Melati

14 1 0
                                    

" Dasar Cewek buta..!" 

Dewa berucap dengan tatapan tajam saat melihat gadis itu mulai berjalan memasuki café. berjalan perlahan dengan tongkat di tangan kanannya.  Kini dia sudah berdiri tepat di depan meja kasir dengan seorang pria penjaga yang tersenyum memandangnya.

"Hei Melati," Sang pria dengan setelan kemeja putih berdasi kupu – kupu itu menyapa gadis berwajah ovale dengan rambut gelombang hitam sebahu.

"oh hai Yan, Kamu bertugas pagi ini, dimana Yulia?" Gadis yang di sapa Melati itu membalas sambil melempar senyum tulusnya pada pria dihadapannya.

"Dia lagi ada urusan penting, jadi aku gantiin dia pagi ini." Pria bernama Iyan itu masih menatap intens gadis mungil dihadapannya sambil tersenyum. Walaupun sebenarnya ia tau bahwa gadis itu tidak akan tau apakah dia sedang tersenyum atau tidak.

"Baiklah, kalau gitu aku mau pesan satu porsi roti keju kesukaan ibu, seperti biasa dengan 2 cup coklat panas." Melati kembali tersenyum dengan tangan kanannya yang masih setia memegang tongkat berwarna hitam miliknya itu.

"Baiklah nona manis, kau bisa tunggu pesananmu 5 menit lagi di kursi biasa." Iyan berucap dengan sedikit nada kekanak – kanakan yang membuat Melati lagi – lagi melemparkan senyum padanya.

Melati berjalan menuju kursi tanpa meja yang berjejer rapi di sisi sudut dekat meja kasir, meraba dengan tongkat hitam miliknya memastikan agar ia tak salah duduk atau melakukan kesalahan. Sebenarnya itu adalah hal mudah bagi Melati, mengingat membeli Roti keju kesukaan ibunya di café itu sudah bagian dari kebiasaannya. Bahkan di usianya yang kini menginjak 19 tahun, ia cukup mampu berjalan sendiri mengelilingi jalanan di sekitar café itu tanpa tersesat sedikitpun.

Melati Augleria, Gadis buta yang tinggal bersama ibu angkatnya itu mengalami kecelakaan yang merenggut kedua penglihatannya. Tinggal di kota cukup lama membuatnya hampir berhasil menghapal jalanan disana dan dapat berusaha mandiri.

Ya, mandiri walau ia adalah seorang tunanetra. Gadis manis dengan tinggi 159 cm itu paling benci dengan kata lemah dan rasa kasihan. Baginya buta bukanlah halangan untuk bisa hidup selayaknya orang – orang normal seusianya. Berusaha sekuat tenaga seakan ia mengucapkan pada setiap orang yang mulai memandangnya sebelah mata bahwa ia 'Bisa'

"Nona manis, pesanan anda sudah siap." Iyan masih menyuguhkan nada kekanak – kanakannya saat memanggil gadis yang sejak 2 tahun lalu itu resmi menjadi sahabatnya. Sesekali ia juga mampir mengunjungi Melati dan ibunya di waktu – waktu libur.

Melati yang mendengar suara Iyan segera beranjak menuju meja kasir dan mengulurkan tanganya memberikan beberapa lembar uang lalu menerima bungkusan roti keju kesukaan ibunya itu.

"Terimakasih iyan, sampai jumpa." Senyuman manis Melati berhasil membuat Iyan tetap mengamati gadis itu walau kini punggung gadis itu sudah tak terlihat lagi dari balik kaca trasparan pintu café. Menyuguhkan pandangan mata menerawang yang sangat mudah ditebak.

Melati berjalan di trotoar perlahan demi perlahan, dengan bungkusan berisi roti keju kesukaan ibu angkatnya disebelah kiri dan tongkat panjang berwarna coklat di tangan sebelah kanannya. Beberapa orang yang lewat terkadang memperhatikan langkah demi langkah yang di lalui gadis itu, raut kasihan telukis di wajah mereka. Namun ada pula yang nampak biasa dan bahkan ada yang memandangnya tak suka.

"Tunggu, lo tadi jatuhin ini."

Melati tampak sedikit terkejut saat seseorang menyetuh bahu kanannya dan berkata. Tak seperti biasanya, Melati selalu bisa menyadari saat seseorang berjalan di dekatnya. Kebutaan yang dideritanya sejak usia muda membuat indra pendengarannya lebih sensitive dari kebanyakan orang. Melati segera membalikkan badanya berusaha menghadap keasal suara yang menyapanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 30, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BlindWhere stories live. Discover now