Sisi Lain

25 3 0
                                    

Matahari mulai berada di atas kepala. Sinar teriknya mulai membakar kulit. Bunyi serangga terdengar bersahutan. Taman yang ramai dan riuh tadi berubah mendadak sepi. Banyak yang memilih untuk berdiam diri di dalam rumah sakit sekalian untuk mendinginkan diri tentunya dengan AC yang berjejer di rumah sakit. Namun,kala itu taman hanya dinikmati oleh satu orang,Jun. Pemuda itu tetap asik berdiam di bangku taman tanpa ada niatan untuk mendinginkan diri di dalam rumah sakit,bergerak pun tidak. Ia telah sendiri semenjak Adelle menjelaskan alasan mengapa ia bisa berada di rumah sakit jiwa ini dan pergi meninggalkan dirinya dengan alasan ia tak mau tertinggal makan siang. Sejujurnya ia ingin mengejar gadis itu tapi melihat raut wajahnya tadi Jun seolah-olah tahu permasalahan yang dialami Adelle.

"Amnesia ya? Semua masalah akan jauh lebih menyulitkan jika tidak bisa mengingat sesuatu. Kasihan sekali gadis itu." Jun asik berbicara sendiri. Sibuk bergelut dengan pemikirannya .

"Tapi skenario yang akan terjadi jika ia mengingat semuanya hanya dua." Jun menoleh ke sumber suara dan menangkap seseorang dengan jas dokter putih yang menyilaukan mata akibat pantulan sinar terik matahari.

"Dokter Kevin." Sapa Jun sopan.

"Kau sudah bertemu dengannya,kan? Pasien baru yang penuh dengan misteri." Dokter Kevin berdiri di depan bangku taman, "Boleh aku?" menunjuk bangku taman.

"Silahkan,Dok." Jun memersilahkan Dokter untuk duduk di sampingnya.

"Terima kasih. Jadi, bagaimana menurut mu tentang Adelle,gadis amnesia tadi?"

"Buruk. Segila-gilanya pasien di sini tidak ada yang sampai melibatkan dua kasus sekaligus,amnesia dan pembunuhan."

"Ada dua kemungkinan jika ia mengingat semuanya. Pertama,jika ingatannya berisi kenangan baik dia akan baik-baik saja. Kemungkinan dia akan dibebaskan jika terbukti tidak bersalah." Dokter tampan itu menjelaskan,Jun menyimak. "Kedua,ini adalah kemungkinan terburuknya. Jika ingatannya kembali dan ingatan itu berisi kenangan buruk yang menyatakan bahwa ia benar-benar pembunuh, ia mungkin akan benar-benar menjadi orang gila."

"Dokter, lalu bagaimana cara Adelle bisa berada di sini? Bukankah akan lebih cocok jika dia sekarang berada di sel tahanan?." Rasa penasaran menyeruak keluar dari tubuh Jun. Ia mengharapkan jawaban untuk memuaskan rasa keingintahuannya.

"Seseorang yang membawanya kemari memaksaku untuk merawatnya di sini."

"Seseorang? Siapa?"

"Aku tidak tahu. Aku lupa menanyakan identitasnya dan status hubungan dengan Adelle. Tapi, sesuatu yang ku ingat hari itu adalah...

Raut wajah penyesalannya."

***

Adelle meletakkan nampan kosong itu ke atas meja. Jam makan siang telah usai dan Adelle menghabiskan makan siangnya dengan perasaan yang mengganjal. Rasa khawatir dan takut secara bersamaan memenuhi hati dan pikirannya. Ia tak bisa berpikir jernih saat ini. Semakin ia berpikir,semakin ia terjatuh ke dalam jurang hitam tak terjamah. Hanya jalan buntu yang ia temui. Pertanyaan aku harus bagaimana mulai berkeliaran di dalam kepala Adelle. Hanya satu yang bisa ia lakukan,lakukan peran gila ini dan mencari informasi sebanyak-banyaknya.

Siang itu tidak membuat Adelle mengantuk walaupun berbaring dan berusaha memejamkan mata. Matanya segar dan ia tak menunjukkan hawa mengantuk semenjak mendengar penjelasan dari Jun mengenai pasal-pasal yang berlaku di rumah sakit jiwa ini. Pilihannya sekarang adalah direhabilitasi atau dihukum mati. Kedua-duanya adalah pilihan terburuk.

KREEEK

Pintu kamar Adelle terbuka lagi. Awalnya ia menduga bahwa yang akan masuk adalah suster yang membawa nampan makan siangnya tadi. Tapi sekarang matanya menangkap sosok pemuda bertubuh kecil dengan rambut pirang nyaris putih dengan kulit pucat pasi seperti dirinya dan juga pakaian yang sama dengan Adelle.

GONEWhere stories live. Discover now