewati pemuda itu, tak mau berlama-lama.

Rosi melirik tangan pemuda itu. Sebuah tongkat yang dipegang oleh pemuda itu membuat Rosi mengerti alasan pemuda itu memakai kacamata hitam.

Dia seorang tunanetra.

Tapi Rosi tidak pernah melihatnya di sekolah. Mungkin dia seorang murid baru. Tetapi.... murid baru yang tunanetra? Gila. Rosi gak bisa membayangkan betapa pintar cowok itu. Sekolah Aristha merupakan sekolah internasional yang elit. Hanya murid-murid kalangan 'atas' dan berotak encer yang bisa memasuki sekolah ini.

Baru beberapa langkah Rosi berjalan, Rosi mendengar suara langkah pemuda itu mengikuti Rosi juga. Sampai Rosi berhenti tepat saat lampu rambu lalu lintas berwarna hijau, pemuda itu juga ikut berhenti.

Hening. Berdampingan, namun tanpa pembicaraan.

Rosi jadi merasa canggung. Ia menggigit pelan bibir bawahnya. Sedang memantapkan diri untuk membuka pembicaraan.

"Mau nyebrang ya?" Tanya Rosi lembut, berniat ingin membantu.

Pemuda itu mengangguk pelan.

"Perlu bantuan?" Rosi tersenyum kikuk.

Pemuda itu terdiam sebentar, lalu tersenyum samar, "sangat perlu." Jawab nya dengan suara berat serak nya itu.

Pemuda itu lalu menyodorkan telapak tangan kanan nya ke Rosi. Membuat Rosi mengerutkan kening tidak mengerti maksudnya.

"Ngapain?" Tanya Rosi bingung.

"Gandeng tangan."

Assalamualaikum, kewarasan Rosi?

Halo?

Oh sudah hilang rupanya.

Rosi mengerjap linglung, "E-eh i-iya." Jawabnya gugup, langsung menyambut tangan pemuda itu.

Tangan pemuda itu kini masuk ke sela-sela jari Rosi, mengenggamnya erat seperti enggan melepaskan. Gak tahu, kalau wajah Rosi sekarang sangat merah seperti kepiting rebus.

Tangan nya yang besar dan hangat membuat Rosi merasa nyaman begitu saja.

Rosi menyematkan anak rambut nya dibelakang telinga. Kebiasaan Rosi yang hanya diketahui beberapa orang, jika gadis itu sedang malu, maka gadis itu akan selalu memainkan rambut bersurai blonde nya itu.

Dua pupil berwarna coklat itu tidak ada bosan-bosannya untuk menatap cowok jangkung disampingnya. Belum puas kalau hanya memandangi wajah tampan itu sesaat saja. Sampai celetukan pemuda itu membuat Rosi tersentak, malu setengah mati.

"Kenapa? Ada sesuatu di muka gue?"

Rosi kaget dan malu setengah mati.

'Ini buta beneran gak sih anjir?!' Batinnya.

"Eh, e-enggak! Gak ngeliatin kok! Lagi nungguin lampu merah!" Racau Rosi salah tingkah lalu mengalihkan wajahnya.

Pemuda itu jadi tertawa renyah ketika sadar Rosi sedang salah tingkah, "Gue memang buta. Tapi Indra pendengaran gue ini sangat tajam. Itu sebabnya kadang gue jadi lebih peka dari manusia biasanya." Jelas pemuda itu, tak ingin Rosi salah paham.

Pemuda itu meneguk ludah sebelum melanjutkan bicaranya, "Elo... setinggi bahu gue. Punya rambut panjang dan... harum," Lanjut pemuda itu membuat pipi Rosi memanas.

Ia melepas kacamata hitamnya, mendekatkan wajahnya ke Rosi. Tepat saat wajah nya hanya berjarak 5cm dengan wajah Rosi, pemuda itu menghirup nafas lembut. Mencium aroma yang menusuk indra penciumannya.

"Mawar ya?"

Rosi jadi makin salah tingkah gini.

'PLIS ROSI AMBYAR NYA DIRUMAH AJA JANGAN MALU MALUIN'

Pemuda itu kemudian menoleh ke arah lampu rambu lalu lintas. Menyadari perubahan warna yang tidak bisa dilihatnya tetapi bisa dirasakannya karena dia tidak lagi mendengar suara kendaraan yang melaju di depannya. Ia jadi agak mengeratkan genggamannya.

"Ayo, nyebrang," ajak pemuda itu menarik pelan tangan Rosi.

Rosi pun menurut saja, tangannya ditarik lembut oleh pemuda itu. Menyebrangi jalan sambil bergandengan tangan, membuat hati Rosi makin berdebar-debar memandangi punggung pemuda itu yang memimpin langkah didepannya.

















Kalau kalian bilang cinta pandangan pertama itu adalah hal yang bodoh, maka Rosi sedang melakukan hal bodoh itu sekarang.


❒ perfection | koo junhoeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang