Part 3 (Tatapan Niyo)

187 42 18
                                    

KRING ...KRING ... KRING...!

"Monett-kornet-harnet-internet!" teriak Stuart si biang keributan pagi.

Aku mematikan kompor dan berlari ke depan tanpa sempat melepaskan apron, siap membungkam mulutnya dengan menjejalkan sandal jepit yang kupakai kalau nanti kami sudah ketemu. Tetapi, nahas aku malah bertabrakan dengannya—yang lebih dulu menerobos masuk ke dalam rumah—dan jatuh terjengkang dengan bokong mendarat ke ubin terlebih dulu.

"Sakit ...." rintihku sambil meringis mengelus pantat.

Sementra Stuart kulihat masih berdiri tegap tak tergoyahkan bagai mercusuar, menyeringai padaku sambil memindahkan permen lolipop yang selalu dikulumnya setiap pagi ke sudut lain bibir mungilnya.

"Aku ingin sarapan di sini. Karena itu aku datang lebih awal," katanya riang sambil berangsur ke dapur. Mengabaikanku yang masih berjuang untuk bisa kembali berdiri.

"Kamu tidak bisa makan di sini sebelum minta maaf padaku!" Aku menyusulnya ke dapur sembari setengah menyeret kakiku yang agak pincang pasca bercumbu dengan lantai.

"Jangan lebay kayak cewek," judasnya sambil menyerahkan permen sisa kulumannya tanpa memandang ke arahku.

Dia memberiku permen sisa dan hei, aku memang cewek! Memangnya aku kelihatan seperti apa di matanya?
Sialnya, lagi-lagi aku telat menghentikan Stuart yang sudah menyeret kursi dan mengambil nasi beserta satu ekor ikan tongkol goreng di piringnya sebagai lauk.

"Aku menyukai ikan yang gemuk." Dia berkata sembari bersenandung.

"Jangan makan yang itu!" jeritku tak terima melihat Stuart menyomot ikan paling besar yang tadi hendak kuberikan pada Niyo.

Stuart menelengkan kepala ke sisi kiri sambil menahan ikan di depan mulut. Saat ia akhirnya menoleh, ekspresinya tampak terkejut dan kecewa memandangku. "Cuma ikan tongkol ini. Nanti aku akan memancing ikan yang lebih besar untukmu sebagai gantinya."

"Enggak!" Aku mendekat dan merebut ikan itu dari tangannya, kemudian menukarnya dengan ikan berukuran paling kecil yang tadi kugoreng.

"Kamu makan yang ini saja."
Stuart menyeringai dan saat kupikir ia sudah menerima rezekinya dengan damai, kudengar mulutnya masih sempat mengataiku pelit sebelum menyuap sesendok nasi putih hangat dari piringnya. Lalu makan dengan lahap seolah-olah sudah tidak makan selama berhari-hari dan ini pertama kalinya dia melihat nasi lagi. Tanpa menunjukkan sedikit pun kesan bersalah atau sungkan padaku yang masih berdiri di sebelahnya.

"Ikan ini untuk Niyo." Aku mengumumkan sembari mulai menata ikan yang berhasil kurebut dari tangan Stuart ke piring nasi Niyo. Mengaturnya sedemikian rupa hingga tampak apik dan serapi mungkin seperti makanan yang biasa disajikan di restoran. Tanpa lupa menambahkan sambal kecap dan irisan mentimun sebagai lalapan sederhana, plus menjejalkan kerupuk uyel di tepi piring sebagai sentuhan akhirnya.

Stuart hanya mendecak di sela mengunyah. "Niyo siapa? Peliharaan barumu?"

Aku mengedikkan bahu dan tiba-tiba saja terlintas di benakku untuk berkata jail. "Mungkin dia jodoh masa depanku."

Stuart sontak tersedak dan langsung terbatuk-batuk hingga harus menghentikan kegiatan makannya. Tak tega menyaksikan tangannya yang berusaha keras menggapai teko air di tengah meja, aku mendesis dan terpaksa meletakkan kembali piringku untuk menuangkan minum dan menyerahkan padanya.

"Makanya, jangan rakus dan jangan lupa berdoa sebelum makan," omelku begitu ada kesempatan.

"Aku tersedak justru karena kamu." Stuart menyalahkanku begitu batuknya reda.

Untungnya kakek sudah berangkat pagi-pagi mengantarkan turis ke pulau seberang, jadi tidak perlu menyaksikan keributan kami. Atau jika tidak, pasti dia akan memperburuk keadaan dengan membuat lelucon neko-neko, seperti ... Sepasang suami istri dilarang bertengkar pagi-pagi. Yang biasanya akan membuatku dan Stuart jadi canggung sepanjang hari di sekolah.

Delphos (End)Where stories live. Discover now