Part 3

9.1K 226 1
                                    

#MENIKAH_DENGAN_SETAN
#PART_3

Berjalan di bawah langit yang begitu gelap, percikan bintang juga bulan seperti enggan menemani, kekhawatirannya akan buenya memberikannya semangat pada setiap langkah. Halimah terus berjalan menuju ke Gedong Tua, berharap instingnya benar bahwa penghuni Gedong Tua adalah manusia, bukan jelmaan jin atau setan seperti apa yang dikatakan warga desa. Tiba di depan gerbang rumah yang ia sebut Gedong Tua, penampakannya sungguh angker persis 8 meter di belakangnya adalah jurang kecil perbukitan yang akan membawanya ke desanya jika ia terjun ke bawah.

Lorong jalan itu hanya diterangi cahaya rembulan yang tertutup awan malam. Jantung Halimah berdetak semakin cepat, biasanya di siang hari gerbang ini tertutup rapat dan terkunci.

“Bismillah, Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa Billah,” lirihnya dengan nada bergetar, decit suara pagar berkarat terdengar nyaring. Besi pada setiap sudutnya sudah sangat tua dan berkarat, pantas saja warga desa tahu kapan penghuni tempat ini keluar. Ia masuk dengan perlahan. Sekujur tubuh berkeringat, air mata terus mengalir, bibirnya terus mengucap asma Allah dan berzikir, setiap langkah menimbulkan suara dedaunan kering yang ia injak. Gedong Tua terlihat sangat menyeramkan, dua buah pohon beringin besar berada di sisi kanan juga kirinya. Bangunan yang berlantai tiga ini memiliki segudang misteri.

Sekelebat cahaya melintas di hadapannya. Ia memberanikan diri menatap ruangan di lantai dua. Awalnya menyala, tiba-tiba saja redup, Terus melangkah mencoba menepis rasa takut, kesedihan memuncak menimbulkan rasa berani yang tak pernah ia duga sebelumnya, jarak pintu gerbang dengan muka rumah sekitar 20 meter jauhnya, lafaz zikir terus ia bacakan, istigfar, selawat nabi, dan lainnya, semampu yang ia bisa.

“Non.”

“Hah?” Tubuhnya semakin bergetar, degup jantung kian cepat. Suara lelaki tua terdengar dari arah belakang, terdengar jelas di telinga kanan. Ia pejamkan mata saat rasa takut mengusai jiwa. Derap langkah terdengar begitu nyata.

“Mau ke mana, Non?”

Halimah beringsut seraya menutup kedua telinganya. Suara itu makin jelas, dan tak lama pundaknya terasa hangat seseorang baru saja menyentuhnya. “Astagfirullah, alhamdulillah.”

“Non!”
“Hah …,” lirihnya bernapas lega. Seorang lelaki berusia kurang lebih lima puluh tahun. Menggunakan jaket, juga topi kupluk dan slayer yang melingkar di lehernya. “Non mau apa ke tempat ini? Tempat ini nggak berpenghuni Non,” tuturnya pada Halimah.

“Saya mau minta tolong, Pak. Ibu saya sedang sekarat di bawah, saya minta tolong selamatkan ibu saya.”

Lelaki paruh baya itu  menarik napas seperti memberikan sebuah jawaban percuma. “Tidak ada siapa-siapa di sini Non. Non lebih baik pulang saja, maaf saya tidak bisa bantu.”

“Saya mohon Pak … Ibu saya sekarat! Saya mohon!” lirihnya memohon pada lelaki yang terlihat seperti Ayah baginya. Ia tersungkur seperti menyembah padanya.

“Darmin, Min!” Suara wanita yang terlihat sebaya dengan lelaki tua di belakangnya memanggil dari jauh. Ia berlari ke arah Halimah dan bapak tua yang baru ia tahu namanya Darmin. Wanita itu membisikkan sesuatu di telinga Darmin.

“Oh, yo wis,” ucap Darmin.

“Non, ayo ikut saya,” ajak wanita itu yang usianya mungkin sama dengan ibunya. gadis itu mengenakan rok selutut, baju berbahan nylon, berkancing motif bunga-bunga, juga hijab kupluk di kepalanya.

Seketika hati merasa lega, secercah harapan itu ada, pertolongan Allah itu nyata. Gadis bermata bulat itu tak henti-henti berlafaz syukur sampai apa yang ia harapkan bisa didapat. Gedong Tua bukanlah rumah mati yang tak berpenghuni. Dia benar, sejenak teringat akan ucapan Almarhum Ayahnya bahwa benar, bahwa suatu hari langkahmu akan menuju tempat ini.

MENIKAH DENGAN SETANWhere stories live. Discover now