Bonus Chapter

4.4K 449 126
                                    

Terdengar suara tepuk tangan yang bergemuruh dan ribuan penonton yang berdiri tepat setelah lantunan piano berakhir. Tatapan mereka semua tertuju pada objek di tengah panggung yang menjadi pusat atensi mereka, bagai sekawanan singa yang tengah mengincar mangsanya. Tatapan mereka menyiratkan apresiasi dan kekaguman pada sang pianis, wanita berusia awal tiga puluhan bertubuh langsing di atas panggung.

Telapak tangan wanit merah muda itu sedikit bergetar akibat perasaan gugup dan ia segera menundukkan kepala dalam-dalam serta memejamkan mata sesaat.

Ia menduga jika apa yang dilihatnya akan berubah ketika ia membuka matanya. Namun tepuk tangan yang tetap tak berhenti setelah lebih dari seperenam menit membuatnya mengangkat kepala dan mengukir seulas senyum di bibir tipis yang dihiasi dengan lipstik merah muda yang sewarna dengan rambutnya.

Iris emerald-nya bergulir ke seluruh penjuru auditorium, seolah berusaha mencari seseorang di antara ribuan penonton meski ia tahu jika ia tak akan mendapati lelaki itu. Dan ia berkata di dalam hati.

Seandainya kau melihatku, kau pasti terkejut. Bahkan aku juga tak pernah mengira hal ini. Aku konser di Suntory Hall, bersama kelompok orkestra yang ingin kau masuki, melakukan apa yang selama ini menjadi mimpimu.

Hingga detik ini ia masih tak percaya jika ia akan berakhir sebagai pianis di sebuah konser musik klasik bersama tim orkestra ternama. Ia pikir, seharusnya ia akan berakhir sebagai pegawai HRD di salah satu kantor perusahaan swasta seperti apa yang ia bayangkan bertahun-tahun yang lalu.

Sakura mengambil keputusan yang membuat beberapa orang menggelengkan kepala ketika ia berkata kalau ia memutuskan untuk fokus mempelajari musik. Orang-orang bahkan berpikir jika kewarasannya telah hilang setelah banyak menghabiskan waktu dengan pasien rumah sakit jiwa.

Begitu banyak orang yang mengenalnya mempertanyakan keputusannya, termasuk sahabat terdekatnya sekalipun. Namun ia memutuskan untuk tak memperdulikannya dan melakukan apa yang ia inginkan.

Ia menyadari jika keputusannya bukanlah sebuah keputusan labil belaka, melainkan sebuah keputusan yang didasari dengan beberapa alasan yang kuat.

Ia berpikir jika memperdalam piano di usia dua puluhan sangat terlambat dan sia-sia, namun seseorang pernah meyakinkannya jika itu bukanlah sebuah masalah jika ia memiliki keinginan untuk belajar.

Ketika orang itu membantunya mempelajari piano, ia berpikir orang itu melakukannya karena tak ada yang bisa dilakukan. Namun pada akhirnya, ia tersadar jika lelaki itu menaruh harapan padanya untuk melakukan apapun yang ia inginkan selama ia berkesempatan melakukannya.

Dan ketika ia tahu bahwa menjadi pianis adalah impian lelaki itu, ia berpikir untuk membantu mewujudkan impian lelaki itu melalui dirinya. Namun dalam prosesnya ia menyadari bahwa sesungguhnya ia tak berusaha mewujudkan impian siapapun selain dirinya. Ia hanya sedang menggali kembali impian yang selama ini ia kubur sedalam mungkin karena menurutnya itu tak realistis. 

Senyuman gadis merah muda itu melebar, seolah berusaha menularkan senyuman di wajah para penonton yang menyaksikannya.

"Terima kasih," ucap Sakura meski ia menyadari bahwa suaranya sama sekali tak terdengar di balik gemuruhnya tepuk tangan di ruangan tersebut.

Sakura kembali menundukkan kepala untuk kali kedua meski tak sedalam sebelumnya dan ia segera berbalik untuk meninggalkan auditorium bersama pemusik lainnya, diiringi tepuk tangan yang menemani setiap langkahnya hingga ia meninggalkan auditorium tersebut.

.

.

Tuhan seolah menjawab keinginan Sakura melalui takdir yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia tak pernah mengira jika hari dimana ia mengunjungi rumah penyimpanan abu bersama keluarganya akan membuatnya menemukan Sasuke.

Irreversible (Sasuke.U x Sakura.H)Where stories live. Discover now