25. Clueless

7.9K 956 174
                                    

Winter terbangun dengan pening yang menyerang kepalanya. Ia menatap sekitar dan mendapati dinding kamarnya. Meski samar, Winter masih mengingat beberapa potongan kejadian semalam. Dia terus mengoceh hingga akhirnya tertidur di pangkuan Shone.

Ah, Shone. Laki-laki yang saat ini berstatus sebagai suaminya. Laki-laki yang kemarin membuatnya mempermudah jarak Makassar-Jakarta dan berakhir menemukan pemandangan yang ia benci.

Getar ponsel di atas nakas membuat Winter mengangkat kepalanya dan menatap benda itu. Nama Bunda Anneth tertera di sana. Dengan susah payah, Winter meraih ponselnya dan mengangkat panggilan Anneth.

"Halo, Bun?"

"Suaranya kok serak? Kamu sakit?"

"Enggak, Bun. Cuma agak kecapean, nanti juga baikan. Kenapa, Bun?"

"Happy birthday. Jangan bilang kamu lupa sama ulang tahunmu."

"Ah..." Winter menurunkan ponselnya sebentar guna melihat tanggal. Bahkan di notifnya ada beberapa panggilan tak terjawab. Pasti itu Mami. "Makasih ya, Bun. Aku benar-benar lupa."

"Ah iya. Nanti malam ke rumah ya. Makan malam bersama buat ngerayain. Nanti Bunda hubungi Mami kamu."

"Mami lagi di Jayapura, Bun. Ada pembukaan cabang rumah makan baru di sana. Papi juga kayaknya masih di Bandung."

"Tapi kamu sama Shone bisa kan?"

"Bisa kok, Bun."

"Ya udah. Bunda tunggu."

Setelah Bunda memutuskan sambungan, Winter bergegas turun dari ranjang. Untung saja ini masih jam enam. Dia harus segera ke kantor dan menyusun laporan sidang yang seharusnya bisa dia selesaikan di Makassar kalau Shone tidak berulah.

Winter menatap sejenak pakaian yang ia kenakan. Dia baru sadar kalau tengah memakai piyama satin favoritnya. Pasti Shone yang menggantinya ketika dia mabuk.

Pintu kamar terbuka disusul kehadiran Shone di sana dengan semangkuk bubur dan segelas air di nampan yang ia bawa. Raut wajahnya terlihat biasa-biasa saja, seakan mereka tidak terlibat pertengkaran apa-apa kemarin.

"Makan dulu," ucap Shone sambil duduk di sebelah Winter. "Mau disuapin?"

Winter menggeleng pelan lalu mengambil mangkuk itu dari atas nampan. Dia mulai makan tanpa berucap apa-apa. Jujur saja, dia memang lapar. Seingatnya, terakhir kali dia makan pas di Makassar kemarin.

"Tadi malam pas mabuk, kamu nelpon Mas Belgio," ujar Shone tiba-tiba.

"And then?"

Shone terdiam sebentar, rautnya terlihat bimbang entah ingin menjawab pertanyaan Winter atau tidak. Percuma juga kalau disembunyikan. Belgio yang akan menceritakan semuanya pada Winter.

"You said something about divorce."

"Oh."

"Jangan, Win."

Winter mengernyit pada Shone. "Jangan apa?"

"Jangan cerai."

Winter berdiri untuk meletakkan mangkuk buburnya di nakas. Dia kembali duduk di sebelah Shone setelahnya. "Kamu selalu tau semua keputusan bergantung dari sikap kamu."

"Audy... aku gak punya perasaan apa-apa sama dia. Aku cuma menolong dia."

Salah satu alis Winter menukik. "Kenapa harus kamu?"

"Karena aku salah satu penyebab Audy sekarang hanya hidup berdua dengan anaknya."

"Maksudmu?"

Shone tidak menyahut. Dia bahkan mengalihkan wajahnya dari Winter. Meskipun begitu, Winter masih bisa melihat ekspresi Shone. Dan tidak perlu analisis berkepanjangan untuk mengetahui bahwa cowok itu tengah mengingat sesuatu yang tidak menyenangkan.

"Shone?"

Winter mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Shone yang tanpa disadari mencengkram ujung nampan. Winter mengambil nampan itu dan meletakkan di atas nakas.

"Maaf. Maaf karena aku buat kamu nangis."

Yang Winter tahu, Shone-nya saat ini adalah Shone yang tidak berdaya. Bukan karena lemah, tapi karena dia tidak bisa mengambil keputusan sesuai tuntutan Winter. Untuk pertama kalinya sejak mereka saling mengenal, Winter melihat Shone seperti ini dan rasanya begitu buruk. Ini bahkan lebih menyakitkan dibandingkan ketika dia melihat Shone dan Audy kemarin.

"Shone?" Winter tersentak ketika melihat tangan Shone bergetar. "Shone, kamu kenapa?"

"Nggak. Aku nggak apa-apa."

Winter segera menarik Shone ke dalam pelukannya. Persetan dengan belum mandi. Shone pernah bilang, kalau Winter belum mandi pagi, aromanya seperti susu formula untuk bayi. Winter tidak pernah tahu seperti apa aroma susu bayi, tapi dia yakin itu bukan sesuatu yang wangi.

"Shone, kamu jangan buat aku takut dong. Kan harusnya aku lagi marah. Kok ini aku malah peluk-peluk kamu?"

Shone melingkarkan tangannya pada pinggang Winter, memperdalam letak kepalanya di leher Winter. "Maafin aku, Win."

"Kamu kok gemeteran gini? Kamu buat aku takut tau gak sih!" Nada bicara Winter meninggi karena panik.

"Gak. Aku gak apa-apa. Just hug me like this and I'll be alright."

Sambil mendekap Shone, Winter menatap langit-langit kamar mereka. Shone begitu hangat di dalam pelukannya sampai dia lupa kalau hari ini dia harus menghubungi Bang Hari karena kemarin hanya sempat pamit melalui Bagas, lalu ada laporan sidang yang belum diselesaikan dan... ia melirik ponselnya. Nama Kean tertera di sana. Kenapa pula manusia itu menelepon pagi-pagi begini.

Ah, Winter ingat. Pasti karena hari ulang tahunnya. Dia berani bertaruh, di sana sudah ada panggilan tak terjawab dari Mami, Belgio dan Kean. Kalau Papi, dia orangnya agak cuek. Hal-hal seperti ini kurang dianggap olehnya.

"Shone?"

"Hm?"

"Kamu kok nggak ngucapin happy birthday buat aku?"

"Emangnya kamu ulang tahun?" tanya Shone dengan suara tak begitu jelas karena bibirnya bersentuhan langsung dengan leher Winter.

"Ck. Gak usah peluk-peluk kalau gitu." Winter mendorong Shone hingga pelukan mereka terlepas.

Shone tersenyum kecil meski rautnya belum bisa dikatakan baik-baik saja. Matanya terlihat sayu. "Happy birthday, Winter."

"Kamu baru inget kan?!"

"Tadi malam aku udah ucapin, tapi kamu keburu tidur."

"Itu kan--itu kan pas aku lagi mabuk," suara Winter mengecil, malu menyebutkan kata mabuk. Istri macam apa dia ini?

"Pokoknya hadiahnya harus mahal!" ucap Winter sebelum beranjak dari sana. Dia butuh mandi untuk mendinginkan kepalanya.

***


Guuuys😭😭😭😭😭
I miss u
I need u
I love u
Im sorry
Huaaa😭😭 maafkan kevakumanku yg sangat sangaaat lama. Ada bbrpa urusan rl yg gabisa aku tinggalkan.

Makasiih. Makasiih banget yg udh mau repot2 nyempatin diri nge mssge aku, nge wall sgala macem. I do appreciate it so much.

Maaf juga aku cma bsa up sgni. Insya Allah aku bkal usahain utk aktif lg. Doain ya biar aku nulisnya lancar lg. Yg udh lupa jalan critanya, hehe baca lg ya gengz😂

Seeya next chapter,
Full of love, Paprika:*

Half A YearWhere stories live. Discover now