Tujuh Belas : Taman Kota

159 12 0
                                    

"Pulang sama aku, sekarang."

Irena mengikuti Keenan, ujung matanya masih melihat ke arah Kevin yang juga menatapnya. Irena tidak mengerti apa yang barusan terjadi. Kevin begitu emosional dan jelas itu membuatnya takut.

Irena masuk ke dalam mobil Keenan, pandangan matanya kini beralih pada ponsel yang diberikan Keenan. Keenan melempar tas punggungnya ke kursi belakang sebelum meninggalkan lapangan parkir sekolah tanpa kata.

Sebuah senyum tersungging begitu saja pada wajah Irena, ia tidak peduli lagi dengan tangan kanannya yang memerah. Sudah lama rasanya ia tidak sedekat ini dengan Keenan. Ia ingat, terakhir kali mereka sedekat ini, Keenan memintanya jangan mengganggu Eliza lalu pergi begitu saja.

Irena memalingkan wajahnya, menghapus senyuman yang sempat muncul pada wajahnya. Ia tidak mau bila perjuangannya untuk melupakan Keenan pupus hanya karena Keenan menolongnya dari Kevin tadi. Jadi ia putuskan untuk diam tanpa berucap terima kasih pada seseorang yang pasti juga akan mengacuhkannya.

"Aw," Irena refleks meringis saat Keenan menyentuh tangan kanannya yang masih memerah.

"Bener-bener tuh anak." bisik Keenan tanpa sadar. "Perih ya?"

Irena mengangguk.

"Kenapa?"

Kali ini Irena menoleh, Keenan sendiri hanya memandang jalanan di depan dan fokus menyetir setelah melepaskan tangan Irena.

"Ditarik Kevin."

"Gue tahu, gue liat tadi. Pertanyaan gue, kenapa?"

Irena menaikkan bahunya, ia tidak tahu juga alasan Kevin menjadi kasar seperti itu. Memang hampir tiap kali ia datang untuk mengajar di sekolah mereka, Kevin selalu menghampirinya. Kalau itu siang, maka Kevin akan mengajaknya ke kantin. Kalau itu sore, maka Kevin akan menawarinya tumpangan pulang. Namun semuanya itu selalu ia tolak.

"Lo gak bisa jaga diri apa."

Pertanyaan Keenan itu terdengar seperti pernyataan, namun tidak ia hiraukan. Perhatiannya lebih tertuju pada lingkungan sekitar yang mereka lewati.

Irena ingat tempat ini. Sebuah taman kota dengan banyak penjaja makanan ringan dan bangku kayu panjang tersusun rapi saat hari tidak hujan. Dulu terkadang mereka akan menghabiskan waktu pulang sekolah mereka untuk mampir sejenak dan membeli kembang gula di salah satu penjual makanan.

Keenan menghentikan laju kendaraan mereka dan memarkirkannya di tepi jalan, tempat beberapa mobil lain juga menepi untuk parkir dan menghabiskan waktu sebentar mengisi perut sambil melihat sejuknya pepohonan di taman kecil tersebut.

"Ayo turun." ajak Keenan pada Irena.

Irena tidak mengikuti Keenan yang sudah keluar dari dalam mobil. Otaknya terlalu bingung memproses semua ini. Bahkan ia memukul tangan kirinya sendiri untuk memastikan semua yang ia alami ini nyata dan bukan ilusi semata.

Keenan membuka pintu Irena, "Lo gak mau turun? Kalau gak mau, gue kunci mobilnya."

Akhirnya Irena memilih turun dan mengikuti Keenan.

"Mas, minta baksonya 1." Pesan Keenan pada tukang bakso bertopi merah itu dan mengambil tempat duduk di sebelah gerobak. "Lo mau juga gak?"

"Mas minta 2 mangkok deh." ucap Keenan lagi tanpa menunggu jawaban Irena.

"Keenan" panggil Irena pelan. "Makasih ya."

Keenan mengangguk.

"Keenan?"

"Apaan lagi?" tanya Keenan tanpa memandang Irena yang duduk di sebelahnya.

"Kenapa kamu ajak aku kesini?"

Are We Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang