18. Mulai Menjauh

110 18 0
                                        

~ seperti indonesia yang berbeda-beda tetap satu, mampukah kita menyamakan misi sedangkan kita tahu jalan tempuhnya berbeda?.. ~
.
.

[ Asheeqa ]

======================

Bukan salah takdir mempertemukan kita

Bukan salah waktu yang menentukan kita

Bukan salah hati, ketika rasa menyapa

Juga bukan salahmu menyebabkan hati ini terpaut

Tapi salahkan aku, ketika aku terlalu berharap lebih...

Pena bertinta biru itu menghentikan lajunya, tidak lagi menyoretkan garis pada lembar putih yang tak lagi bersih. Pemiliknya menatap nanar, memahami sekali lagi tulisan yang ia tuangkan melalui lembarannya, dan tentu saja ini tentang risalah hati. Masih terekam jelas ucapan pemuda kemarin yang menyembulkan fakta diatas timbunnya kebersamaan, masih terasa sesak hatinya kala mengingat tentang semuanya. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca, bibirnya bergetar menahan isakan yang lolos, ia menutup matanya hingga airmata mengalir dari kelopak kiri, yang menandakan jika ini adalah air mata kepedihan.

Di kesunyian kelas gadis itu menangis dalam diam, ia sengaja berangkat lebih awal untuk menenangkan hatinya yang terkejut dan tentu menghindari tokoh utama dari cerita ini semua. Kemarin setelah shalat Ashar tidak ada lagi pembicaraan antara dirinya dan Arkhan, hanya kesunyian dan kebisuan yang membekali mereka hingga sampai kerumah masing-masing meski sebelumnya berada dalam satu bus yang sama. Ya, Jazila sengaja mendiamkan Arkhan sebab hatinya masih terguncang, angin topan yang memporak-porandakan jiwanya belum juga berlalu pergi.

"Zila kenapa?" mendengar suara lembut didepannya membuat Jazila buru-buru menunduk dan mengusap airmatanya yang dengan sombong masih menetes, gadis itu mendongak dan menampilkan senyuman seperti biasa agar Nala yang sekarang berdiri dengan Zaina tidak lagi bertanya-tanya.

"oh, tadi cuma kelilipan jadinya berair" sahut Jazila yang berbohong, gadis itu meringis dalam hati karena ini adalah kali pertama ia berbohong dengan sahabatnya.

"mau ditiupin biar enggak perih?" tawar Zaina yang sudah meletakkan tas punggung dibangku depan Jazila. Gelengan ringan dari Jazila membuat Zaina mengangguk mengiyakan, gadis itu berpikir jika Jazila tidak merasakan perih apapun dimatanya.

"nih pake, mata kamu merah tuh" ujar Nala seraya menyerahkan obat tetes mata yang memang sering ia bawa dikotak P3K-nya, wajar jika ditasnya tersedia obat-obatan, siapa lagi jika bukan abangnya yang meletakkan.
Jazila menyambut di sertai senyuman manisnya, ia menggumam terima kasih pada Nala. Gadis itu menghela nafas lega karena kedua sahabatnya tidak mencurigai mata merahnya yang disebabkan akibat menangis, bukan karena sakit mata.

===

"intinya lo udah jujur sama Jazila kalo kalian berbeda?"
Arkhan mengangguk mengiyakan tebakan Edgar, pemuda itu melepas kacamatanya dan mengusap wajahnya kasar, lalu kembali memakainya lagi dengan helaan nafas kentara. Tangan kanannya memutar sedotan didalam gelas yang masih terisi es teh penuh, makanan yang berada dihadapannya tak membuat Arkhan tergugah mencicipi. Suasana kantin yang ramai bahkan tak mampu menghidupkan kembali hati Arkhan yang kini sepi, pikirannya menerawang pada separuh hatinya yang hari ini tidak ia lihat wujudnya.

"terus kenapa lo galau?" ujar Edgar sembari memakan bakso dihadapannya yang tinggal dua biji, pemuda itu bahkan melahapnya langsung tanpa dipotong.

"jangan bilang lo udah jatuh cinta sama dia?" tebak Edgar tanpa memberi waktu Arkhan untuk menjawab pertanyaan pertama, bahkan dengan sopannya ia mencomot satu pentol kecil dimangkuk Arkhan, si empunya yang memang tidak berminat pun langsung mendorong mangkuknya kehadapan Edgar, menyuruh pemuda itu untuk menghabiskan.

ASHEEQAWhere stories live. Discover now