2

13.2K 836 31
                                    

Susah! Kalau punya teman yang nggak percayaan. Saking nggak percaya aku berangkat dari kantor, Kezia sampai minta dikirimin share location. Memang gampang nggak butuh waktu lama, tapi sebel aja. Sampai segitunya, gitu lho. Namanya juga bocah. Maklumin ajalah.

Akhirnya ketahuan juga. Kezia ngotot aku cepat datang, karena Amara bakalan telat, sedangkan dia udah sampai dari tadi. Aku lupa cerita, kalau Amara sudah resign. Selang dua bulan dariku. Dia udah jenuh. Kezia nggak berani hengkang karena ngerasa mentok dan takut nggak bisa bersaing di luar sana. Dia nggak mau keluar dari zona nyamannya. Aku nggak mau ikut campur urusan itu, karena hak mereka. Kalau mereka tanya saranku, akan kukatakan, tapi kalau nggak, ya lebih baik diam, kan?

Aku meminta Kezia memesankan Lychee Tea with popping Bubble. Aku suka banget sensasinya pas bubblenya meletup. Ada asem-asem seger gitu. Tuh, kan, baru ngebayangin aja, ilerku udah netes.

Punya atasan yang single ternyata nggak enak. Udah di luar jam kantor pun, dia masih nanya-nanya kerjaan, kayak nggak ada hari esok. Walau besok weekend, tunggu kek sampai senin. Emangnya dia bakalan kerja terus selama seminggu?

Dari keluar kantor, sambil nungguin taksol, sepanjang jalan sampai sekarang, masih juga chat urusan kantor. Udah kayak orang bener, jalan tapi nunduk terus liatin handphone, sampai aku diomelin orang karena jalan nggak hati-hati.

"Kalau jalan pakai mata, Mbak!" hardik seseorang. Perempuan itu jongkok, memunguti belanjaannya yang berserak di lantai.

Aku merasa bersalah. Aku ikut membantunya mengumpulkan barang-barang itu. Perempuan itu masih mengoceh.

"Maaf, ya, Mbak. Saya nggak sengaja. Ada yang rusak, nggak? Nanti saya ganti," ucapku seramah mungkin, berusaha menunjukkan rasa penyesalanku.

"Ganti? Situ pikir ini barang-barang murah? Nanti pas tau harganya, pura-pura lagi. Nggak bawa dompet, uangnya nggak cukup, atau malah kabur," katanya tanpa melihatku.

Sialan nih orang! Skin care begituan aja sombongnya sampai ke Neptunus.

"Tenang, Mbak. Saya nggak bakalan kabur, kok," balasku sambil menahan kesal, "berapa yang rusak? Langsung ke counter-nya aja, yuk!" tawarku.

"Sombong banget, lo! Tahu nggak harga semuanya ini berapa?" perempuan itu bangkit, sementara aku masih berjongkok memunguti serum anti aging yang belum sempat diambilnya.

Aku menyodorkan barang miliknya, "Kalau ada yang mau diganti, mending sekarang. Saya masih ada urusan," sahutku hampir kehilangan kesabaran.

Perempuan itu memandangku dengan tatapan aneh, lalu melihatku dari atas hingga bawah. Dia seperti sedang berpikir. Apa penampilanku kurang meyakinkan, kalau aku mampu ganti semua alat lenongnya?

"Saki?" tanyanya pelan dan ragu, "lo Saki, kan? Sakinah Yusuf?" tanyanya dengan nada lebih tinggi.

Aku mengernyit, berusaha mengingat-ingat sosok yang berdiri di depanku. Wajah dan suaranya cukup familier, tapi aku nggak bisa mengingat namanya. Perasaan, aku nggak punya teman yang songong begini. Siapa, ya?

"Lo beda banget sekarang. Lebih apa, ya? Terawat. Nggak kayak waktu sekolah dulu. Item, dekil, bau matahari," dia seperti sedang mengendusku, "sekarang wangi lagi. Lo beneran nggak inget sama gue?"

Kalau dari omongannya yang nggak enakin banget tentang masa kecilku, berarti dia teman sekolah atau tetangga rumah yang lama. Siapa, ya?

"Gue Lela. Masa nggak ngenalin? Emang gue berubah banget, ya?" tanyanya sambil bergaya.

Pengen muntah rasanya.

"Lela? Lela yang suka pura-pura bego kalo kena masalah, terus dilemparin ke gue?"

Kiss The Past (Pindah Ke Dreame)Where stories live. Discover now