CHAPTER 14

6.5K 421 16
                                    

Bulan Madu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bulan Madu

Tangannya telah aku genggam, kakinya telah melangkah bersama, semua tentangnya adalah milikku, dan apa yang aku lakukan sepenuhnya untukmu.

-Dia Imam Terbaikku-

Mata menatap lurus ke depan, mengamati wajah polos yang tengah tertidur dengan nyenyak. Bibir terangkat mengukir senyum, tangan tergerak untuk menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik sang istri.

"Cantiknya bidadariku." Mencium kening Syabilla lembut, membuat wanita itu menggeliat membelakanginya.

"Loh malah munggungi." Fajar menarik tubuh itu untuk mendekat, memeluknya dari belakang memberi kehangatan.

Sesekali dia meniup leher Syabilla, kadang juga menggigit kuping wanita tak bersalah itu. "Ugh!" lenguhnya.

Tersenyum gemas melihat tingkah istrinya. "Yaa Qalbii, ayo bangun."

Syabilla kembali menggeliat, menghadap ke arah sang suami kembali. Memeluk pinggang Fajar, lalu menaikkan kakinya seperti memeluk guling.

Laki-laki menggeleng pelan, sambil memperbaiki posisi kepala Syabilla yang berada di lengannya. Lalu membalas memeluk, sambil menepuk pelan punggung sang istri.

"Kasihan, kecapean gara-gara semalam."

Mengerjapkan matanya pelan, mendapati dada bidang di hadapannya. Syabilla menoleh ke atas, melihat dengan jelas rahang tegas sang suami. "Mas.."

Fajar menoleh, lalu tersenyum kecil. "Eh sudah bangun, masih ngantuk?"

Menggeleng pelan, seraya memperbaiki posisinya sejajar dengan leher sang suami. "Mas kok gak banguni aku?"

Mencubit pelan pipi Syabilla, lalu menciumnya gemas. "Tidur kamu nyenyak banget, jadi susah di banguni."

"Ck! Di goyang-goyang dong, kayak caraku banguni Mas."

Fajar menggeleng. "Gak ah, biar aja kamu menikmati dunia mimpi dulu."

Memasang wajah cemberut, sembari melingkarkan tangannya di leher Fajar untuk menyembunyikan wajahnya di sana. "Kan aku jadi gak bisa Salat berjamaah sama Mas," ucapnya sedih.

Mengusap punggung sang istri. "Aduh, kenapa jadi sedih gini. Kan bisa Salat lagi nanti, udah jangan nangis."

Fajar menahan suara tawanya, ketika merasakan lehernya basah. "Kalau mau ketawa, keluarkan aja Mas. Gak usah di tahan, biar aku aja yang nanggung kesedihan ini!" ujar Syabilla penuh drama.

Dia Imam Terbaikku (END)Where stories live. Discover now