I

1.6K 30 5
                                    

Ibu, ketika aku menulis ini aku bukan hanya tak lagi bersamamu, tetapi juga sangat jauh dari rumah dimana Ibu selalu memanjakanku. Saat menuliskan ini, aku mencoba membayangkan ekspresi Ibu saat membacanya. Seandainya Ibu membacanya, akankah Ibu tersenyum?
Mengerutkan kening?
Atau menitikkan airmata?
Dan setelah Ibu membacanya,
akankah Ibu memelukku dengan tangisan?
Memberikan ceramah panjang?
Atau menepuk bahuku dan tersenyum bangga?
Ah, entahlah. Aku bahkan tak bisa berandai-andai dengan ekspresimu karena aku memang tak akan melihatnya lagi, bukan?

Ibu, kini aku telah berusian 19 tahun, tapi entah apakah aku telah dewasa atau akan tetap menjadi gadis kecilmu yang manja. Aku 19 tahun, Ibu.
Sudah tua, bukan?
Tapi tahukah Ibu bahwa di usia ini, aku masih sering menangis. Aku masih sering menangis ketika aku merindukanmu Dan,
saat ada masalah atau cobaan dalam hidupku.
Itu karena aku berharap ada Ibu di sampingku. Mungkin saat masalah datang padaku, Ibu akan memberikan ceramah dan nasehat yang panjang dimana dulu aku selalu bosan mendengarkannya. Kini, aku sangat merindukan semua nasehat, ceramah bahkan omelanmu, Ibu.
.

13 tahun silam, saat Tanteh ita datang menjemputku kesekolah dan mengajakku pulang , aku seperti bermimpi. Aku masih tidak percaya kabar yang dibawanya. Ibu telah pergi. Ibu telah meninggal. Ibu sudah beristirahat dengan tenang. Ibu sudah tidak merasakan semua sakit yang selama ini dirasa. Itu yang beliau katakan. Tapi apa reaksiku saat itu?

“Tidak mungkin! Tidak mungkin! Ini mimpi!”
"Tidak mungkin !!!!!!!!!

Ya, saat itu aku sedang bermimpi. Aku tidak benar-benar mendengarnya atau setidaknya semua yang kudengar tadi tidak benar-benar terjadi, kan?

sebelumnya aku pulang , Ibu. Kata dokter, kondisi Ibu membaik dan ada harapan untuk sembuh meskipun sedikit. Tapi dokter tidak pernah menyebutkan kemungkinan bahwa Ibu akan pergi begitu cepat. Ya, mungkin itulah takdir, ketika kehendak Tuhan tak bisa ditebak dan mendahului pemikiran manusia.

Tapi Ibu, pagi itu, aku berbincang denganmu, bukan? Saat bapak bilang baru selesai menyuapi Ibu dengan lauk sayur sop kesukaan Ibu dan mengupaskan jeruk untukmu, bukan?
Hanya berselang dua jam kemudian Tanteh Ita mengatakan bahwa Ibu telah pergi. Bisakah aku mempercayainya?
Bisakah aku menerima berita itu?
Tidak ini mungkin hanya mimpi 😢😢
.
.

➡️➡️➡️➡️

Sejuta Kerinduan Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang