"Haechan belum bangun, bun?" Tanya gue.Wanita paruh baya yang masih tampak muda, yang baru saja gue panggil bunda itu menggeleng. Mengiyakan pertanyaan gue, buat gue menghela napas lelah. Padahal kita janjian mau berangkat sekolah bareng, tapi kalau begini caranya gue berangkat sekolah sendiri aja.
"Tadi malem si abang udah bilang kalau berangkat sama kamu." Bilang bunda, menyebut Haechan dengan embel-embel abang. Enggak heran, Haechan adalah anak sulungnya.
"Bunda bangunin dari jam enam enggak juga bangun-bangun. Padahal kalau mau berangkat bareng, bangun nya harus awal, kan." Gue mengangguk, lalu duduk dikursi meja makan.
Jam udah menunjukkan pukul tujuh tiga puluh, tiga puluh menit lagi bel masuk bakal bunyi. Mata gue memerhatikan bunda yang asik membuatkan bekal untuk Haeran—adik cewek Haechan—yang masih duduk dibangku sekolah dasar.
"Loh? Kak Airin disini?" Suara ringan anak cewek menginterupsi gue bahkan bunda.
Disana, Haeran dengan seragam lengkapnya memerhatikan gue bingung. Dia menghampiri, lalu membuka lebar tangannya memberi kode ke gue minta di angkat.
Gue tersenyum, mengangkat tubuh cewek itu dan memangkunya di antara kedua kaki gue.
"Bang Echan udah bangun, belum Ran?" Tanya gue, Haeran yang mengunyah sosis yang ada di atas meja menggeleng. "Belum. Katanya malas sekolah."
Gue berdecak, sedangkan bunda menggeleng heran.
"Kayaknya bunda harus omelin dia, nih." Bilang bunda, memasukkan kotak makan berwarna merah muda ke dalam tas Haeran. Lalu menyerahkan kotak makan berwarna biru laut ke gue.
Gue yang udah biasa dikasih bunda bekal makan setiap datang ke rumahnya sebelum sekolah, terima dengan senyuman. "Makasih, bun." Dan bunda mengangguk.
Mama gue sama bunda Haechan itu sebenarnya sama, sama-sama baik dan sama-sama pinter masak. Cuma ya gitu, mama lebih ke malas atau enggan membuatkan gue bekal makan karna katanya gue udah gede dan sebagai cewek yang baik, gue harus menyiapkan semua mandiri. Beda sama bunda Haechan, yang rajin dan paling semangat kalau buatin Haechan bekal bahkan gue juga.
Tapi biasanya kalau ada gue, bunda cuma kasih bekal sama gue tapi isinya di banyakin. Katanya, biar gue sama Haechan sekotak bareng-bareng. Entahlah, bilangnya sih biar So Sweet.
"Bunda ke atas dulu, ya. Bangunin si abang. Nanti kalian telat." Bilang bunda melepas apron nya, hendak ke lantai atas.
Gue mengangguk, memilih setia di tempat sambil menemani Haeran yang asik makanin sosis di pangkuan gue. Duh, lihatin Haeran itu gemesin entah kenapa beda sama abangnya.
***
"Untung bukan gue yang bangunin." Gue turun dari motornya, sementara Haechan memarkirkan motornya dan melepas helm nya diikuti gue, yang langsung kasih helm gue ke dia.
"Kalau lo yang bangunin, auto sakit semua badan gue." Bilang dia mencibir, gue cuma cengengesan.
Haechan enggak bohong kok. Pernah, pas itu karna dia enggak bangun-bangun bahkan bunda yang bangunin tetap enggak bangun akhirnya gue yang bangunin. Kalau gue yang bangunin sih enggak tanggung-tanggung, langsung tendang dia sampai jatuh ke lantai terus pukulin dia pake buku paket nganggur di meja belajarnya.
Badan nya langsung sakit semua, dan berimbas ke gue karna dia langsung manja-manja. Manfaatin situasi buat gue merasa bersalah, terus nurutin apa kata dia. Tapi Haechan tetaplah Haechan, selalu kalah kalau udah sama gue.
Tapi kalau dipikir-pikir heran banget. Biasanya kalau orang pacaran, misalnya mau berangkat bareng kan pasti si cowok jemput ceweknya. Nah ini beda, gue yang mesti ke rumahnya dulu dianter sama bang Jaehyun yang biasa nganggur atau biasa mau kekampus juga.
Bilang gue bucin, padahal gue enggak mau aja kalau disuruh bolos sekolah. Iyalah. Kalau nungguin Haechan yang datang jemput gue dulu sebelum gue yang datang terus berangkat bareng dari rumahnya, bisa-bisa gue enggak berangkat sekolah karna Haechan bangun nya susah terus suka lupaan sama pacar dan berakhir pergi sekolah sendirian sementara gue ditinggalin.
Iya, separah itu seorang Lee Haechan, beruntung gue sebagai pacarnya masih sabar dikit.
"Nanti balik nya gue sama Jeno, deh." Bilang gue, begitu kita jalan beriringan di koridor sekolah.
Haechan noleh, menatap gue dengan pandangan tidak suka. Gue yang paham cuma diam aja mengacuhkan dia.
"Kenapa Jeno?"
"Masa sama lo?"
"Ya wajar dong, gue kan pacar lo."
Gue menghela napas, "tapi lo paling enggak suka anterin gue cari buku, Chan."
Haechan berhenti melangkah, buat gue ikutan berhenti dan menatap dia jengah. Gue yang posisinya selangkah didepan dia merengut tidak suka sama seperti Haechan yang merengut tidak suka juga.
Gue enggak suka sama Haechan yang suka enggak sukaan, dan Haechan enggak suka karna pastinya merasa jadi pacar yang tidak dianggap.
Ngerti, nggak?
"Setidaknya gue pacar lo, sama gue aja napa sih?"
Tuh, kan.
"Gue paling males kalau nantinya lo merengek di toko buku minta pulang." Jujur gue, dia makin merengut tidak suka.
"Dan gue paling males, kalau pacar gue lebih milih cowok lain dibanding cowok nya sendiri." Haechan mengikuti nada bicara gue.
Gue berdecak, "jangan mulai deh, Chan. Ini masih pagi."
"Intinya enggak sama Jeno." Tegas Haechan, "masa gue biarin pacar gue jalan sama orang yang suka sama dia." Cicit Haechan pelan, masih bisa gue dengar lalu pergi jalan ninggalin gue yang merengut heran.
"Lebay banget sih? Apaan coba yang dia bilang tadi." Gumam gue, lalu melangkah cepat menyusul Haechan.
Gue tau, Haechan ini cemburu.
***

YOU ARE READING
Pacar | Haechan✔️ [Completed]
Fanfiction"Pacar atau musuh sih? Berantem mulu." Pacar, Haechan Dyudyu-2019 Cerita nct lainnya dari Dyu Mantan - Renjun BoyFriend - Jisung Status - Jaemin Rich - Chenle Dingin - Jeno Sementara - Mark Cek work Dyu ya💚 Highest rank #1 KPop 200514