🍀 O8 🍀

3.5K 802 155
                                    

"Kalau di rumah ada aku, kenapa kamu harus minta orang lain buat mijat kamu? Aku kan bisa. N--nanti kalau yang mijatnya cewek pasti merambah kemana-mana. Itu nggak boleh kejadian!"

















Daniel berdecak, "Halah, bilang aja kalau lo cemburu. Nanti gue pilih yang mijit cowok deh," ujar Daniel lagi.

"Iya sih cowok, taunya homo. Ya abis sama digerayangin," jawab Seongwoo ketus.

"Lo nggak niat ngegerayangin badan gue?" tanya Daniel yang mengundang Seongwoo untuk memukul kepala laki-laki itu.

"Bodo," ketus Seongwoo.

Keduanya terdiam sambil merasakan sejuknya angin malam.

"Dan, tadi kamu di mall kenapa? Ada masalah sama Jihoon?" tanya Seongwoo hati-hati, takutnya ia menyinggung Daniel.

Daniel terdiam sebentar hanya terdengar suara dengungan sampai akhirnya laki-laki itu membuka suaranya, "Jadi, tadi itu gue ketemu sama bokapnya Jihoon. Minta restu lagi buat nikahin anak semata wayangnya tuh, tapi ternyata bokapnya nggak dateng sendirian. Dia malah dateng sama Guanlin, rival perusahaan gue. Sial betul emang!" jelas Daniel dengan menggebu-gebu.

"Terus?"

Seongwoo bertanya sambil sesekali memainkan rambut Daniel. Posisi mereka masih duduk di tangga dengan Daniel yang posisinya lebih rendah dari Seongwoo. Ia mendengarkan semua keluh kesah Daniel tentang kekasihnya, Jihoon, dan meresponnya seperlunya saja. Bukan kesal atau cemburu, ada baiknya untuk mendengarkan cerita Daniel dari awal hingga selesai dulu baru berkomentar.

"Dia bawa Guanlin dan dikenalin ke gue sama Jihoon. Dikenalnnya sebagai calon jodoh Jihoon, ingin berkata kasar. Yaudahlah selama pertemuan itu ya ngobrolnya cuma sama Guanlin doang, gue diabaikan, dianggap nggak ada. Padahal badan gue sama Guanlin juga gedean badan gue, Woo!" Daniel berseru tidak terima. Ia berbalik untuk menatap Seongwoo dengan kening berkerutnya menunjukkan ekspresi kalau ia sangat kesal dan jengkel.

Seongwoo hanya tersenyum tipis lalu mengangguk, "Terus?" tanyanya lagi seraya mengulurkan tangannya untuk menyentuh kerutan di dahi Daniel dan mengusapnya lembut hingga kerutan itu menghilang.

Daniel kembali melanjutkan ceritanya, "Sialnya lagi, Jihoon malah natap Guanlin penuh minat. Ini gue curiga kalau dia tuh tipe orang yang ketemu manusia ganteng dikit terus belok, guenya dicuekin kaya orang bego. Sampah! Mana dibangga-banggain mulu lagi si Guanlin sama bokapnya Jihoon. Woo, rasanya mau nebalikin meja aja! Gue akhirnya interupsi dong, biar dianggap juga. Gue langsung to the point aja bilang mau nikahin Si Gendut tapi tetep aja nggak dikasih sama bokapnya. Gue akhirnya adu bacot sama bokapnya Jihoon dan ya yang lo liat tadi di mall," lanjut Daniel kemudian menunduk. Wajahnya berubah mendung.

Seongwoo tidak merespon apapun.

"Lo nggak ngasih saran gue harus gimana?" tanya Daniel heran.

Seongwoo menggeleng, "Dari awal aku nggak pernah ada niat ataupun ngomong akan ngasih saran buat masalah kamu. Lagian juga udah jelas kok solusinya," jawab Seongwoo.

Daniel menghela napas lalu mengangguk, "Yaudahlah nggak usah dibahas. Nanti gampang, gue yang mutusin Jihoon. Daripada bahas Jihoon, mending bahas Mark aja. Gue pengen tau anak gue di masa depan kaya gimana?" tanya Daniel yang ekspresinya berubah antusias.

"Ya gitu, Mark lebih ganteng dari kamu," balas Seongwoo.

"Ah masa sih?! Gue nggak kalah ganteng dari Mark!" seru Daniel tidak terima.

Seongwoo berdecih, "Kaya udah tau aja gimana bentukan Mark," cibirnya.

"Ya karena gue nggak tau, lo bertugas buat ngasih tau gue!"

Seongwoo mengangguk kemudian mulai menceritakan seperti apa Mark, "Mark itu tinggi sama kaya kamu, matanya sipit kecil gitu, hidungnya mancung, bibirnya tipis, punya rahang dan bentuk wajah yang tegas, aura dominan hampir sama kaya kamu padahal masih kecil," jelas Seongwoo tanpa menatap Daniel, ia sibuk membayangkan anaknya yang sedang ditinggal di masa depan.

"Terus kalau sifatnya?" tanya Daniel lagi. Kali ini laki-laki itu bangkit dan mengulurkan tangannya pada Seongwoo. Uluran tangan itu disambut hangat oleh Seongwoo.

Mereka berdua pindah dari tangga pendopo ke tengah-tengah pendopo. Di sana ada beberapa bantal kecil dan matras tipis.

"Ngobrolnya disini aja," ujar Daniel lalu melepaskan genggaman tangannya dari tangan Seongwoo. Laki-laki itu merebahkan tubuhnya pada sebuah matras dengan tumpuan kedua tangan pada kepalanya.

"Sifatnya?" Seongwoo ikut merebahkan tubuhnya pada matras, "Dia nggak begitu banyak bicara sama orang yang baru dikenal tapi bawel kalau udah ketemu orang-orang yang dia kenal, gampang ketawa juga sama kaya kamu. Apa aja diketawain. Dia suka bantu-bantu aku kalau di rumah, punya rasa simpati dan empati yang tinggi, terus dia juga penasaran anaknya," jelas Seongwoo.

Daniel berbaring menyamping menghadap Seongwoo, "Terus Mark manggil gue apa?"

"Dia manggil kamu...Ayah, Ayah Daniel," Seongwoo juga ikut berbaring menyamping menghadapkan tubuhnya ke arah Daniel.

"Kalau lo dipanggil apa?" tanya Daniel dengan suara yang semakin lirih. Kesadarannya sudah diambang batas.

Seongwoo tersenyum tipis, "Kamu sama Mark manggil aku Bunda kadang juga Buna. Nggak tau apa maksudnya Buna."

Daniel tidak merespon Seongwoo, matanya sudah terpejam sempurna dan napasnya sudah berhembus teratur.

Tangan Seongwoo terulur untuk menyentuh wajah Daniel. Ditelusurinya permukaan wajah laki-laki di hadapannya ini, mulai dari rambut, kening, hidung, pipi, bibir dan dagu serta rahangnya. Sebuah perwujudan yang sempurna.

"'Cause I will fall for you, no matter what they say. I still love you. You'd never be alone, now look me in the eyes. I still love you."

Seongwoo menyanyikan sebait lagu untuk menyampaikan isi hatinya. Dibalik sikapnya yang terkadang kasar pada Daniel, dibalik perkataannya yang terlampau tajam dan pedas pada Daniel, Seongwoo sungguh menyayangi laki-laki itu. Entah itu di masa sekarang atau di masa depan.

"Berhasil atau nggaknya aku ngejalanin misi ini, perasaanku nggak akan pernah berubah. Kalaupun pada akhirnya aku gagal dan harus relain kamu pergi lebih cepat, setidaknya aku nggak pernah menyesal buat sayang dan terus cinta sama kamu, Daniel. Karena aku sudah memberikan semuanya untukmu sampai akhir."

Tubuhnya beringsut maju kemudian ia mengecup kening suami masa depannya itu dengan sayang.

"Good night, my hubby."

***

A/N:

Hai gaes! Mon maap lama, kemarin aku sibuk banget dan sekarang lagi libur sebentar. Jadi aku bisa update dong.

Jum'at minggu ini aku UAS, jadi hiatus lagi sekitar 10 hari-2 mingguan ya. Cuma kalau sempat ya aku pasti ngetik terus update deh.

Kay, jangan lupa vote & commentnya ya gaes.

See you in next chapter 👍😋

From The Future ➖ OngNiel ✔️Where stories live. Discover now