Kali ini Zen meninggalkan hoodie dan masker yang biasa dipakainya dirumah. Meskipun dia tahu, beberapa hari yang lalu polisi sedang menyelidiki kasus kematian korban pertamanya, Ariana.
Sesampainya dikantor, semua mata tertuju pada Zen, saling membicarakannya.
Zen tahu, ini semua pasti karena si korban larinya.
Tapi hari ini Putra tidak ada di meja kantornya, pasti dia trauma.
"Hai, Zen!" Anastasia mengagetkannya.
"Baru datang?" Tanya Anastasia, Zen mengangguk.
"Oh, dicariin si bos, tuh! Katanya ada yang mau diobrolin"
Zen menganggukan kepalanya dan pergi keruangan Marion.
Tok...tok...tok...
"Masuk!"
Marion terlihat sedang sibuk dengan berita koran yang sampai menutupi wajahnya.
"Duduk!" Perintah atasan.
"Kemana perginya Putra hari ini?" Tanya Marion.
"Saya tidak tahu"
"Putra bilang, semalam dia terlibat pertengkaran dengan Zen. Dia bilang, Zen hendak memutus jari telunjuknya"
"Itu tidak benar" bantah Zen.
"Terus?" Tanya Marion intens.
"Dia yang mengejar saya"
Otak Zen tidak berpikir keras untuk mengelak. Hal ini mudah saja baginya, dia tinggal memutar balikkan fakta sebaik mungkin.
Marion memijat dagunya.
"Mengejar untuk apa?"
"Entahlah, tapi dia menyodongkan cutternya"
Marion memicingkan matanya, seperti ada yang janggal.
Drtt...drtt...drtt...
Pevita is calling you
📞 ☎Pevita
00:01Pa?
Ya, kenapa?
Hari ini papa pulang jam berapa?
Belum tau, nih. Kenapa?
Pevita bosan, pa
Minta antar sama pak Minsar, dong, dek!
Yaudeh, deh! Sebel!
Tut..tut...tut...
"Ada-ada aja!" Marion menggelengkan kepalanya.
"Siapa dia? Putrimu?" Tanya Zen.
"Ya, benar"
"Seharusnya anda mengajarkan putri anda tentang kesopanan"
Marion tampak serius, dan marah menanggapi pernyataan Zen yang semena-mena menurutnya, sangat tidak pantas.
"Keluar sekarang!"
👤
Jam bubar kantor tiba. Sedari tadi Anastasia tidak menampakkan batang hidungnya. Zen mau mencarinya, tapi entah karena apa dia buru-buru pulang.
YOU ARE READING
14th- Death
HorrorSetelah menanti cukup lama akhirnya pisau itu tajam, menurutnya. Ariana yang melihat ajalnya didepan mata, langsung meronta-ronta dari kursinya. Tapi percuma saja, usaha Ariana sia-sia. Kini pisau itu sudah sangat dekat dengan lehernya, yang kapan-p...