Spatium 14

23 7 0
                                    

*kalau lupa-lupa inget sama part sebelumnya, baca ulang aja. Biar nyambung sama part yang ini.

***
Sebelumnya ...

Siang itu, ketika bel pulang baru saja berbunyi. Ketika murid-murid dengan wajah ceria dan penuh semangat memasukkan buku-buku ke dalam tas, atau yang hanya berpura-pura agar terlihat sibuk. Langit berjalan santai dari ruang guru. Setelah diminta Pak Imran menaruh buku-buku tugas di meja beliau, ia langsung berbalik menuju kelas.

Langkah santainya terhenti ketika melihat sosok dari seberang berjalan terburu-buru ke arahnya. Dengan rambut yang tumben sekali terikat, Nadia sampai di hadapan Langit dengan senyum memabukkan.

"Lang, bisa minta tolong?" Langit mengangkat alisnya bertanya, dan Nadia sudah tahu maksudnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lang, bisa minta tolong?" Langit mengangkat alisnya bertanya, dan Nadia sudah tahu maksudnya.

"Boleh anterin gue pulang? Gue buru-buru, nih."

"Kenapa nggak pakai ojol atau taksi?" Langit berusaha bertanya sebisa mungkin, agar anggukan yang bukan sebagai jawabannya.

"Hp gue lowbat. Tolong ya, Lang? Penting banget ini," ucap Nadia dengan sorot memohonnya.

Langit mengangguk. "Gue ambil tas—"
"Eh ngga usah! Nggak lama banget kok. Keburu jalanan di depan sekolah macet." Nadia menarik tangan Langit dengan langkah sedikit tergesa. Dan sebelum Langit berbalik mengikuti langkah Nadia, ia sempat melihat Jingga melangkah menuju anak tangga dengan membawa hoodie miliknya di pelukan.

***

Awalnya Langit sempat ragu dengan Nadia. Bisa saja ini adalah satu cara untuk melemahkannya lagi, seperti kata Kara.  Tapi ketika sampai di rumah gadis itu, kecurigaannya Langit memudar. Sepertinya sedang ada acara—

Oh tunggu. Bagaimana ia bisa lupa kalau hari ini adalah ulang tahun Nadia? Ia menoleh ke samping dan Nadia tersenyum kepadanya.

"Happy Birthday," ucap Langit.
Nadia tersenyum lebar sebelum menjawab,"Thanks." Lalu gadis itu membawa Langit ke tempat keluarganya tengah berkumpul.

Seorang wanita tua—yang sepertinya Nenek Nadia—menyambut mereka.

"Ini siapa, Sayang?"
"In—"
"Saya Langit, temannya Nadia," ucap Langit memotong kalimat Nadia. Lalu menerima uluran tangan Nenek Nadia untuk menyalaminya.

"Saya Murti. Ayo sini gabung, kita kumpul sama-sama." Langit yang hendak menolak urung karena Nenek Murti sudah menarik tangannya dan juga Nadia.

Langit ikut duduk di atas karpet berbulu. Mengamati saudara-saudara Nadia yang sedang berkumpul. Beberapa sepupunya yang sibuk bermain ponsel dan—Langit mengernyitkan keningnya. Terhalang beberapa orang, ia dapat melihat dengan jelas sosok Ava yang sibuk dengan ponselnya. Kenapa ia bisa di sini? Apa mungkin Ava sepupu Nadia? Kenapa ia tidak tahu?

Tak lama, minuman dan camilan mulai dihidangkan di tengah-tengah. Lalu beberapa pelayan mengangkat kue tart bertingkat dua yang ditaruh di meja. Kue itu berwarna putih di luar, dengan tingkat atas yang terdapat coklat berbentuk seorang putri yang tengah menari. Mungkin saja maksudnya adalah Nadia.

SpatiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang