Karena Cinta

44 5 3
                                    

Hari ini sama seperti kemarin. Tidak ada keistimewaan. Berita tentang kematian seorang gadis kembali terdengar. Sungguh ironis. Elena yang sedang duduk di sebuah kafe sambil meminum teh, hanya bisa mendengar percakapan gadis-gadis di dekatnya. Percakapan itu tak lain adalah tentang pembunuhan.

"Ya ampun, lagi? Kok bisa, sih? Makin hari malah makin serem aja," sahut salah satu dari mereka.

"Iya, bisa jadi di distrik kita juga kena."

"Ya ampun, jangan sampe. Aku nanti takut ke sekolah sama ke mall. Nanti aku gak bisa perawatan lagi."

"Iya juga, sih."

Pembicaraan mereka pun menjadi semakin aneh. Elena pergi dari tempat itu lalu berjalan menuju rumahnya. Dia tinggal sendiri. Sang ibu setiap hari bekerja, dan pulang hanya 2 kali dalam setahun. Gadis itu memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaket yang sudah usang.

Sunyi, mata gadis itu tak lepas mengawasi jalan yang ia lalui. Rasa tidak aman belakangan ini membuat dirinya merasa was-was. Deru napas memburu. Keringat dingin seakan enggan pergi dari telapak tangan.

Sayup, tapi terdengar begitu jelas di telinga Elena. Suara rintih kesakitan. Meski takut, tapi rasa penasaran begitu kuat. Ia menghampiri asal suara tersebut dengan langkah sedikit diayun. "Suara itu?" tanyanya dalam hati sambil mengintai dari balik semak.

Elena yang bersembunyi, terkejut melihat apa yang ada di depan matanya. Seorang gadis sedang siksa oleh seorang pria bertopeng. Suara jeritan terdengar dari gadis itu. Elena mati-matian menahan agar suaranya tidak menjerit.

Tubuh gadis itu sudah bergetar karena ketakutan. Air mata mengalir dari sudut mata, menandakan seberapa takut dirinya. Elena ingin pergi dari tempat itu, tapi ... kakinya tidak bisa ia gerakkan. Anggota tubuh yang lain pun seakan tidak bisa digerakkan.

Elena dengan perlahan mulai menenangkan dirinya. Walaupun belum sepenuhnya tenang, ia mencoba untuk berdiri tegak, dan pergi dari tempat itu. Namun, saat hendak melangkah, tanpa sengaja gadis itu menendang kaleng bekas.

Suara yang dihasilkan membuat pria itu berbalik. Gadis itu langsung kembali bersembunyi. Menahan agar dirinya tidak bersuara dan membuat tidak terlihat. Tempat gelap dan baju berwarma hitam yang dikenakan oleh Elena membuat ia mudah untuk berkamuflase.

Pria itu melirik ke sana ke mari. Melihat tidak ada siapa-siapa, orang tersebut berbalik dan kembali menyiksa seorang gadis hingga sekarat.

Setelah selesai, pria itu memastikan bahwa korban sudah tewas, lalu ia membuang jasad gadis tersebut di sebuah tong sampah.

Pria itu pergi sambil membawa barang-barangnya. Elena yang merasa aman, langsung keluar dari tempat persembunyiannya.

A-apakah dia yang merupakan pembunuh berantai itu? Tanya Elena dalam hati.

Elena langsung berlari menuju rumahnya. Ia ingin segera mandi dan menyingkirkan ingatan tentang kejadian tadi.

***

Elena berangkat menuju sekolah seperti biasa. Berjalan sendiri tanpa ada yang menemani. Ia langsung pergi menuju kelas dan duduk di bangku paling belakang. Teman-teman sekelasnya sedang sibuk membicarakan tentang ditemukannya sebuah jasad di tong sampah.

Elena hanya terdiam, tidak ikut berkomentar tentang ditemukan jasad tersebut. Bahkan, dialah yang sudah menyaksikan siksaan gadis itu sebelum tewas. Ya, mungkin gadis itu harus sedikit bersyukur karena masih bisa selamat.

Elena yang terlalu sibuk melamun tidak menyadari ada Almord di belakangnya. Pemuda itu menepuk bahu Elena untuk menyadarkan dari lamunan. Merasa bahunya ditepuk, gadis itu langsung berbalik dan melihat bahwa salah satu dari teman sekelasnya sedang berada di belakangnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 18, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LoveWhere stories live. Discover now